Kendarinews.com – Lembaga Adat Kesultanan Buton menggelar seleksi Sultan Buton yang baru. Sayangnya, proses yang sudah memasuki tahap akhir itu harus ditunda, karena tidak mendapat dukungan dari pemerintah kota Baubau.
Bonto Ogena (Menteri Besar) LAKB
Drs. H. Abdul Wahid mengatakan proses pemilihan sultan Buton sejatinya sudah sampai ke tahap Faali (penentuan calon terbaik). Itu dilakukan pada Kamis malam 16 Mei lalu di Masjid Keraton Buton. Hanya saja, ketika prosesi Faali berjalan, pihak Pemkot Baubau meminta agar acara itu tidak dilanjutkan karena belum mendapat izin resmi dari bapak wali kota Baubau.
“Jadi sementara berjalan, itu datang Plh sekda, beberapa kadis, ada satpol PP juga. Itu memboikot kegiatan kami. Dasarnya itu surat Plh. Sekda yang menyebut kita belum mengantongi izin, padahal kami sudah melakukan sesuai prosedur sebenarnya,” ungkapnya kepada wartawan.
Soal izin kata Bonto Ogena,
Pihaknya sudah minta izin pada para petugas Masjid Keratan. Lalu kemudian sudah pula bersurat ke pemerintah kota untuk menginformasikan soal kegiatan itu. “Jadi yang mana dikatakan tidak izin, jelas-jelas sudah izin, dan pengurus masjid sudah mempersilahkan dan tidak pernah melarang, tapi pemerintah melarang ada apa, kalau dikatakan pa wali yang larang, kami tidak yakin karena beliau orang cerdas, yang paham hukum dan tatanan adat,” sambungnya.
Masih kata Abdul Wahid, kalau kemudian dinilai kelompok kami ilegal, justru kamilah yang sah dimata hukum. Sebab memiliki kekuatan hukum yang cukup, seperti punya akta notaris, punya pengurus, punya AD-ART. Dan kemudian dikuatkan dengan putusan dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi hingga putusan Mahkamah Agung. “jelas dikatakan, bahwa lembaga adat yang sah adalah yang bersekertariat di Kamali, dan kamilah pengurusnya,” tegas dia.
Meski terpaksa harus menunda proses Faali itu, Abdul Wahid akan menunggu komitmen Pemkot untuk mengundang pihaknya duduk bersama menyelesaikan masalah ini. “Waktu di Masjid kita sudah sepakat, bahwa kami akan dipertemukan dengan bapak walikota. Dengan catatan, hanya lembaga adat kami. Tidak digabung lagi dengan yang lain karena sudah terlalu panjang diskusinya, masalah ini sudah puluhan tahun dan kami sudah memenangkannya di pengadilan,” pungkasnya.
Sementara itu Drs. L.M Mursalim Zubair MSi selaku Yarona Imamu (mantan imam besar) Masjid Keraton Buton menegaslan Masjid Keraton Buton adalah milik bersama. Seluruh kegiatan keagamaan bisa menggunakan Masjid Keraton. “Kalau kemudian proses Faali itu disebut bukan kegiatan keagamaan yang mengharuskan penyelenggara wajib mendapat izin dari wali kota, saya pikir itu keliru. Justru Faali itu adalah ibadah. Karena didalamnyan ada zikir 10 ribu kali, lalu ada shalah hajat, itukan giat agama,” bebernya.
Untuk itu diapun menyayangkan jika proses pemilihan Sultra Buton harus ditunda karena alasan tidak dikategorikan sebagai kegiatan keagamaan. Padahal sejak dulu, proses seleksi hingga pelantikan Sultan memang dilakukan di kompleks Masjid Keraton Buton itu.
Dijelaskannya lagi, berdasarkan aturan, bahwa Sultan dipilih tidak berdasarkan garis keturunan melainkan dipilih dalam tiga golongan ‘Kaomu’ atau bangsawan yakni Tanah Yilandu, Kombewaha, dan Tapi-Tapi. Kemudian, Sultan Buton dipilih oleh Siolimbona atau kelompok sembilan Bontona (menteri) yang sangat menguasai adat. “Dengan begitu sakralnya proses pemilihan Sultra ini, maka tidak boleh lembaga adat kita ini mau disamakan dengan Ormas atau organisasi lain seperti yang distatmenkan oleh oknum pejabat kota,” tegasnya.
Sementara itu, Asisten II Setda Kota Baubau Laode Darusalam menegaskan Pemkot tidak memboikot kegiatan Faali itu.
Menurutnya kehadirannya saat itu sebagai Plh Sekda Kota Baubau, hendak mengantarkan langsung surat balasan kepada perangkat Masjid Keraton Buton. Dimana salah satu poinnya menegaskan, untuk kegiatan diluar keagamaan itu tidak boleh dilaksanakan di mesjid kecuali atas izin pemerintah. Sehingga diminta untuk tidak melanjutkan kegiatan Faali itu.
“Sebagai pemerintah tidak ada salahnya kami hadir di sana (Masjid-red). Dan memang kami membawa surat ditujukan kepada perangkat masjid, untuk tidak menyelenggarakan kegiatan diluar keagamaan sebelum keluar izin dari wali kota. Dan wa Wali sekarang lagi di luar daerah,” katanya.
Dia pun membantah jika kehadirannya di Masjid itu disebut sebagai aksi boikot. “Pada dasarnya keinginan Walikota kita ini, duduk bersama dulu untuk menyatukan tiga lembaga adat yang sama-sama bersih keras ini, itu maksudnya. Tidak ada boikot, disana duduk dan bicara sama-sama,” katanya.
Dikatakannya, saat ini ada tiga lembaga adat kesultanan yang punya keinginan yang sama, memilih Sultan dengan prosesnya masing-masing. Makanya, menjadi tugas pemerintah untuk hadir memfasilitasi sehingga bisa melahirkan satu Sultan saja.
“Kan tidak enak didengar jika di Kesultanan Buton punya tiga Sultan, dan ini menjadi tugas pemerintah memfasilitasinya,” tambahnya. (elyn)