KENDARINEWS.COM — Belanda dan Jepang meninggalkan jejak penjajahan di tanah Sulawesi Tenggara. Jejak kolonialisme bisa ditelusuri dari peninggalan peralatan perang. Adalah situs “Baterai” di Kelurahan Mata, Kecamatan Kendari. Dahulu, Baterai Mata dijadikan sebagai benteng pertahanan tentara fasisme Jepang. Kini, Baterai Mata ditetapkan sebagai cagar budaya Kota Kendari dan dipoles menjadi spot wisata.
AGUS SETIAWAN, Kendari
Sebuah meriam Honisuit kuno masih berdiri kokoh di atas penyangga beton. Artileri pertahanan Jepang itu diaplikasikan mengarah ke Teluk Kendari. Pada titimangsa 1942, serdadu fasisme Jepang membangun bungker yang dilengkapi kanon Honisuit untuk menghalau sekutu di Kota Kendari. Kanon Honisuit dengan laras sekira 3,5 meter dan bungker mini di Kelurahan Mata dikenal Baterai Mata. Menjadi saksi bisu kolonialisme merangsek di Bumi Anoa. Bungker buatan pasukan Kaisar Jepang itu berdiri di atas lahan sekira 100 meter persegi. Luas bungker sekira 27 meter persegi.
Pasukan Jepang mendarat di Kota Kendari tepat 24 Januari 1942. Tiga lokasi yang menjadi jalur masuk pasukan negeri matahari terbit itu, yakni di Desa Tondowatu (Konawe), Abeli, dan Kota Lama (Kendari). Pasukan Jepang tak butuh waktu lama dalam menguasai wilayah Kendari. Hanya tiga hari, dominasi Belanda dan sekutunya yang berkuasa saat itu bisa ditaklukan. Termasuk Kerajaan Laiwoi. “Persiapan perang Jepang mereka sudah matang saat itu. Berbekal data dan informasi yang valid tentang Sulawesi Tenggara dari pengusaha bernama F. Maeda yang sebelumnya sudah diutus berdagang (es dan perbengkelan) di Kendari, pasukan Jepang dengan mudah melancarkan aksinya,” ungkap Sejarawan Sultra, Dr.Basri Melamba, M.A kepada Kendari Pos.
Setelah masuk di Kendari, pasukan Jepang langsung bergerilya mulai dari Kota Lama, Mandonga, hingga ke kawasan Ranomeeto. “Di Mandonga pasukan Jepang sempat membunuh seorang pendeta asal Belanda bernama MJ Huwelus, kemudian di Lepo-lepo pasukan Jepang bertempur melawan sisa pasukan KNIL Belanda dan banyak peristiwa-peristiwa lainnya hingga mereka (Jepang) berhasil menguasai Kendari tepat 26 Januari 1946,” jelas Dr.Basrin Melamba.
Pasukan Jepang bergerak meraih simpati rakyat Kendari. Jepang membangun hubungan kerja sama dengan Kerajaan Laiwoi, Raja Tekaka di Lepo-lepo yang mengantikan Sao-sao sejak tahun 1938. Raja Tekaka mengaku tunduk pada Jepang, demikian pula Lasandara Kapita di Wawotobi. “Lasandara merupakan pembantu utama dari Kerajaan Laiwoi yang sudah ditangkap pasukan Jepang pada 26 Januari 1944 di Puunggolaka. Mereka (Tekaka dan Lasandara Kapita) kemudian dijadikan Raja Satu dan Raja Dua. Dengan tunduknya Tekaka (Raja Satu) dan La Sandara (Raja Dua) praktis seluruh daerah Kerajaan Laiwoi berada dalam kekuasaan Jepang,” kata Dr.Basrin Melamba, alumni SMEA Negeri Unaaha itu.
Untuk mempertahankan kekuasaannya, Jepang membangun kubu pertahanan dan gudang-gudang dan bungker. Salah satu bungker yang dibangun adalah sebuah baterai di Wilayah Mata, dekat Teluk Kendari. “Menurut pengakuan Wuderatman Tobarasi, salah satu saksi sejarah Baterai Mata dan pernah bertugas menjadi juru keker (bidik) pasukan Jepang, Baterai Mata yang dilengkapi meriam digunakan untuk menghancurkan musuh dari jarak jauh. Menghancurkan sekutu yang datang dari jalur laut (Teluk Kendari) maupun darat dan jalur udara,” ungkap dosen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Halu Oleo itu.
