MK Sangkal Pernyataan Humasnya Soal Jokowi Boleh Jadi Cawapres

Pakar Hukum : Jokowi Tak Bisa jadi Cawapres

KENDARINEWS.COM — Pakar hukum tata negara Denny Indrayana menegaskan, Joko Widodo (Jokowi) tidak bisa diusung menjadi calon wakil presiden (Cawapres) pada Pemilu 2024. Pernyataan ini menentang ucapan Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono, yang menyebutkan Presiden yang sudah menjabat dua periode bisa menjadi Cawapres untuk periode berikutnya.

“Soal apakah Presiden Jokowi dapat menjadi Calon Wapres dalam Pemilu 2024, jawabannya jelas tidak bisa!,” kata Denny Indrayana dalam keterangannya, Kamis (15/9).

Denny menjelaskan, Pasal 7 UUD 1945, membatasi masa jabatan presiden untuk maksimal dua periode. Menurut Denny, jika Jokowi maju menjadi Cawapres pada Pemilu 2024, maka Pasal 8 ayat 1 UUD 1945 soal wapres yang menggantikan presiden saat berhalangan, berpotensi tidak bisa dilaksanakan.

“Berarti Jokowi menjadi presiden lebih dari dua periode dan karenanya melanggar Pasal 7 UUD 1945,” ungkap Denny.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) era Presiden Susilo Yudhoyono (SBY) ini menegaskan, yang bisa terjadi adalah jika, periode pertama lima tahun seseorang menjadi Presiden, lima tahun kedua menjadi Wapres, lalu lima tahun ketiga dia menjadi Presiden kembali.

“Faktanya, tidak ada seorang Presiden yang pada periode kedua mencalonkan diri sebagai Wapres. Kalau ada, itu akan menjadi rekor dan keajaiban dunia kedelapan!,” tegas Denny.

Mahkamah Konstitusi (MK) menyampaikan klarifikasi terkait pemberitaan di media massa terkait isu Presiden Jokowi yang telah menjabat dua periode, boleh mencalonkan diri lagi sebagai calon wakil presiden (cawapres). Hal itu untuk mengklarifikasi pernyataan Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK Fajar Laksono.

“Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi RI, yang sekaligus menjalankan fungsi kejurubicaraan, perlu disampaikan hal-hal sebagai berikut, pertama, pernyataan mengenai isu dimaksud (presiden 2 periode boleh jadi cawapres) bukan merupakan pernyataan resmi dan tidak berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi RI,” tulis rilis resmi MK, Kamis (15/9).

Kedua, pernyataan Fajar Laksono tersebut merupakan respons atau jawaban yang disampaikan dalam diskusi informal pada saat menjawab wartawan yang bertanya melalui pesan WhatsApp. Karena itu, pernyataan Fajar tersebut tidak disampaikan dalam forum resmi, doorstop, apalagi dalam ruang atau pertemuan khusus yang sengaja dimaksudkan untuk membahas topik presiden Jokowi 2 periode boleh menjadi cawapres.

Ketiga, di samping menjabat sebagai Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri, serta menjalankan fungsi kejurubicaraan, Fajar Laksono merupakan pengajar/akademisi. Dalam beberapa kesempatan, Fajar Laksono memang selama ini kerap membuka ruang diskusi bagi wartawan yang ingin bertemu secara langsung di ruang kerja, melalui pesan WhatsApp atau sambungan telepon.

Hal ini guna mendiskusikan isu-isu publik aktual, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik. “Keempat, sehubungan dengan itu, pada saat menjawab pesan WA dimaksud, tidak terlalu diperhatikan bahwa jawaban tersebut dimaksudkan untuk tujuan pemberitaan, sehingga jawaban disampaikan secara spontan, singkat, informal, dan bersifat normatif,” tandas pernyataan resmi dari MK tersebut.

Sebelumnya, Juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menyatakan, tidak ada aturan secara eksplisit yang mengatur soal presiden yang telah menjabat selama dua periode, lalu kembali mencalonkan diri sebagai cawapres.

”Soal presiden yang telah menjabat dua periode lalu mencalonkan diri sebagai cawapres, itu tidak diatur secara eksplisit dalam UUD,” ucap Fajar kepada wartawan.

Karena itu, Fajar menuturkan tidak terdapat adanya larangan bagi presiden dua periode untuk menjadi wakil presiden di periode berikutnya. ”Secara normatif mau dimaknai boleh sangat bisa. Secara etika politik dimaknai tidak boleh, bisa juga. Tergantung argumentasi masing-masing,” pungkas Fajar. (jpg)

Tinggalkan Balasan