KENDARINEWS.COM — Hari Raya Idul Adha tahun ini diprediksi jatuh pada 20 Juli. Ini tahun kedua Idul Adha atau hari raya kurban digelar dalam pandemi Covid-19. Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan protokol kesehatan (Prokes) pencegahan penularan Covid-19 dalam penyelenggaraan kurban. Tak hanya wajib patuh pada prokes Covid-19, pelaksanaan kurban mesti merujuk pada syariat Islam.
“Penyembelihan hewan kurban berlangsung tiga hari, mulai tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Hal itu untuk menghindari kerumunan demi mencegah penularan Covid-19. Penyembelihan hewan kurban dan kriteria hewan yang disembelih harus sesuai syariat Islam,” ujar Fesal Musaad, Kepala Kanwil Kemenag Sultra, Kamis (15/7) kemarin.
Mantan Kepala Kemenag Maluku itu menjelaskan ada dua kriteria (syarat) utama yang harus dipenuhi umat Islam ketika hendak berkurban. Pertama, harus sudah baliq (dewasa) dan berakal. Maksudnya, setiap umat Islam tanpa memandang status sosial bisa melaksanakan kurban seperti yang diajarkan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW.
Kedua, mampu. Setiap muslim yang memiliki kemampuan materi (harta) berlebih, dianjurkan untuk berkurban. Dengan berkurban maka akan menambah pahala sebagai bekal di akhirat nanti. “Akan tetapi bila tak mampu tidak dipaksakan,” ungkap Fesal Musaad.
Sementara untuk kriteria hewan yang hendak dikurbankan, kata Fesal, adalah hewan sehat, tidak kurus, dan tidak cacat. Di Indonesia, lanjut Fesal, jenis hewan yang paling kerap dikurbankan adalah sapi dan kambing. Kedua jenis hewan itu harus sehat. Ciri-cirinya aktif bergerak, nafsu makan tinggi, rambut (bulu) bersih dan cerah, hidung tidak basah, serta kondisi mata, mulut, hidung, dan anus yang bersih.
“Yang paling utama juga usia hewan yang hendak dikurbankan. Jika ingin kurban kambing, masyarakat hendaknya memilih kambing yang usianya sudah genap satu tahun atau kambing yang telah berganti gigi. Kalau ingin berkurban sapi, umur sapi minimal 1,5 tahun,” kata Fesal.
Adapun masyarakat yang berhak menerima daging kurban, kata Fesal, terdiri dari tiga kategori. Pertama adalah orang fakir dan miskin. Golongan tersebut wajib diberikan daging hewan kurban sesuai perintah Allah SWT bahwa manusia diwajibkan untuk memberi makan kepada sesamanya terutama orang fakir miskin dari daging hewan kurban.
Kedua, daging kurban sebaiknya diberikan kepada orang yang berkurban atau minimal diberikan kepada keluarganya. “Orang yang berkurban dianjurkan untuk mencicipi sebagian daging hewan kurbannya. Ini pernah dicontohkan Nabi Muhammad SAW dan disunahkan. Nabi pernah mencicipi daging hewan kurbannya sendiri sebangai bentuk kesyukuran bisa berbagi dengan kaumnya. Kalau sunnah berarti jika dilaksanakan dapat pahala, tidak dilaksanakan juga tidak apa-apa,” kata Fesal.
Ketiga, sebagian daging hewan kurban dianjurkan untuk dibagikan kepada kerabat, teman, dan tetangga sekitar meskipun mereka kaya. “Itu juga dianjurkan oleh nabi sebagai bentuk suka cita menyambut datangnya hari raya idul kurban, sekaligu untuks memotivasi masyarakat lainnya agar mau berbagi (berkurban),” kata Fesal.
