KENDARINEWS.COM — Dana perimbangan meliputi dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dana bagi hasil (DBH), dana insentif daerah (DID), dan dana desa (DD). Dana transfer Pemerintah Pusat itu dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan ruang fiskal di daerah. Dari sisi itu, di Konawe sejauh ini tak ada masalah terkait dana perimbangan tersebut. Yang masih sedikit menjadi pertanyaan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe adalah formulasi penghitungan DBH, khususnya pada sektor pertambangan.
Hal itu dikemukakan Sekretaris Kabupaten (Sekab) Konawe, Ferdinand Sapan, Kamis (5/1). Ia mengatakan, dalam undang-undang (UU) nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, ada beberapa pilar diantaranya pendapatan dan belanja. Pilar pendapatan dalam pemahaman Ferdinand Sapan, bagaimana Pemerintah Pusat memperbaiki kebijakan transfernya ke daerah. Salah satunya, bagaimana menghitung atau mengalokasikan DBH untuk mengisi celah fiskal antara penganggaran pusat dan daerah, melalui DAU.
Kemudian, untuk mengisi celah fiskal antara suatu daerah dengan daerah lain, maka didoronglah DAK. “Ini sedikit berbeda dibanding UU sebelumnya atau UU 33. Pertanyaan sekarang bagi daerah, untuk menghitung celah fiskal kesenjangan antara pusat dan daerah itu melalui DBH. Kita ini belum tahu alokasi DBH khususnya bagi hasil pertambangan itu yang mana. Apakah royalti, dari lahan dan perizinan, atau sudah memperhitungkan nilai ekspor atas pengolahan hasil sumber daya alam,” ujar Ferdinand Sapan.
Sebagai contoh, lanjut Ferdinand Sapan, DBH dari geliat pertambangan di Kecamatan Morosi. Sampai saat ini, formula pembagiannya tak diketahui Pemkab Konawe. Hasil ekspornya senilai berapa, sebelum akhirnya dibagi dan dikembalikan ke daerah dalam bentuk DBH. “Harusnya kami didaerah itu diberitahu. Kalau itu akhirnya kita tahu, jadi bisa memberikan pemahaman ke DPRD dan masyarakat. Bahwa, kontribusi terhadap industri manufaktur itu sekian persen terhadap APBD. Khususnya yang berasal dari sumber daya alam,” bebernya.
Ferdinand Sapan menyebut, Pemkab Konawe selama ini hanya tahu nilai realisasi dari DBH. Pemkab tidak tahu berapa nilai yang dihitung Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI. Formula pembaginya dari item apa saja, hal itu yang tidak diketahui didaerah. “Dari tahun ke tahun memang ada kenaikan DBH untuk Konawe. Tetapi, ini bukan masalah kecil atau besarnya DBH. Kita ingin tahu kontribusinya apa-apa saja. Sehingga, kita tidak meraba-raba dan bisa menjelaskan itu ke masyarakat melalui DPRD,” tandasnya. (kn)
Mantaap pak sekda, sehat dan sukses selalu kawan 👍