KENDARINEWS.COM–Muhammad Alfian seharusnya berada di Museum Pendidikan Kota Malang, Jawa Timur, Senin (3/10). Ada lomba cerdas cermat untuk tingkat sekolah dasar di situ. Dan, Alfian sudah ditunjuk untuk mewakili sekolahnya, SDN Bareng 2, dalam kegiatan tersebut.
Siswa kelas V sekolah dasar itu dikenal pintar. Sering bersaing jadi yang terbaik di kelas. ”Di kelas V-C, dia (Alfi) sangat menonjol. Karena itu, kami tidak ragu menunjuk dia sebagai wakil dalam lomba cerdas cermat,” kata Kokok Hadi Slamet, kepala SDN Bareng 2, saat ditemui Jawa Pos, kemarin.
Namun, semua tinggal rencana. Sehari sebelum mewakili sekolahnya, Alfi, demikian buyung yang bulan depan berusia 12 tahun itu biasa dipanggil, dibawa kedua orang tuanya ke Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, untuk menonton laga antara Arema FC versus Persebaya Surabaya. Mereka berangkat beramai-ramai bersama sejumlah tetangga.
Dan, yang tak terbayangkan itu pun terjadi. Saat gas air mata ditembakkan, M. Yulianton dan Devi Ratna Sari, ayah dan ibu Alfi, menitipkan sang anak kepada petugas. Keduanya lantas mencari jalan keluar untuk sang anak. Tapi, mereka malah ditemukan lemas dan akhirnya tak bernyawa. Dalam sekali hantaman musibah, buyung cerdas itu menjadi yatim piatu.
Ila Maya, adik Yulianton, mengenang betapa tersentak dirinya saat mendapati sang keponakan tiba di rumah sambil menangis pada Minggu (2/10) dini hari lalu. Kediamannya bersebelahan dengan sang kakak di Jalan Bareng Raya II, Kota Malang.
”Dia (Alfi) datang sambil nangis-nangis. Saya tanya, kenapa? Ternyata, ayah-ibunya meninggal di stadion,’’ kata Maya saat ditemui Jawa Pos di kediamannya.
Maya langsung gemetar. Kakak kandung dan iparnya berpulang. Keponakannya jadi yatim-piatu. Pagi itu juga jenazah Yulianton dan Devi langsung dikebumikan. Alfi yang biasanya satu rumah dengan ayah-ibunya kini sendirian. ”Saya sudah janji bakal merawat Alfi. Saya sudah bilang ke dia, jangan sedih. Di rumah ada tante dan om yang akan selalu menemani dia,’’ beber Maya.
Kebetulan, putra sulung Maya sebaya dengan Alfi. ”Nanti kalau sekolah bisa berangkat bareng. Ke mana-mana bareng,’’ tambahnya.
Selain itu, masih ada sang nenek, Syafeiah. ”Selama ini ibu kan tinggal sama saya. Sekarang bakal serumah sama Alfi,’’ tambahnya.
Saat ditemui Jawa Pos kemarin, Alfi belum bisa berkata-kata. Dia hanya bisa menunduk di pangkuan sang nenek. Lomba cerdas cermat yang dia siapkan jauh-jauh hari sudah lenyap dari benaknya. ”Seharusnya, ayah dan ibunya lihat Alfi ikut lomba cerdas cermat hari ini (kemarin). Kami sangat bangga kalau dia bisa mewakili sekolahnya. Tapi, mau bagaimana lagi?” jelas Maya.
Kebetulan, pihak sekolah baru saja berkunjung ke rumah duka kemarin. Kokok, sang kepala sekolah, meminta Alfi untuk libur. ”Sampai kapan? Kami belum tahu. Kami tunggu sampai Alfi sudah siap masuk saja,’’ jelas Kokok.
Sebenarnya, akan ada penilaian tengah semester (PTS) pada 13 Oktober. Semua siswa diharapkan masuk. ”Syukur-syukur kalau Alfi sudah bisa ikut PTS,’’ tambahnya.
Dia memastikan Alfi akan diberi perlakuan khusus. ”Kami akan meminta wali muridnya untuk memberi bimbingan konseling secara khusus. Mengangkat mentalnya agar tetap semangat belajar,” ujar Kokok.
Karena dikenal cerdas, dia yakin Alfi bakal cepat beradaptasi. Apalagi, dia punya cita-cita yang tinggi. ”Dia ingin jadi polisi,’’ kata Maya.
Kebetulan ketika Jawa Pos berada di rumah duka, Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah datang bersama Ketua DPRD Kota Malang I Made Dian Riana Kartika. Begitu datang, Basarah langsung memeluk Alfi. ”Pemerintah akan menjamin sekolah Alfi sampai perguruan tinggi. Kami akan biayai sampai lulus,’’ katanya.
Namun, tiba-tiba salah seorang anggota keluarga Alfi nyeletuk kalau bocah tersebut ingin menjadi polisi. Basarah yang sejak datang memeluk Alfi langsung menimpali. ”Kalau mau jadi polisi nggak masalah. Jadi, lulus SMA tidak kuliah, langsung masuk polisi. Kami siap membantu mewujudkan itu,’’katanya. (gus/c6/ttg/kn)