KENDARINEWS.COM — Penghentian penyidikan kasus dugaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu yang melibatkan Warga Negara Asing (WNA) mendapat sorotan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari. Dewan menilai alasan ditutupnya perkara ini lantaran belum cukup bukti kurang tepat.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Kendari, Rahman Tawulo mengatakan kesimpulan kepolisian menghentikan kasus ini tidak berdasar. Apalagi sejumlah saksi telah menyatakan KTP tersebut pernah dicetak.

“Saya tidak tahu, pihak polisi prespektif berpikirnya bagaimana, sehingga bukti-bukti yang selama ini sudah terungkap masih dinilai tidak cukup. Padahal kalau saya rasa alat buktinya sudah terpenuhi. Seperti pengakuan istri terduga (Wawan Saputra Razak), Keterangan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) yang katanya tidak pernah mencetak KTP, tapi ada oknum kelurahan, bukti KTP nya yangsudah dicetak, polisi mau cari bukti mana lagi,” ujar Rahman kemarin.
Dalam sebuah kasus, arus ada empat poin penting yang dipenuhi pihak kepolisian sebelum menerbitkan SP3. Yaitu tidak cukup bukti, daluwarsa (kasus sudah lebih dari 1 tahun), kepentigan umum, dan terduga tersangka meninggal atau kasusnya sudah pernah dipidanakan dengan kasus yang sama.
“Nah saya lihat, di alat buktinya sudah terpenuhi, terus kasusnya belum sukup 1 tahun, kepentigan umum, apa dan siapa sih ini orang? kemudian dia (terduga tersangka) juga belum meninggal. Jadi saya juga pusing bagaimana pengkajianya, kenapa bisa dihentikan,” ujarnya.
Politikus Partai Kebagkitan Bangsa (PKB) ini menilai, dengan alasan belum cukup bukti, berarti kemungkinan besar pihak kepolisian memaksa mengunkan pasal 264 dan 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Harusnya, pidana yang disangkakan itu UU Nomor 24 tahun 2013 tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan saja. Karena pasal itu lebih singkron dengan kasus yang ada saat ini,” pungkasnya. (c/ags)