KENDARINEWS.COM– 10 hari terakhir Ramadan terasa istimewa karena umat muslim berharap bisa menemukan malam Lailatul Qadar. Salah satu ibadah yang bisa dilakukan untuk menemukan malam Lailatul Qadar adalah dengan menjalani itikaf di Masjid.
Itikaf merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan dan sebuah ketaatan yang sangat mulia. Di kalangan para ulama terdapat perbedaan tentang waktu pelaksanaan itikaf, dilaksanakan selama sehari semalam (24 jam) atau boleh dilaksanakan dalam beberapa waktu (saat).
Al-Hanafiyah berpendapat bahwa itikaf dapat dilaksanakan pada waktu yang sebentar tapi tidak ditentukan batasan lamanya. Sedang menurut al-Malikiyah itikaf dilaksanakan dalam waktu minimal satu malam satu hari.
Dengan memperhatikan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan dalam beberapa waktu tertentu, misal dalam waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam dan seterusnya, dan boleh juga dilaksanakan dalam waktu sehari semalam (24 jam).
Di dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 187 dijelaskan bahwa i’tikaf dilaksanakan di masjid. Di kalangan para ulama ada perbedaan pendapat tentang masjid yang dapat digunakan untuk pelaksanaan itikaf.
Dikutip dari muhammadiyah.or.id, bahwa sebagian berpendapat bahwa masjid yang dapat dipakai untuk pelaksanaan i’tikaf adalah masjid yang memiliki imam dan muadzin khusus, baik masjid tersebut digunakan untuk pelaksanaan shalat lima waktu atau tidak.
Hal ini sebagaimana dipegang oleh al-Hanafiyah (ulama Hanafi). Sedang pendapat yang lain mengatakan bahwa itikaf hanya dapat dilaksanakan di masjid yang biasa dipakai untuk melaksanakan shalat jama’ah. Pendapat ini dipegang oleh al-Hanabilah (ulama Hambali).
Salah satu ibadah khusus yang hanya dapat dilakukan di masjid adalah itikaf. Hukum itikaf adalah sunnah, dapat dikerjakan setiap waktu yang memungkinkan terutama pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Dari Aisyah r.a. isteri Nabi s.a.w. menuturkan, “Sesungguhnya Nabi SAW. melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istrinya mengerjakan i’tikaf sepeninggal beliau”. (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 1886 dan Muslim: 2006).
Bahwa jika memang tidak memungkinkan untuk melaksanakan itikaf di dalam masjid sebagaimana biasanya. Disamping itu hendaknya juga berazam yang kuat di dalam hati untuk beritikaf di masjid, hal ini tentu dibuktikan dengan memperbanyak amal ibadah di dalam rumah (tempat yang dikhususkan untuk ibadah) seperti, membaca al-Qur’an, berzikir, sholawat atau maulid, sholat sunnah tarawih,dll. Kemudian hendaknya juga memperhatikan orang-orang disekitar yang kekurangan ekonomi dengan membantu hajat atau keperluan mereka saudara seiman.
Pandangan bolehnya itikaf di ruangan solat yang terdapat di rumah baik bagi laki-laki dan perempuan rupanya juga diusung oleh sebagian ulama mazhab Maliki. Dikutip dari islam.nu.or.id memaparkan bahwa keterangan mengenai hal ini:
وقال أبو حنيفة: يصح اعتكاف المرأة في مسجد بيتها وهو الموضع المهيأ من بيتها لصلاتها، قال: ولا يجوز للرجل في مسجد بيته، وكمذهب أبي حنيفة قول قديم للشافعي ضعيف عند أصحابه، وجوزه بعض أصحاب مالك وبعض أصحاب الشافعي للمرأة والرجل في مسجد بيتهما
“Imam Abu Hanifah berkata: ‘Sah bagi wanita untuk beri’tikaf di masjid rumahnya, maksudnya adalah ruangan di rumahnya yang diperuntukkan untuk shalat, dan tidak boleh bagi laki-laki untuk i’tikaf di masjid rumahnya. Senada dengan Abu Hanifah yakni Qaul Qadim Imam as-Syafi’i, meskipun dianggap pendapat yang lemah menurut para ashab. Sebagian ulama mazhab maliki dan ulama mazhab syafi’i memperbolehkan beri’tikaf di masjid rumah bagi laki-laki dan perempuan” (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim li an-Nawawi, juz 3, Hal. 3).
