Tersandung Hukum, Honorer Bergaji Rp300 Ribu itu Berharap Kasusnya Cepat Selesai

Kasus Supriyani tengah viral dan memantik perhatian publik, berbagai tanggapan pun bermunculan. Kendati demikian ditengah perjuangan menuntaskan kasusnya, Supriyani tetap teguh dan semangat ingin kembali menjalankan profesinya mengajar anak anak didiknya di SDN 4 Baito Konawe Selatan.

I NGURAH PANDI SANTOSA, Konawe Selatan

MENJADI guru adalah pengabdian. Hal itu tampaknya menjadi moto hidup Supriyani, 36. Betapa tidak, dia sudah 16 tahun mengabdi di SDN 4 Baito yang berlokasi di Desa Wonua Raya, Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, tersebut.

Sejak meninggalkan bangku SMA, Supriyani menetapkan hati untuk menjadi guru sembari menjalani kuliah

Ketika itu, dia diterima sebagai staf pendidik honorer di SDN 4 Baito hingga kini. ”Jadi, sambil kuliah sambil honor,” katanya seperti dilansir Jawapos.com

Supriyani menyebut, selama menjadi staf pendidik, dirinya tidak menetap hanya di satu kelas saja. Dia berpindah-pindah menjadi wali kelas. Awal mula, dia mengajar di kelas IV, pernah juga di kelas III. ”Ke sini-sini pegang kelas II, pegang kelas I selama dua tahun, dan sekarang kembali ke kelas II,” tuturnya

Dengan status sebagai honorer, gaji yang diterima Supriyani pun masih rendah. Seperti potret gaji guru honorer lain di sekolah lain, gaji yang diterima Supriyani maksimal hanya Rp 300 ribu.

”Kalau yang dulu awal honor itu masih Rp 200 ribu, terus naik Rp 250 ribu, dan sampai sekarang Rp 300 ribu. Itu per bulan, namun pembayarannya kadang per triwulan satu kali,” ungkapnya.

Sementara suaminya adalah seorang petani dan buruh bangunan serabutan. Untuk mencukupi makan harian, mereka memilih berkebun. Apalagi, keduanya mempunyai dua anak yang masih kecil-kecil. ”Meski dengan gaji segitu yang pastinya tidak cukup, tapi tetap bersyukur. Bersama suami, masih ada jalan lain untuk mencukupi ini,” imbuhnya.

Dengan masa pengabdian yang tergolong panjang, Supriyani tidak lelah apalagi menyerah. Sebab, dia mencintai profesinya sebagai guru. Baginya, pendidikan adalah investasi untuk masa depan anak-anak, terutama di Desa Wonua Raya

”Saya senang mengajar di sekolah dasar, ketemu anak-anak, mereka lucu-lucu dan aktif. Kita sebagai guru harus lebih kreatif, misal ice breaking waktu istirahat, mengobrol sama anak-anak itu menyenangkan,” ungkapnya dengan wajah semringah.

Tentu, mengajar anak-anak yang masih di tahap belajar mengelola emosi dan perilakunya menjadi tantangan tersendiri. Supriyani pun mengakui itu. Perlu perhatian ekstra untuk mengajar mereka. ”Sehingga kami sebagai guru harus lebih rendah hati dan sabar,” ucap Supriyani.

Kini, di tengah kasus dugaan penganiayaan terhadap siswa yang dihadapinya, Supriyani tetap menyimpan keinginan kembali mengajar. Seperti tidak ada trauma, dia meneguhkan tekad tetap menjadi guru. ”Saya akan tetap mengajar. Karena anak-anak saya di sekolah sudah menunggu,” tegasnya dengan mata berkaca-kaca.

Dukungan moril diberikan Kepala SDN 4 Baito Sanaali. Dia ragu tuduhan itu benar-benar dilakukan Supriyani. ”Saya mengenal Ibu Supriyani. Selama saya di sini (SDN 4 Baito, Red), jangankan memukul, bicara saja itu, mungkin nanti saya tanya baru dia ngomong,” ujarnya.

Menurut dia, tuduhan tersebut di luar nalar bagi pihak sekolah. ”Kita bersedih. Guru-guru juga sedih,” ungkap Sanaali.

Dukungan Keluarga dan Tetangga

Kakak Supriyani, Sunarti (43) merasa terpukul atas kasus yang menimpa adiknya. Sejak pertama kasus itu bergulir di bulan April, ia mengaku sangat sedih.

Tangisannya serta keluarga makin pecah saat mengetahui adiknya harus ditahan di Lapas Perempuan dan Anak Kendari, 16 Oktober lalu.

“Kami pak, hanya bisa menangis tidak tahu mampu ngomong apa-apa cuma berdoa biar dia (Supriyani) bisa keluar,” kata Sunarti saat ditemui di rumah Supriyani, Kamis (24/10) sore jelang Maghrib, usai sidang di PN Andoolo.

Ia mengaku benar-benar tidak percaya dengan yang dituduhkan kepada adiknya. Karena ia mengenal betul sifat dan karakter Supriyani.

“Saya sekarang paling dekat dengan dia, karena saudara saya lainnya tinggal jauh ikut suami. Kasian pak, jangankan marahi anaknya orang, marahin anaknya sendiri saja tidak pernah sampai marah besar,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

“Misalnya, anaknya main hujan, paling cuma dipanggil itupun nadanya lembut. Makanya dia dituduh sampai mukul, itu tidak mungkin,” kata ia.

Saat itu para tetangga berbondong-bondong mendatangi Supriyani, wajah mereka menggambarkan bahagia sekaligus haru. Suasana rumah Supriyani sore itu seketika ramai.

“Seng sabar yo nduk,” ungkap salah seorang tetangga yang datang menguatkan Supriyani. Ditimpali pelukan erat dan tangisan haru. Supriyani mengangguk tersenyum dengan air mata yang mengalir di sudut matanya.

“Terimakasih kepada semuanya yang mendukung saya, mudah-mudahan di sidang ke dua nanti dilancarkan dan saya dibebaskan,” ungkap Supriyani.

Supriyani bercerita bahwa ia menjadi Guru di SDN 4 Baito sejak 2009. Dengan gajih yang diperoleh, ia mengaku tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Tidak cukup pak, untungnya suami ada kerjaan lain,” ujarnya.

Suami Supriyani, Katiran mengatakan bahwa sehari-hari ia memenuhi kebutuhan rumah tangga dengan bekerja sebagai buruh bangunan, petani, dan serabutan lainnya.

“Kadang kalau ada, dipanggil sebagai buruh begitu, buruh bangunan atau apa itu dikerjakan. Sebagai petani juga,” ungkapnya.

Camat Baito, Sudarsono mengenal Supriyani sebagai pribadi yang baik. Selama ini tidak pernah bermasalah soal hukum atau lainnya. Baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.

“Kami selaku pemerintah bertanggungjawab terhadap masyarakatnya,” ungkapnya.

Diketahui, Sudarsono bersama pihak terkait lainnya sejak awal senantiasa mendampingi warganya. Bahkan selalu tampak mulai dari penangguhan penahanan hingga menjalani persidangan. Dan Rumah Jabatannya untuk sementara dijadikan tempat tinggal bagi Supriyani.(jp/kn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *