KENDARINEWS.COM — Publik Sulawesi Tenggara sempat dihebohkan aksi sejumlah ibu rumah tangga (IRT) yang menghalau alat berat milik PT Wijaya Inti Nusantara (WIN), yang tengah beraktivitas di Desa Torobulu, Kecamatan Laeya. Rekaman diabadikan melalui video amatir itu, mengundang perhatian masyarakat.
Tampak dari video itu, sejumlah warga mendatangi lokasi yang rencananya akan dilakukan penambangan oleh PT WIN. Alasannya, karena penambangan dekat dengan pemukiman warga.
Saat turun langsung ke Torobulu, Kecamatan Laeya, akhir September 2023 lalu, sejumlah informasi berhasil dikumpulkan. Warga Torobulu “terbelah” alias beda pandangan menyikapi aktivitas PT WIN.
Ada masyarakat yang kontra alias menolak, karena menilai hadirnya pertambangan, akan memberi dampak lingkungan dalam jangka panjang dan merugikan kesehatan masyarakat.
Sementara warga yang pro atau mendukung menyebut, hadirnya tambang membawa dampak ekonomi positif. Ada uang debu, ada dana comunity development (Comdev), ada Coporate Social Responsibility (CSR), bisa menyerap tenaga kerja, ekonomi meningkat, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) bisa berputar, ada bantuan fasilitas rumah ibadah, pendidikan, sampai bisa dapat sembako menjelang hari raya.
Saat dikonfirmasi, Firman, salah satu masyarakat yang melakukan aksi penghadangan alat berat menyebut, dirinya adalah Warga Dusun I Desa Torobulu. Firman mengatakan, aksi tersebut karena belum ketemunya kesepakatan antara PT WIN dan sejumlah masyarakat yang kontra.
Kata Firman, keresahan masyarakat itu karena, aktivitas perusahaan dekat dengan pemukiman tepatnya di lokasi yang dikenal dengan “simpang tiga Torobulu”. Pihaknya menolak aktivitas dimaksud. Meski diakuinya bahwa lokasi aktivitas yang ditolak itu, bukan lahan milik salah satu dari masa aksi, dan bukan juga dibelakang rumah warga yang menghadang alat itu.
“Keresahan warga itu, karena sudah dipemukiman, kami sebelumnya mau ada pertemuan dengan pemerintah kecamatan, desa dan pihak perusahaan sebelum ada aktivitas yang dekat tower jaringan itu. Tapi tiba-tiba hari Kamis itu kita sudah dengar alat, makanya kami hadang,” ungkapnya.
Menurutnya, pihaknya tidak menolak kehadiran PT WIN secara total. Namun hanya menolak persoalan aktivitas dekat pemukiman dan tower jaringan itu. “Kami tidak ada solusi yang ditawarkan kecuali perusahaan tidak menambang di area dimaksud. Karena kita tidak bicara dampak satu dua hari ke depan, tapi dampak jangka panjangnya,” tegas Firman.
Informasi dari masyarakat yang demo saat itu terbatas. Karena ibu-ibu yang dihubungi usai viral melakukan penghadangan aktivitas PT WIN, menolak untuk dikutip komentarnya.
Berbeda dengan yang kontra, salah satu ibu yang enggan disebutkan namanya membenarkan bahwa aktivitas PT WIN berada dibelakang rumah miliknya. Namun demikian, ia tak menolak dan mengaku tak keberatan. Karena perusahaan telah membebaskan lahan dan itu masuk WIUP perusahaan.
“Di sini, semua rumah yang belakang rumahnya diolah itu tidak ada yang keberatan. Karena memang sudah dibebaskan, dan ada kesepakatan jarak, dan juga kompensasi. Dan saya sudah diberikan rumah baru jauh dari lokasi sekarang sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan,” ujarnya.
Kalau penambangan yang didekat tower dan viral itu, sambungnya, memang lahan perusahaan, lahannya pak Kasman, salah seorang masyarakat sekaligus Humas PT WIN. “Dan setau saya termasuk tower itu, mereka mengontrak lahan ke Pak Kasman,” tutupnya.
Ditemui terpisah, Kepala Desa Torobulu, Nilham menjelaskan, warga tidak menolak kehadiran PT WIN secara total. Hanya saja kata dia, atas kejadian yang viral di sosial media itu merupakan reaksi spontan sejumlah warga.
Alasannya, karena saat perusahaan beroperasi di simpang tiga dekat tower jaringan dinilai belum melakukan sosialisasi atau membicarakan dampak, jarak dan lain-lain.