Selain untuk menjaga kekuasaan dari gangguan sekutu, alasan lain pembangunan Baterai Mata mengingat kedudukan Kendari sebagai pusat pertahanan Jepang dari arah laut koral (pasifik selatan) waktu itu. Kendari merupakan titik tengah dalam sistem segitiga pertahanan Jepang yaitu Morotai (Maluku Utara), Kendari dan Kupang (NTT).
“Waktu itu, Kendari menjadi gudang persenjataan dan peralatan disamping sebagai tempat perbaikan (bengkel) Jepang. Itulah yang jadi alasan Jepang membangun basis pertahanannya di Kendari. Salah satunya dengan membangun Baterai Mata. Itu juga jadi bukti bahwa Kendari punya peran penting dalam perang dunia kedua khususnya pada perang pasifik,” kata Dr.Basrin Melamba yang juga Sekretaris DPD LAT Kota Kendari.
Oleh karena itu, penetapan Baterai Mata sebagai cagar budaya Kota Kendari menurut Dr.Basrin Melamba sangat tepat karena sudah memenuhi kriteria. Seperti telah berumur lebih dari 50 tahun dan memiliki nilai penting sejarah bagi posisi strategis Kendari dalam perang pasifik.
Selanjutnya, Baterai Mata dapat memperkenalkan struktur bangunan modern dengan konstruksi beton yang masih langka dan masih bertahan saat ini serta memperlihatkan ciri khas bangunan sistem pertahanan Jepang yang dilengkapi dengan persenjataan modern dizamannya (meriam) selain bungker dan pilboks. “Itulah alasan mengapa tim ahli cagar budaya Kota Kendari mengusulkan penetapan Baterai Mata sebagai cagar budaya baru. Dan itu disetujui oleh Wali Kota Kendari,” kata Dr.Basrin Melamba.
Alumni doktor Universitas Pandjajaran itu, setelah penetapan cagar budaya ini, Pemkot Kendari segera menata atau memugar Baterai Mata dalam rangka perawatan situs agar bisa dinikmati oleh masyarakat khususnya generasi penerus. “Tentunya upaya itu harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Keamanannya juga harus dijaga. Kalau sudah begitu saya yakin salah satu tinggalan sejarah ini bisa menjadi wisata sejarah di Kendari. Upaya promosi juga penting ke depannya,” kata Dr.Basrin Melamba.
Senada, Ketua Panitia Pendataan Peninggalan Cagar Budaya Kota Kendari, Endry Irwan Tekaka mengaku penetapan Baterai Mata sebagai cagar budaya Kota Kendari sangat tepat karena merupakan bagian dari warisan budaya bersifat kebendaan yang memiliki nilai penting bagi sejarah ilmu pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan sesuai dengan undang-undang nomor 10 tahun 2010 tentang cagar budaya.
“Dengan adanya penetapan cagar budaya itu akan membuat generasi pelanjut atau generasi milenial kita tahu bahwa Kendari ini adalah bagian dari sejarah Indonesia. Dan saya sebagai bagian dari tim cagar budaya Kendari dan perwakilan Kerajaaan Laiwoi mengucapkan rasa hormat, salut dan terima kasih kepada Wali Kota Kendari yang telah menetapkan status dari peninggalan sejarah di Kendari,” kata Endry Irwan Tekaka.
Putera Kerajaan Laiwoi itu mengungkapkan, selain Baterai Mata, sebenarnya Wali Kota Kendari juga telah menetapkan enam peninggalan lainnya sebagai cagar budaya baru di Kendari. Keenam tinggalan itu adalah Sekolah Cina, Pesanggrahan, Kuburan Belanda, Penjara Kolonial, Rujab Garnizoens Batalion Detachement, dan Waterreservoir. “Kesemuanya adalah peninggalan Belanda, dan merupakan ikutan peninggalan Baterai mata. Semua berada di kawasan kota lama,” kata Endry Irwan Tekaka.
Endry Irwan Tekaka menyebut berdasarkan pendataan oleh tim cagar budaya Kendari, masih ada sekira 49 peninggalan baik benda, situs maupun kawasan yang berpotensi ditetapkan sebagai cagar budaya Kendari. “Ke depannya kita akan menetapkan kembali. Namun memang itu harus secara perlahan kita tetapkan. Karena tidak begitu gampang kita menetapkan suatu kawasan. Perlu ada kajian, penelitian dan narasumber yang menguatkan tinggalan yang kita akan usul itu,” kata Endry Irwan Tekaka. Sebelumnya, Pemerintah Kota Kendari telah menetapkan Baterai Mata sebagai salah cagar budaya baru di Kota Kendari. Itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Wali Kota Kendari nomor 148 tahun 2021. Penetapan cagar budaya baru ini diharapkan dapat menambah kekayaan budaya sejarah Kota Kendari. (b)