Pengembalian Kerugian Negara Tidak Menghapus Pidana Pelaku

KENDARINEWS.COM — Dugaan penyelewengan anggaran makan minum di Sekretariat DPRD Sultra tahun anggaran 2020 memasuki babak baru. Hasil audit investigasi Inspektorat Sultra ditemukan dugaan keuangan negara sekira Rp363 dari total anggaran makan minum sebesar Rp2 miliar.

Hasil audit investigasi Inspektorat Sultra itu kini di tangan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sultra. Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Pol Ferry Walintukan membenarkan penyidik Ditreskrimsus Polda Sultra telah menerima hasil audit investigasi anggaran makan minum DPRD Sultra.

Kombes Pol Ferry Walintukan mengungkapkan, berdasarkan keterangan dari penyidik Ditreskrimsus Polda Sultra bahwa pihak yang terkait diminta mengembalikan kerugian negara tersebut. Sebab, ada penggunaan anggaran makan minum di Sekretariat DPRD Sultra tahun anggaran 2020 yang tak sesuai peruntukannya.

“Informasi dari penyidik, untuk audit investigasi dugaan penyelewengan anggaran makan minum di Sekretariat DPRD Sultra tahun anggaran 2020 sudah ada hasilnya dan pihak terkait diberi waktu 60 hari untuk mengembalikan kerugiannya,” ujar Kombes Pol Ferry Walintukan, kemarin.

Kasubbid Penmas Bidang Humas Polda Sultra, Kompol Dolfi Kumaseh menambahkan, hasil audit investigasi telah diserahkan oleh Inspektorat Sultra ke penyidik Ditreskrimsus Polda Sultra. Temuan kerugian negara sekira Rp363 juta. Penyidik memberi kesempatan selama 60 hari kepada pengelola anggaran makan minum Sekretariat DPRD Sultra tahun 2020 untuk mengembalikan uang itu kepada negara. “Ketika yang bersangkutan tidak mengembalikan, maka akan di proses hukum lebih lanjut. Namun jika kerugian itu dikembalikan, maka proses dugaan perkaranya dianggap selesai,” tutupnya.

Pegiat Anti Korupsi Sultra, Dr. Hariman Satria SH, MH mengatakan, tidak ada dasar hukum yang menyebutkan ketika terjadi pengembalian kerugian negara, maka proses hukum selesai.
“Dari mana Polda Sultra mengambil referensi terkait hal itu. Selama berkecimpung di dunia hukum pidana, tidak satupun saya temukan proses hukum pelaku dugaan korupsi selesai ketika ada pengembalian kerugian negara,” kata Dr. Hariman Satria, Kamis (12/8).

Terkait ada dan tidaknya laporan kasus dugaan korupsi, kata dia, ketika sudah diketahui oleh kepolisian, maka bisa diproses. Misalnya ketika Polda Sultra mendapatkan informasi terkait dugaan praktek korupsi, maka tidak ada alasan untuk tidak melakukan proses hukum yang jelas dan benar. Landasannya tercantum dalam Undang-Undang Pemberantasan Tipikor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah pada UU Nomor 20 tahun 2001.

“Jika meloloskan pelaku dugaan korupsi karena telah mengembalikan kerugian negara dan tidak adanya aduan atau laporan, maka gelagat tersebut akan menjadi bahan tertawaan publik. Karena aduan maupun laporan bukan menjadi subtansi perkara. Tetapi yang menjadi fokus adalah kejahatan pelaku,” ujar Dr. Hariman Satria.

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah ini menjelaskan, pasal 4 nomor 31 tahun 1999 UU menyebutkan ketika sewaktu-waktu terjadi pengembalian kerugian negara, maka hal tersebut tidak akan menghapus status pidana pelaku. Artinya proses hukum terus berlanjut. Kasus korupsi merupakan delik formil. Titik fokus hukumnya terletak pada perbuatannya. Bukan delik materil yang mengfokuskan pada hukum akibat. “Korupsi bukan perkara pencurian ayam. Kepolisian tahu itu bahwa korupsi adalah exraordinary crimes. Artinya merupakan kejahatan yang luar biasa,” jelas Dr.Hariman Satria.

Semestinya Polda Sultra saat ini melakukan proses penyidikan dengan menerbitkan Sprindik. Namun jika proses hukumnya tidak dilanjutkan karena pengembalian kerugian negara dan tidak adanya laporan atau aduan, maka akan berdampak buruk pada tatanan penegakan hukum yang baik dan benar. Pertama, menyalahi pasal 4 UU Nomor 31 tahun 1999.

Kedua, memicu maraknya potensi orang melakukan korupsi. Karena saat korupsi dan ditemukan pihak kepolisian, maka ternyata bisa dikembalikan dan proses hukum selesai. Istilah hukumnya adalah kriminogen. Maknanya menyulut orang berbuat jahat korupsi. Ini tentu berbahaya. Ketiga, tidak adanya efek jera sebagai alarm awal bagi orang agar tidak melakukan korupsi.”Polda Sultra sudah seyogianya menegakan hukum dengan adil, transparan dan berintegritas. Bahwa mereka mampu memberantas korupsi dengan sungguh-sungguh,” pungkas Dr. Hariman Satria.

Terpisah, Kepala Inspektorat Sultra Gusti Pasaru mengatakan, laporan hasil audit dugaan korupsi makan minum di DPRD sudah diekspose ke Polda Sultra. Gusti Pasaru menjelaskan, hasil audit ditemukan adanya penggunaan keuangan negara yang tidak sesuai peruntukannya. “Kami tidak menyebut penyelewengan anggaran, tetapi ada penggunaan anggaran yang tidak sesuai peruntukannya,” tutur Gusti.

Sebelumya Gerakan Persatuan Mahasiswa Indonesia (GPMI) menggelar aksi mendesak Polda Sultra segera menuntaskan kasus dugaan korupsi anggaran makan minum di DPRD Sultra. Aksk digelar di halaman Polda Sultra.

Ketua Umum GPMI La Ode Mustafa meminta Polda Sultra agar tidak membiarkan kasus tersebut mengendap atau berlarut-larut.

“Kami duga kuat Inspektorat melindungi mantan Sekretaris DPRD Sultra. Karena auditnya dibiarkan berlama-lama mengendap. Oleh karena itu kami meminta kepada Polda Sultra segera menetapkan mantan Sekretaris DPRD Sultra sebagai tersangka,” kata La Ode Mustafa. (ndi/ali/b)

Tinggalkan Balasan