Kendarinews.com — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali menunjukkan kinerja impresif dengan menjaga stabilitas harga di tengah tekanan ekonomi nasional. Berdasarkan laporan terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), Sultra mencatat deflasi sebesar 0,17% pada bulan Oktober, kontras dengan inflasi nasional yang mencapai 0,08%. Capaian ini mengukuhkan Sultra sebagai salah satu provinsi yang berhasil mempertahankan kestabilan harga.
Deflasi di Sultra pada Oktober 2024 ini didorong oleh penurunan harga di kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yang menyumbang deflasi sebesar 0,58% dengan andil 0,19%. Komoditas utama yang turut menekan harga adalah beras, terong, dan bayam, masing-masing dengan andil deflasi sebesar 0,06%, 0,05%, dan 0,04%. Meskipun begitu, ada beberapa komoditas yang memicu inflasi bulanan, seperti kacang panjang, ikan layang, dan emas perhiasan.
Secara tahunan (year on year), inflasi Sultra tercatat sebesar 0,71%, jauh di bawah rata-rata nasional 1,71%, menjadikan provinsi ini peringkat kedua terendah dalam inflasi tahunan dari 38 provinsi di Indonesia. Komoditas seperti sigaret kretek mesin dan emas perhiasan memang menyumbang inflasi tahunan, namun stabilitas harga masih terjaga berkat komoditas-komoditas lain yang menekan inflasi, seperti beras dan angkutan udara.
Penjabat (Pj) Gubernur Sultra, Andap Budhi, mengucapkan apresiasi atas kerja keras semua pihak, mulai dari Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), Pemerintah Daerah, hingga pelaku pasar. “Keberhasilan ini adalah hasil dari sinergitas dan kolaborasi antara TPID, Pemerintah Daerah, stakeholder terkait, dan pelaku pasar. Kami akan intens memantau dinamika di pasar dan intervensi harga, serta memperkuat langkah-langkah inovatif agar semuanya dapat terjaga dengan baik,” ujar Andap.
Sementara itu, Andap juga berkoordinasi dengan Kepala Perwakilan BI Sultra, Doni Septadijaya, guna menyikapi deflasi yang telah terjadi berturut-turut sejak Juni 2024. Menurut Doni, indikator ekonomi tidak menunjukkan penurunan daya beli masyarakat, dengan pertumbuhan kredit dan simpanan dana pihak ketiga yang positif dibandingkan tahun sebelumnya.
Deflasi di Sultra turut dipengaruhi beberapa faktor, seperti dampak El Nino dan La Nina yang relatif terkendali, produksi beras yang lebih baik, serta penurunan harga komoditas beras dan angkutan udara yang menjadi penyesuaian dari level harga tinggi pada tahun sebelumnya.
Pemprov Sultra pun merumuskan langkah strategis ke depan, yaitu percepatan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), optimalisasi APBN dan Dana Desa, hingga proteksi harga komoditas bagi petani. Program lainnya termasuk akselerasi pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan perluasan kios pemantau harga sebagai bentuk pengendalian inflasi yang lebih ketat.
Dalam menyikapi potensi lonjakan harga pada 2025, Pemprov Sultra akan meningkatkan kewaspadaan menghadapi “base effect” statistik, yaitu fenomena yang membuat kenaikan harga tampak signifikan jika dibandingkan dengan angka tahun sebelumnya yang lebih rendah. Dengan langkah antisipatif, Pemprov Sultra optimistis menjaga inflasi tetap stabil demi mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
“Kami optimis inflasi Sultra akan tetap stabil sehingga dapat mendukung dalam peningkatan ekonomi daerah, dan kesejahteraan masyarakat,” tutup Andap. (rls/kn)