Sebagian ulama berpandangan bahwa boleh beritikaf dalam waktu singkat, bahkan satu atau dua jam, dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun, terkait itikaf perempuan di rumahnya, terdapat dua pendapat yang berbeda. Dikutip dari islampos.com berikut penjelasan:
- Pendapat yang tidak membolehkan perempuan itikaf di rumah
Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpandangan bahwa tidak diperbolehkannya wanita beritikaf di rumah. Mereka mengutip firman Allah, “Dan janganlah kamu menyentuh mereka, tetapi tetaplah beribadah di masjid-masjid [yaitu dalam keadaan i`tikaf]. ” (QS Al-Baqarah: 187)
- Pendapat yang membolehkan perempuan itikaf di rumah
Di sisi lain, mazhab Hanafi berpendapat bahwa diperbolehkan bagi wanita untuk melakukan itikaf di rumah. Mereka berpendapat bahwa tempat ‘tikaf bagi wanita lebih diutamakan ketika mereka melaksanakan Shalat harian, karena, berbeda dengan Shalat pria.
Shalat wanita di rumah lebih baik daripada Shalat mereka di masjid. Oleh karena itu, tempat i’tikaf bagi perempuan seharusnya adalah musholanya sendiri di rumah. Abu Hanifah dan Ath-Thawri menyatakan, “Dia [yaitu, seorang wanita] dapat melakukan itikaf di mushola nya sendiri di rumah. Itu lebih baik baginya, karena shalatnya di rumah lebih baik dari pada sholatnya di masjid.”
Itikaf dilakukan dengan cara menginap di dalam masjid selama sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, dimulai setelah terbenamnya matahari pada malam ke-21 Ramadhan dan berakhir saat terbenam matahari pada malam terakhir Ramadhan. Selama i’tikaf, seorang muslim harus berada di dalam masjid tanpa keluar kecuali untuk keperluan mendesak seperti ke toilet atau melakukan wudhu.
Berikut adalah beberapa manfaat dan keutamaan dari melakukan itikaf, dikutip dari baznas.jogjakota.go.id memaparkan:
- Mendekatkan diri kepada Allah SWT
Dalam itikaf, seorang muslim berada dalam lingkungan masjid yang suci dan penuh ketenangan, sehingga dapat membantu untuk memperbanyak ibadah, membaca Al-Quran, berdoa, dan melakukan dzikir kepada Allah SWT. Dengan melakukan i’tikaf, seseorang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT dan merenungkan pentingnya hidup ini serta memperbanyak amal ibadah.
- Menjaga diri dari godaan dunia
Dalam itikaf, seorang muslim memisahkan diri dari kegiatan dunia yang dapat mengganggu konsentrasi dan menarik perhatian, sehingga dapat membantu untuk memfokuskan diri pada ibadah dan beribadah dengan khusyuk.
- Memperoleh pahala besar
Dalam i’tikaf, seorang muslim memperbanyak ibadah dan dzikir kepada Allah SWT, sehingga dapat memperoleh pahala yang besar. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barangsiapa yang beri’tikaf di masjidku, maka dia melakukannya karena mencari wajah Allah. Oleh karena itu, maka tidaklah boleh seseorang yang beritikaf keluar dari masjid kecuali untuk keperluan mendesak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Menjaga hubungan dengan masyarakat
Selain memperbanyak ibadah, itikaf juga dapat membantu untuk menjaga hubungan dengan masyarakat sekitar masjid. Selama itikaf, seorang muslim dapat berinteraksi dengan sesama jamaah masjid dan menjalin silaturahmi.
- Membiasakan diri untuk beribadah
Itikaf dapat membantu seseorang untuk membiasakan diri dalam beribadah, sehingga dapat membantu untuk meningkatkan kualitas ibadah sehari-hari. (Jp/kn)