Umat Hindu di Jati Bali Bakar Ogoh Ogoh Sebelum Nyepi

KENDARINEWS.COM — Hari Raya Nyepi jadi momen paling dinantikan umat Hindu di seluruh Indonesia tak terkecuali di Desa Jati Bali Kabupaten Konawe Selatan (Konsel). Masyarakat di daerah ini menarik momentum Nyepi, merenungkan diri membersihkan jiwa.

Salah satu rangkaian hari raya nyepi, umat Hindu di desa Jati Bali mengikuti upacara Tawur Agung Kesanga. Tawur Agung Kesanga memiliki makna membersihkan Jagad Bhuana Alit dan Bhuana Agung berdasarkan pada konsep Tri Hita Karana atau menyelaraskan hubungan tiga elemen penting yakni manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam dan manusia dengan manusia.

Tradisi yang tidak kalah khas dari perayaan Nyepi yakni Pengarakan Ogoh-Ogoh. Masyarakat Hindu Bali percaya, Ogoh-Ogoh merupakan representasi dari sifat buruk dalam diri manusia, sehingga, setelah Ogoh-Ogoh diarak menuju Sema yaitu tempat persemayaman umat Hindu sebelum dibakar dan pada saat pembakaran mayat, Ogoh-Ogoh itu dibakar sebagai simbol telah hilangnya sifat buruk di dalam diri manusia. Sehingga, setelah itu siap dilakukan tapabrata pada Hari Raya Nyepi keesokan harinya.

Masyarakat Hindu Desa Jati Bali, Konawe Selatan (Konsel) mengarak ogoh-ogoh. (I NGURAH PANDI SENTOSA)

Ketua Parisada Hindu Dharma Desa Jati Bali, I Nyoman Budi Artana mengatakan perayaan hari raya Nyepi yang dilaksanakan 3 Maret 2022, penganut Agama Hindu mengusir pengaruh jahat dengan arakan Ogoh-Ogoh keliling Desa. Ogoh-ogoh ini, lanjutnya, menyeimbangkan pengaruh positif dan negatif. “Setelah diarak keliling desa, ogoh-ogoh ini akan dibakar, sebagai bentuk menghilangkan sifat buruk yang ada,” Kata Budi Artana.

Ia menambahkan, tahun ini ada empat Ogoh-Ogoh yang ditampilkan dari masing-masing kelompok masyarakat. Keempat karya tersebut di inisiasi dari Karang Taruna Desa Jati Bali.

“Ogoh-ogoh ini merupakan hasil karya masyarakat dibuat dari tangan terampil para anak muda jati Bali dengan berbahan bambu, kardus namun rangkanya terbuat dari besi. Meski dari bahan sederhana tetapi bisa membuat karya yang begitu bagus,” ujarnya.

Pawai, sambungnya, diadakan untuk melengkapi prosesi hari raya Nyepi dan mengobati rasa rindu masyarakat karena sudah dua tahun ditiadakan. Ogoh-Ogoh merupakan gambaran Butha Kala yang menciptakan energi negatif dalam diri manusia. Ogoh-Ogoh sendiri berasal dari kata ogah-ogah dalam bahasa Bali yang artinya sesuatu yang digoyangkan. Ogoh-Ogoh dibuat dengan wujud yang menyeramkan dan berukuran besar.

Masyarakat Bali mulai membuat patung raksasa ini dari tahun 1983. Pada saat itu pemerintah Indonesia resmi menetapkan hari raya Nyepi sebagai hari libur nasional. Sehingga masyarakat membuat perwujudan rasa gembiranya dalam bentuk onggokan atau kini dikenal dengan sebutan Ogoh-Ogoh.

Makna Ogoh-Ogoh menurut masyarakat Bali tidak hanya sekedar patung raksasa yang diarak keliling desa kemudian dibakar begitu saja. Akan tetapi Ogoh-Ogoh merupakan gambaran sifat buruk manusia yang harus dimusnahkan. “Ogoh Ogoh di percaya untuk menetralisir hal negatif “ucap Budi Artana.

Gambaran sifat buruk manusia itu diperumpamakan dalam wujud Bhuta Kala. Berdasarkan ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tidak terhitung dan tidak dapat dibantah.

Tak hanya Bhuta Kala saja, dalam perkembangannya Ogoh-Ogoh juga dibuat dalam bentuk makhluk-makhluk yang ada di neraka seperti Widyadari, naga, gajah, dan lain sebagainya.

Ogoh-Ogoh yang dibuat selanjutnya akan diarak keliling desa dengan diiringi oleh gamelan Bali yang disebut Bleganjur. Warga akan bergantian memikul Ogoh-Ogoh dan menggoyangkannya hingga anggota badannya terlepas. Saat berhasil lepas warga akan bergembira dengan menyorakinya.

Selanjutnya mereka akan berkumpul disatu titik untuk membakar patung raksasa itu. “Pembakaran Ogoh-Ogoh dalam konteks hari raya Nyepi, mengandung makna untuk melebur dan membuang segala sifat negatif dalam diri manusia. Sehingga ia bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi,” pungkasnya. ( b/ndi)

Tinggalkan Balasan