KENDARINEWS.COM–Tak terasa, Ramadan telah memasuki malam ke 18. Bulan yang penuh berkah ini segera berlalu. Setelah menjalani 10 hari di bulan Ramadan, secara jasmani, orang yang berpuasa telah berhasil melewati tahapan yang disebut dengan alhayawani. Rasa lapar dan haus sudah tidak menjadi persoalan.
Sementara sepuluh hari kedua Ramadan, memasuki tahapan nafsani, yang merupakan tahapan psikologis penguatan kejiwaan. “Kalau yang pertama besifat fisik, maka yang kedua bersifat psikis,” ujar Kepala Kanwil Kemenag Sultra H. Zainal Mustamin.
Allah SWT menyatakan dalam Alquran surah An Nazi’at ayat 40 yang artinya “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya”. Karena itu, harus mengendalikan psikis dari keterjerumusan nafsu. Bulan puasa ini bukan sekedar bulan suci, tapi sekaligus bulan pensucian diri. Bulan puasa tidak akan bermakna apapun jika manusia tidak melakukan pensucian diri, dan tahapan sepuluh hari kedua yang dikenal dengan tahapan nafsani ini adalah momentum pensucian diri. Manusia yang diciptakan oleh Allah SWT sejatinya adalah manusia fitrah.
Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan suci. Maka, kedua orangtuanya atau lingkungan yang memberikan pengaruh pada seorang. Perjalanan manusia dari suci kemudian mengalami pengotoran, adalah akibat dari kelemahan manusia. Diperlukan pensucian dari sifat-sifat yang tidak baik. Pensucian psikis harus dilakukan agar bisa memasuki tahapan ketiga yakni tahapan ruhaniah, mendapat berkah dari Allah SWT bertemu dengan Lailatul Qadar. Lailatul Qadar itu hanya bisa dipersiapkan secara fisik di 10 hari pertama, dan secara psikis atau nafsani disepuluh hari kedua.(ani/kn)