KENDARINEWS.COM–Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) telah mencatat sebanyak 4.427,57 Hektar Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang terjadi di wilayah Sultra. Jumlah tersebut berdasarkan data BKSDA per tanggal 1 Januari hingga 31 Agustus 2023.
Hal tersebut diungkapkan oleh Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) BKSDA Sultra, Adhi Andriyansyah Selasa, (31/10) kemarin.
“Untuk data Karhutla mulai dari 1 januari – 31 Agustus 2023 seluas 4.427,57 hektar. Jumlah itu terdiri dua kawasan, yakni kawasan Hutan sekira 4.3451,99 hektar, dan kawasan non hutan seluas 976,45 hektar,” sebutnya.
Adhi menjelaskan, untuk data kebakaran hutan dan lahan khusus di musim kemarau panjang ini, data terakhir BKSDA Sultra baru sampai di bulan Agustus 2023.
Sementara data terkini, pihaknya masih menunggu data laporan resmi dari Daops Manggala Agni yang berada di Kabupaten Konawe Selatan.
“Sebenarnya kalau mau lebih update, data itu ada di Daops Manggala Agni. Karena kalau kita disinia hanya mengeluarkan data berdasarkan dari petugas pemantauan titik hotspot. ” katanya.
Adapun data jumlah luas lahan terbakar per Agustus seluas 1.579,16 hektar lahan yang terbakar. Itu tersebar dalam beberapa Kabupaten antara lain Konawe Selatan, Bombana, Buton, Muna, Konawe, Kolaka dan beberapa Kabupaten lainnya di Sultra,
Adhi mengatakan, dalam penanganan masalah kebakaran ini sudah terbagi beberapa katergori. Untuk kebakaran yang terjadi di pemukiman itu domain dinas pemadam kebakaran.
Sementara kalau kebakaran hutan dan lahan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendirikan Daops Manggala Agni yang bertugas memantau titik hotspot, mencegah dan memadamkan kebakaran lahan yang terjadi.
“Dan untuk Daops Manggala Agni ini beroperasi di Kabupaten Konawe Selatan,”jelasnya.
Adapun untuk BKSDA Sultra tambah dia, bertanggung jawab mengatasi kebakaran yang terjadi di dalam kawasan konservasi seluruh Sulawesi Tenggara yang berada dalam lingkup kerja BKSDA . Upaya mengatasi kebakaran dapat berupa, kegiatan pencegahan kebakaran, berupa pembuatan sekat bakar, patroli pencegahan kebakaran, sosialisasi kebakaran, dan kegiatan pemadaman kebakaran, dan kegiatan pasca kebakaran.
“Untuk pemantauam titik hotspot secara berkala dipantau secara nasional melalui satelit dan di koordinir langsung oleh direktorat jenderal Pemantauan perubahan iklim. Dan di Sulawesi Tenggara hingga September ini sudah sekitar 2000-an titik hotspot yang terpantau tersebar dibeberapa Kabupaten. Antara lain Kabupaten Bombana, Konawe Selatan, dan Kolaka Timur,”tambahnya. (kam/kn)