KENDARINEWS.COM—Menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan kawasan hutan di Sulawesi Tenggara (Sultra), Pemerintah Provinsi Sultra melalui Sekretaris Daerah (Sekda), H. Asrun Lio, mewakili Penjabat Gubernur Andap Budhi Revianto, secara resmi membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla), Selasa (27/8)
Acara ini turut dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, mulai dari unsur TNI-Polri hingga akademisi dan perwakilan perusahaan.
Dalam sambutannya, Asrun Lio menyoroti pentingnya peran kawasan hutan yang luasnya mencapai 2,3 juta hektare di Sultra. Kawasan ini mencakup hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi yang memiliki fungsi krusial bagi kehidupan masyarakat, baik dari segi sosial, ekologis, maupun ekonomi.
“Salah satu konsekuensi dari peran hutan bagi pemenuhan kepentingan sosial dan ekonomi adalah penutupan hutan yang cenderung semakin menyusut. Ancaman ini, salah satunya disebabkan oleh perambahan hutan ilegal, illegal logging, serta kebakaran hutan dan lahan yang terus terjadi setiap musim kemarau,” ujar Sekda.
Sultra, dalam tiga tahun terakhir, menghadapi anomali iklim yang cukup signifikan. Sejak 2020 hingga 2022, wilayah ini mengalami fenomena La Nina yang menyebabkan kemarau basah.
Namun, pada 2023, kondisi berubah drastis dengan adanya El Nino yang membawa kemarau panjang. Akibatnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) beberapa kali mengeluarkan peringatan dini tentang potensi kekeringan. Bahkan, Gubernur Sultra telah menetapkan status tanggap darurat kekeringan di beberapa wilayah kabupaten.
Situasi ini memperparah kondisi Karhutla di Sultra. Berdasarkan data Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada 2023, Sultra menempati peringkat ke-11 tertinggi dalam luas areal kebakaran hutan dan lahan secara nasional, dengan total luas yang terbakar mencapai 18.736,46 hektare.
“Jumlah titik hotspot yang terdeteksi pun sangat mengkhawatirkan, dengan 140 titik kategori tinggi dan 1.053 titik kategori sedang yang terpantau melalui satelit NASA Modis,”paparnya.
Asrun menjelaskan bahwa kebakaran hutan dan lahan di Sultra tersebar di berbagai kabupaten dengan Bombana menjadi wilayah yang paling terdampak, mencapai 10.217,32 hektare. Kabupaten lain yang juga terkena dampak signifikan antara lain Konawe Selatan (2.227,39 hektare), Konawe Utara (1.225,10 hektare), dan Kolaka (1.219,08 hektare).
” Sementara itu, hingga 31 Juli 2024, luas areal yang terbakar di seluruh Sultra telah mencapai 215,37 hektare,”.matanya
Asrun menambahkan bahwa dampak Karhutla sangat merugikan, terutama terhadap keanekaragaman hayati.
“Kebakaran hutan dan lahan dapat menyebabkan penurunan produktivitas tanah, hilangnya habitat dan populasi berbagai jenis tumbuhan dan satwa, serta meningkatkan risiko bencana alam seperti erosi, banjir, tanah longsor, dan kekeringan,” katanya.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah mengeluarkan berbagai regulasi yang mengatur kewajiban pemegang izin terkait pengelolaan kawasan hutan. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, para pemegang izin diwajibkan untuk membentuk brigade pengendalian Karhutla, melakukan pencegahan, serta pemadaman jika kebakaran terjadi.
“Sesuai dengan arahan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) pada Maret 2024 lalu, kewaspadaan harus terus dijaga, dan semua pihak harus saling bahu-membahu dalam menanggulangi Karhutla. Dengan luasnya sebaran kebakaran hutan dan lahan, perlu dilakukan penguatan koordinasi dan sinergi lintas instansi,” tegasnya.
Rapat tersebut dihadiri oleh berbagai pihak terkait, termasuk Kapolda Sultra atau yang mewakili, Danrem 143/Haluoleo atau yang mewakili, Kajati Sultra atau yang mewakili, serta Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Sultra.
Hadir juga Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim Wilayah Sulawesi, Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Sultra, Kepala UPT Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sultra, Kepala UPTD KPH se-Sultra, Akademisi Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo, serta perwakilan dari perusahaan pemegang izin usaha kehutanan, perkebunan, dan pertambangan. (rah/kn)