KENDARINEWS.COM — Perseroan Terbatas (PT) Citra Silika Malawa (CSM) yang beroperasi di Blok Sua-Sua (Potoa) Desa Sulaho, Kecamatan Lasusua, dianggap melakukan perusakan lingkungan pencemaran muara sungai dan air laut. Akibat aktivitas pengerukan material tambang nikel di bukit-bukit sekitar perkampungan penduduk, kini masyarakat pada Dusun IV di Sulaho paling merasakan dampaknya.
“Hampir setiap musim penghujan jika dalam intensitas tinggi, rumah kami selalu tergenang. Air merah bercampur lumpur setinggi lutut orang dewasa menggenang. Lumpur itu ditimba ke baskom atau dibiarkan kering lalu dibersihkan lumpurnya,” ujar Indo Ati, warga Dusun IV Sulaho, akhir pekan lalu. Bukan hanya rumahnya, hampir sebagian besar pemukiman warga di kawasan itu dikepung banjir. Tanaman kebun rusak, tambak tergenang hingga air laut juga menjadi merah. Sebelum tambang datang, masyarakat Desa Sulaho berprofesi sebagai petani, petambak dan pedagang kopra yang dihasilkan dari kawasan itu. Saat ini mereka hanya bergantungkan hidup dari hasil laut sebagai nelayan yang mulai kesulitan hasil tangkapan, karena air laut merah.
Salah satu perusahaan yang sedang aktif beroperasi saat ini di bukit perkampungannya yakni PT. CSM. Aktivitas alat beratnya pada sisi selatan pemukiman penduduk berjarak cukup dekat. Kepala Dusun IV Desa Sulaho, Abdullah (43) menjelaskan, warganya pada wilayah itu sebanyak 64 kepala keluarga. “Tambak itu sudah rata ditimbun karena setiap banjir tambak rusak. Jambu mete juga begitu, apalagi cari ikan. Tidak hujan saja itu pinggir laut merah,” keluhnya sambil menunjuk garis pantai.
Lahan perkebunan kelapa yang kritis hingga mati di perkampungan itu diperkirakan mencapai 10 hektare. Begitu juga tambak yang sudah hilang juga diperkirakan seluas itu. Selain itu, fasilitas publik baik sekolah serta masjid juga terdampak. “Pihak CSM tak ada sama sekali kepeduliannya. Mereka bahkan selalu menghindari tagihan warga,” bebernya.
Warga kerap melayangkan protes ke pihak PT CSM baik secara lisan maupun pengerahan massa dari para penduduk di sekitar lahan pertambangan. Kehadirannya dianggap sangat meresahkan dan dituding menyerobot lahan dari 20 pemilik yang mereka klaim. “Setiap masyarakat yang protes selalu diarahkan ke Polres untuk diminta berdamai. Ini dampaknya jangka panjang,” kesalnya.
PT CSM baru beroperasi kembali dalam kurun waktu tiga bulan berjalan sejak berhenti melakukan aktivitas pertambangan beberapa tahun silam. Warga waktu itu pernah mendapat Rp 70 juta dengan alasan permintaan dana dampak pencemaran. Per KK hanya mendapat Rp 600 ribu karena dibagi ke sejumlah Dusun lainnya. Pihak PT CSM menyebut dana itu sebagai CSR perusahaan. Tahun ini PT CSM kembali beroperasi dengan mengabaikan hak masyarakat serta dituding menyerobot sejumlah lahan warga. Bahkan menggarap lahan yang telah direklamasi pasca pertambangan ditutup beberapa tahun lalu.
Terkait dugaan penyerobotan serta pengerukan di lahan reklamasi, Kepala Teknik Tambang (KTT) PT CSM, Ari Gozali yang ditemui di base camp perusahaan mengaku, dirinya baru bertugas April 2020 dan belum mengetahui pasti mana lahan reklamasi. “Setelah saya datang sudah ada yang rusak,” argumennya. Terkait dampak pencemaran lingkungan baik di darat dan laut Sulaho, Ari Gozali menengaskan, itu bukan aktivitas PT. CSM namun penambang lain, sebelumnya.
Oleh Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia (KLH RI) melalui surat nomor B12492/Dep.V/LH/HK/11/2013, membeberkan, PT CSM tidak melaksanakan pengelolaan lingkungan dan diduga kuat telah menyebabkan pencemaran air muara dan perairan laut Desa Sulaho serta menimbulkan kerusakan. Mereka didesak menghentikan aktivitas penambangan. Di tempat terpisah, Humas PT. CSM, Nuno, mengatakan, terkait limbah yang menyebabkan kerusakan pada kebun masyarakat, pihaknya telah memyalurkan kompensasi awal beberapa tahun lalu melalui dana CSR dan ganti rugi tanaman. Dananya dibenarkan senilai Rp 70 juta dibayar tiap bulan.
Pantauan di lapangan, PT CSM setidaknya mengerahkan kurang lebih 20 unit excavator mengeruk ore pada dua titik berbeda. Meski tidak memiliki terminal khusus (Tersus) terlihat tiga tongkang perusahaan sedang bersandar melakukan pengisian dan dua lainnya berlabuh pada sisi barat daya base camp menunggu giliran pemuatan ore. Inspektur Tambang Wilayah Sultra, Isran Naim maupun Kabid Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kolut, Taufik, sebelumnya telah menyampaikan, hingga kini PT. CSM belum memiliki Tersus. Padahal pihak perusahaan tersebut terpantau telah puluhan kali mengangkut material tambang. (b/rus)