KENDARINEWS.COM — Dengan luas wilayah mencapai 3.391,62 kilometer persegi, Kolaka Utara didominasi daerah perbukitan. Dengan kondisi geografis seperti itu, membuat daerah tersebut kerap dilanda bencana alam. Hanya saja, keberadaan jalur evakuasi belum jelas dan muncul secara spontan ketika musibah tiba. Masalah tersebut kemudian dibahas dalam kegiatan sosialisasi komunikasi, informasi dan edukasi rawan bencana 2021, Selasa (23/3).
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kolut, Hj. Syamsuryani, menjelaskan, kegiatan tersebut untuk mengedukasi dan mendorong upaya komunikasi antar pihak agar pencegahan maupun penanganan pasca bencana dapat dituntaskan. “Komunikasi ini yang kadang kurang. Biar ada kejadian di lapangan, terkadang lamban informasi dan minim data,” ujarnya. Penyampaian data kadang lamban direspon oleh pihak administrator di kelurahan atau desa masing-masing. Itulah yang memperlambat penyaluran bantuan hingga pemulihan dampak pasca bencana.
“Seharusnya ketika ada bencana pelaporan data kerusakan maupun korban itu yang lekas disampaikan,” tuturnya. Kolut merupakan daerah yang rawan bencana banjir, longsor, puting beliung, kebakaran hutan hingga terakhir kali diprediksi rawan dilanda tsunami. Hal yang minim dalam hal ini yakni jalur evakuasi. Setiap desa yang masuk wilayah rawan bencana perlu menetapkan jalur evakuasi. Terkait potensi tsunami, itu merupakan hasil kajian atas kerjas ama Research and Empowerment Institute (RESYS), Pemprov dan BPBD Sulawesi Tenggara.
Disebutkan, 32,900 hektare wilayah pesisir Kolut yang membentang dari utara hingga selatan Bumi Patowonua itu potensi diterjang tsunami dengan tingkat kerawanan tinggi. Potensi itu didukung geomorfologi pendaratan rendah, riwayat gempa di bawah permukaan laut dan interpretasi yang menyebutkan jika evolusi tektonik Teluk Bone hingga sekarang bisa saja masih berlangsung. Beberapa kecamatan yang desanya terpaut dalam daftar potensi terdampak dengan tingkat kerawanan tinggi antara lain Kecamatan Lasusua, Lambai, Rante Angin, Wawo, Katoi, Kodeoha, Tiwu dan Watunohu, Ngapa, Pakue Raya, Batu Putih dan Tolala. “Siaga itu penting,” pungkas Hj. Syamsuryani. (b/rus)