“Awalnya ini saya lihat gerakan sejumlah warga merupakan kerisauan atau panik dengan adanya mobilisasi alat perusahaan yang belum sempat sosialisasi di lahan baru itu. Memang itu lahan pak Kasman, Humasnya (PT WIN). Tapi sejumlah warga kaget tiba tiba ada aktivitas disana. Jangan sampai perusahaan pindah di kompleks mereka jadi mereka antisipasi,” terangnya.
Perihal video lain yang beredar di tiktok telah terjadi penambangan di belakang rumah warga (jejeran rumah seblah kiri menuju pelabuhan) Nilham menegaskan, bahwa warga bersangkutan tidak mempermasalahkan karena sudah sesuai dengan kesepakatan warga, perusahaan dan pemerintah desa.
“Jadi kalau video lain beredar tentang penambangan di belakang rumah warga itu memang ada kesepakatan. Kecuali di dekat tower jaringan itu, memang warga dari kampung baru datang menghadang. Reaksi spontan sejumlah warga itu, karena mereka panik jangan sampai perusahaan nanti pindah titik di lokasi baru, dekat pemukimannya mereka,” imbuhnya.
Yang pasti, tambah Nilham, saat ini suasana di desanya aman dan damai, tidak ada riak, dan perusahaan menyetop aktivitas yang dimaksud. Dikatakannya, dalam waktu dekat akan terjadi pertemuan.
Nilham mengaku sebagai pemerintah desa hanya bisa menengahi. Sebab disisi lain, PT WIN telah mengantongi izin pemerintah pusat, namun warga juga berhak memikirkan dampaknya.
Sementara itu, pemilik lahan yang dekat tower dimaksud, Kasman yang merupakan juga Humas PT WIN sekaligus warga Torobulu tak menampik jika pihaknya telah melakukan penambangan di pemukiman warga atau di belakang rumah warga.
“Kami ini bukan menambang di hutan, tapi di kampung yang disini banyak orang pintar. Mana berani kami melakukan hal bodoh yang akan mencederai perusahaan kami secara hukum,” tegas Kasman sambil menunjukan sejumlah dokumen surat-surat tanah dan berita acara kesepakatan antara masyarakat dan perusahaan.
Intinya, tegas Kasman, pihaknya tidak menyalahi aturan dan siap berhadapan dengan hukum. Bahkan ke ranah manapun persoalan itu dibawah, pihaknya mengaku siap. Pihaknya memastikan perusahaan melakukan aktivitas secara legal bukan ilegal. Ia mengaku mana berani perusahaan beraktivitas jika tidak mengantongi IUP dan dokumen legalitas lainnya.
“Kita miliki IUP, wilayahnya jelas dan legal, lokasi juga masuk WIUP, dan sudah dibebaskan, warga juga sebagian besar sudah tandatangani kesepakatan, pemerintah juga demikian. Coba kita sisir tanya semua masyarakat yang dibelakang rumahnya kami garap apa keberatan atau tidak, tidak pak. Karena kami sudah bebaskan, kami garap, lalu kami ratakan kembali (reklamasi). Ada biaya dampak dan itu disepakati masyarakat dan pemerintah desa,” ujarnya.
Adapun lahan di simpang tiga Torobulu dekat tower jaringan itu, lanjutnya, adalah lahan pribadinya lengkap dengan alas hak. Bahkan, tower jaringan yang berdiri kokoh itu terletak pada lahannya.
“Lahan tempat tower, salah satu perusahaan jaringan itu berdiri adalah milik saya. Itu tower mengonkontrak tanah pribadi saya dengan ukuran 20 x 20 dan telah berjalan puluhan tahun. Kontrak akan berakhir 2027 nanti,” sebutnya.
Jadi, masih Kasman, PT WIN beraktivitas di lahannya dan sudah terjadi kesepakatan. Bahkan pihaknya telah berkoordinasi dengan pihak pemilik tower. Jarak aktivitas dilakukan 20 meter dari tower walaupun itu berdiri di tanahnya sendiri.
“Masa iya, saya koordinasi dengan yang demo itu. Memangnya tanah mereka, lagi pula mereka jauh dari lokasi ini. Tapi tiba-tiba mereka datang menghadang, lalu mereka video dan sebarkan videonya seolah kami menyerobot, atau merusak fasilitas,” tekannya.
Ditegaskannya, yang hadang alat hanya sejumlah orang saja dan bukan pemilik lahan. Dan sebagian besar yang demo kediamannya jauh dari lokasi yang dimaksud. Tetapi justru warga yang dekat lokasi tidak keberatan.
“Kami juga bingung mereka tidak ada solusi. Maunya kami jangan menambang, seandainya di lahan mereka, atau dekat dengan rumah mereka masuk akal. Ini lahan saya, jauh dari mereka. Kami kasih jarak 20 meter dari tower tapi mereka getol menolak, dan tidak memberi solusi,” imbuhnya. (ndi)