Penulis : Inan Fauziyah (Mahasiswa Magister Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada)
Konawe Kepulauan- Pulau Wawonii yang terletak di Kabupaten Konawe Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tenggara, berada dalam dilema serius akibat aktivitas penambangan nikel yang merusak., Selasa (10/12/2024)
Aksi protes yang semakin menguat dari masyarakat lokal mencerminkan ketidakpuasan mendalam terhadap eksploitasi sumber daya dan menegaskan konflik antara kepentingan ekonomi elit yang merugikan serta nasib masyarakat setempat yang terabaikan. Suara warga Wawonii dengan tegas mengecam pelanggaran hukum dan kerusakan lingkungan yang mereka alami.
Penolakan masyarakat Wawonii terhadap aktivitas penambangan berakar pada pelanggaran prinsip hukum yang jelas, terutama yang melarang penambangan di pulau kecil yang dilindungi. Dalam konteks ini, kepentingan perusahaan tambang secara terang-terangan mendominasi, secara brutal mengesampingkan hak-hak masyarakat dan kelestarian lingkungan demi akumulasi keuntungan.
Di Kabupaten Konawe Kepulauan terdapat lima perusahaan nikel yang beroperasi, yang semakin memperdalam masalah yang dihadapi oleh masyarakat Pulau Wawonii.
Dominasi perusahaan-perusahaan ini tidak hanya berdampak pada kerusakan lingkungan, tetapi juga menciptakan ketidakadilan sosial yang signifikan. Kegiatan penambangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut sering kali berlangsung tanpa mempertimbangkan suara dan hak-hak masyarakat lokal.
Dalam konteks ini, para pemilik perusahaan dan elit politik berkolusi, mengabaikan prinsip-prinsip hukum yang seharusnya melindungi wilayah yang sensitif secara ekologis ini. Dengan begitu, keberadaan perusahaan nikel tersebut menjadi ilustrasi nyata dari konflik antara kepentingan ekonomi elit dan kesejahteraan masyarakat, di mana aspirasi dan hak-hak masyarakat setempat terpinggirkan.
Selaras dengan amanat Pasal 33 UUD 1945, Pulau Wawonii seharusnya dilindungi, tetapi malah diabaikan. Aktivitas pertambangan ini jelas bertentangan dengan Pasal 23 UU Nomor 27 Tahun 2007, yang mengatur penggunaan pulau kecil untuk konservasi, pendidikan, dan kegiatan ramah lingkungan, tanpa memberikan ruang bagi eksploitasi mineral. Lebih tragis lagi, salah satu perusahaan tambang, yaitu PT GKP, telah melanggar Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 57 P/FUM/2022 dan Putusan MA Nomor 14 P/HUM/2023., tegas Inan.
Peraturan Daerah (Perda) RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021, terutama pada pasal-pasal yang mengatur kegiatan pertambangan. Pelanggaran ini menunjukkan ketidakacuhan terhadap supremasi hukum.
Pelanggaran hukum yang monumental ini tidak hanya mengindikasikan ketidakadilan yang mendalam, tetapi juga menyoroti betapa lemahnya suara masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang krusial terkait dengan lingkungan dan kehidupan mereka sehari-hari. Kesempatan mereka untuk mendapatkan perwakilan yang adil dan efektif telah tergerus oleh dominasi kepentingan elit yang jelas-jelas melanggar hak asasi masyarakat.