Menteri Agama dalam surat edarannya menetapkan petunjuk teknis pelaksanaan kurban di luar wilayah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat. Di Provinsi Sultra hanya berlaku PPKM Mikro. Kebijakan menteri yang tertuang dalam surat edaran Nomor 16 tahun 2021, membolehkan pemotongan hewan kurban di luar Rumah Pemotongan Hewan Ruminansia (RPH-R) di luar wilayah PPKM darurat.
Kepala Kemenag Sultra, Fesal Musaad mengatakan, kebijakan penyembelihan hewan di luar RPH-R dilakukan dengan pertimbangan jumlah RPH-R yang dimiliki disetiap wilayah. Di Sultra hanya terdapat satu RPH-R, yakni di Kota Kendari. Itupun, kata Fesal, kemampuan potongnya terbatas, hanya sekira 50 ekor setiap harinya.
“Tidak sebanding dengan kemungkinan jumlah hewan kurban yang akan disembelih sekira 100 – 200 ekor perhari. Sehingga pemerintah mengizinkan pemotongan hewan kurban di luar RPH. Tapi kami sarankan pemotongan tetap di RPH. Karena pemotongan di RPH sudah terstandar. Mulai dari peralatan dan pengecekkan kondisi kesehatan hewan sebelum disembelih,” kata Fesal Musaad sembari mengimbau masyarakat atau penerima di rumah saja, karena daging hewan kurban akan diantarkan petugas kurban.
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian (Distan) Kendari, Sitti Ganef mengaku siap mengakomodir permintaan pemotongan hewan kurban masyarakat. Selain karena sudah menjadi fungsinya melalui RPH-R, pemotongan hewan kurban juga sudah diamanatkan melalui SE Menteri Agama Nomor SE 16 Tahun 2021.
Distan Kendari menyiapkan ruang penampungan hewan di RPH dengan kapasitas sekira 200 ekor, menyiapkan ruang produksi (tempat pemotongan) termasuk alat yang akan digunakan, menyiapkan petugas pemotong, dan dokter hewan yang akan memeriksa kondisi kesehatan hewan sebelum dikurbankan. “Pemotongan hewan kurban di RPH menerapkan prinsip Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (Asuh). Semua standar. Petugasnya wajib protokol kesehatan,” kata Sitti Ganef.
Sitti Ganef tak menampik jika kemampuan produksi RPH terbatas, hanya sekira 50 ekor per hari. Sehingga ia menyarankan pemotongan dilakukan di luar RPH jika ada warga yang ingin berkurban.
Periksa Kesehatan Hewan
Dinas Pertanian (Distan) Kendari memantau tempat penjualan hewan kurban. Upaya itu dilakukan untuk memastikan hewan kurban yang diperdagangkan sehat dan aman dikonsumsi masyarakat.
Kamis kemarin, tiga titik pusat penjualan kurban di Kendari yakni Rumah Potong Hewan Ruminansia (RPH-R) Kendari, Rakas Farm, UD Jumain dipantau. Untuk sementara, petugas belum menemukan hewan kurban sakit dan kelainan fisik (cacat).
Kepala Distan Kendari Sitti Ganef mengaku menurunkan tim berjumlah 48 orang yang terdiri dari unsur perwakilan Dinas Pertanian, Penyuluh Pertanian dan Pertenakan, Balai Karantina Hewan dan beberapa doker hewan. “Kami bergerak mulai H-6 Idul Adha untuk mengetahui kondisi kesehatan hewan kurban yang dijual pedagang. Jika ditemukan sakit atau cacat itu, langsung kita amankan. Karena tidak layak untuk dikonsumsi,” ujarnya.
Marketing Rakas Farm Agum Prawira mengatakan pemantauan hewan kurban oleh Distan kendari sangat membantu dalam memproteksi hewan kurban yang tidak layak dijual. “Biasanya kami hanya melihat dari sisi fisiknya saja. Kalau besar, pasti sehat. Padahal belum tentu. Pemeriksaannya meliputi antemortem dan post mortem. Kita diedukasi mengenali hewan kurban sakit,” kata Agum. (ags/b)