Kendarinews.com –– Pemerintah Desa Kumapo, melalui Kepala Desa Hastuti, resmi menggugat Kepala Badan Pertanahan Kabupaten Konawe atas enam bidang tanah bersertifikat milik warga Desa Kumapo. Gugatan tersebut telah terdaftar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari dengan Nomor Perkara 3/5/2025/PTUN.KDI tertanggal 15 April 2025.

Gugatan ini menyangkut enam Sertipikat Hak Milik (SHM) yang tersebar di wilayah Desa Kumapo, Kecamatan Onembute, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara. Adapun objek-objek sengketa tersebut meliputi:
SHM No. 00058/Desa Kumapo atas nama Satriani (luas 5.040 m²)
SHM No. 00209/Desa Kumapo atas nama Yorim (luas 10.015 m²)
SHM No. 00220/Desa Kumapo atas nama Asnun (luas 9.129 m²)
SHM No. 00221/Desa Kumapo atas nama Satriani (luas 14.112 m²)
SHM No. 00222/Desa Kumapo atas nama Anitasari (luas 21.916 m²)
SHM No. 00223/Desa Kumapo atas nama Asnun (luas 23.275 m²)
Namun langkah hukum yang ditempuh Kepala Desa menuai respons keras dari pihak warga, khususnya dari salah satu pemilik lahan, Asnun. Melalui kuasa hukumnya, Sheren Saranani, S.H, gugatan tersebut dinilai tidak berdasar dan mencederai kepentingan masyarakat.
Sheren menjelaskan bahwa dalih gugatan menyebutkan tanah tersebut merupakan kawasan milik desa yang harus dikelola secara kolektif oleh masyarakat. Namun, menurutnya, klaim tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Semua sertifikat yang dimiliki klien kami diperoleh secara sah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Kepala Desa seharusnya mempertimbangkan terlebih dahulu penetapan status kawasan hutan di wilayah tersebut sebelum menggugat.” tegasnya.
Saat ini, proses hukum tengah berjalan di PTUN Kendari. Pihak tergugat juga telah menyiapkan bukti-bukti pendukung, termasuk bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta hasil plotting dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Tak hanya itu, Sheren juga menyinggung adanya kepentingan pribadi dalam langkah hukum yang diambil Kepala Desa.
“Kami tidak menemukan satu pun warga yang merasa dirugikan atas kepemilikan sertifikat oleh klien kami. Maka kami pertanyakan, kepentingan siapa yang sebenarnya dibawa oleh Kepala Desa?” katanya.
Ia juga menyebut adanya dugaan penyerobotan lahan yang dilakukan oleh warga atas perintah langsung dari Kepala Desa.
“Dari hasil penyelidikan kami di lapangan, warga yang membabat pohon di lahan tersebut mengaku diperintah langsung oleh Ibu Hastuti,” ungkap Sheren.
Terkait hal ini, pihaknya telah melayangkan laporan ke Polda Sulawesi Tenggara dengan dugaan tindak pidana penyerobotan lahan.
“Kami berharap proses hukum berjalan dan jika terbukti, yang bersangkutan harus menerima sanksi pidananya,” tegasnya.
Sheren menyayangkan langkah hukum yang dianggap berpotensi memecah belah masyarakat desa.
“Sebagai Kepala Desa, seharusnya beliau menjadi penengah dan menyelesaikan masalah ini di tingkat desa, bukan justru menggugat warganya dengan mengatasnamakan masyarakat. Ini justru memecah belah,” pungkasnya. (KN)