KENDARINEWS.COM — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan, makna kemerdekaan adalah saat Indonesia bebas dari korupsi. Namun, Firli menambahkan, saat ini hal itu belum sepenuhnya terwujud. Musababnya mengisi kemerdekaan ternyata lebih sulit ketimbang berjuang merebut kemerdekaan. Hal ini karena manusia-manusia yang memiliki ‘mental terjajah’ oleh perilaku koruptif.
Untuk merealisasikan agar Indonesia bebas dari korupsi, Firli pun mengatakan pentingnya peran aktif masyarakat, untuk ikut menghentikan korupsi. Hal ini dilakukan dengan cara menjunjung integritas, kejujuran, serta kekuatan moral dan ahlak yang tinggi untuk melawan dan membasmi korupsi.
Menanggapi adanya pernyataan Firli dalam siaran pers terkait HUT ke-77 RI ini, sejumlah mantan pegawai KPK pun langsung angkat suara.
Mantan juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pada dasarnya, teks pesan yang disampaikan Firli itu bagus. Namun dia menyarankan agar Firli dan pimpinan lembaga antirasuah lain tak terus beretorika. “Saran saya, pimpinan KPK banyak-banyaklah bercermin,” sindir Febri Diansyah, kemarin.
Selain itu, Managing Partner Visi Law Office ini, juga meminta agar Firli dan koleganya intropeksi diri dalam memimpin dan evaluasi diri, kenapa sampai membawa KPK jadi lembaga penegak hukum yang paling tidak dipercaya.
Sementara itu, menanggapi adanya pernyataan Firli, mantan Pegawai KPK Novel Baswedan menambahkan, Indonesia harus merdeka dari praktik manipulasi, perbuatan sewenang-wenang, dan penggunaan hukum untuk membuat ketidakadilan demi kepentingan sendiri atau kelompoknya.
“Terutama yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, dan yang bertugas memberantas korupsi,” tukas Wakil Ketua Satgassus Pencegahan Korupsi Mabes Polri ini.
Untuk diketahui, dalam siaran persnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, jika Indeks Persepsi Korupsi dari Transparansi Internasional menunjukkan tren positif. “Syukur Alhamdulilllah, skor Indeks Persepsi Korupsi dari Transparansi Internasional, naik dari 37 menjadi 38 di tahun 2021,” kata Firli.
Indeks Perilaku Anti Korupsi dari BPS, katanya juga meningkat, dari 3,88 ke 3,93 di tahun 2022. Namun, pernyatan itu kontradiktif, jika dibandinkan dengan skor IPK Indonesia di angka 40 pada 2019 lalu.
Kondradiktif lainya, Firli beberapa kali dinyatakan melanggar etik oleh Dewas KPK. Diantaranya melanggar nilai-nilai antikorupsi, karena terbukti bergaya hidup mewah, saat naik helikopter ke kampung halamannya di Sumatera Selatan.
Selain itu, saat menjadi Deputi Penindakan KPK, Firli juga dinilai terbukti melanggar etik oleh Dewan Pertimbangan Pegawai KPK. Ini karena Firli bertemu dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat M Zainul Majdi (Tuan Guru Bajang TGB) di NTB pada 12 dan 13 Mei 2018. Padahal KPK kala itu sedang menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont yang melibatkan Pemerintah Provinsi NTB dan menyeret nama TGB.
Namun, kendati pernah dua kali melanggar etik, Firli kerap menggaungkan soal pentingnya melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi. Diantaranya menjaga integritas dan berperilaku jujur seperti yang dikemukan dalam siaran persnya. (jpg)