Catatan Belli Harli Tombili Dari Atas Langit Lautan Pasifik
KENDARINEWS.COM—Saya sedikit surprise, ketika dalam perjalanan Tokyo – New York dalam rangka menghadiri perayaan 50 tahun URI (Universitas Rhode Island) dan pemerintah Indonesia di Rhode Island. Saya mendapatkan film si Doel 3 dalam sistem entertainment hiburan di maskapai JAL. Saya bersama pak Robert (Kepala Bappeda Sultra) dan pak Pahri Yamsul (Kadis Cipta Karya Sultra) tengah melakukan perjalanan menuju New York.
Ketika transit di bandara Haneda terlihat hampir 60 persen penumpang menuju Amerika yang menumpangi pesawat Japan Air Lines adalah orang Indonesia. Wajah-wajah familier itu terlihat jelas ketika memasuki boarding gate keberangkatan menuju New York.

Beberapa wajah terlihat sering mondar mandir di telivisi. Pemeriksaan di Bandara Tokyo juga nampaknya tidaklah terlalu ketat, yang penting semua persyaratan administrasi sudah terlengkapi sejak meninggalkan Indonesia.
Saya teringat sebuah survei yang pernah saya presentasikan kepada peserta di salah satu workshop yang menyebutkan 90 persen masyarakat menjawab bahwa mereka ingin melakukan travelling ketika ditanya apa yang ingin dilakukan ketika pandemi Covid 19 selesai. Hari ini saya melihat hasil survei tersebut telah terjustifikasi.
Masyarakat Indonesia yang akan melakukan perjalanan ke USA cenderung memilih transit di Jepang, Singapore, HK, Taiwan dan Korea . Waktu penerbangan lebih singkat jika dibandingkan via Timur Tengah. Bahkan kita bisa mencoba penerbangan komersil jarak paling jauh yg eksis saat ini. Singapore to new York dengan waktu tempuh sekitar 18 jam perjalanan. Rekor ini sempat dipecahkan oleh Qantas Airlines yg melakukan ujicoba penerbangan komersil dari London ke Sydney yang mencapai 20-an jam lebih dan penumpang akan mencoba sensasi penerbangan double sunrise. Yah, penerbangan ini kita akan menikmati 2x terbit matahari.
Back to JAL, nampaknya jajaran manajemen JAL mengetahui bahwa masyarakat Indonesia cenderung akan menggunakan maskapai yang berbasis di Jepang untuk perjalanan ke Amerika. Menu makanan yang ramah di lidah orang Indonesia, tersaji nikmat di atas pesawat. Seingat saya, menu makanan yang tersaji di kelas ekonomi JAL adalah yang terbaik di dunia versi Skytrax. Flight attendan yg ramah dan baik merupakan keunggulan utama maskapai ini yang berlogo angsa merah. Saya pun sedikit bernostalgia jaman kuliah dulu dengan mengingat teori angsa terbang alias flying geese theory yang dikemukakan salah satu ekonom Jepang yg saya lupa namanya (maklum lama gak baca buku hehehe).
Dia menyebutkan Jepang akan menjadi pemimpin bagi bangsa Asia untuk mencapai kemajuan ekonomi. Tentu saja China menolak teori tersebut karena mereka punya keyakinan sendiri bahwa China akan menjadi lokomotif ekonomi dunia yang hari ini mulai menampakkan hasilnya.
Setelah menikmati sarapan siang, saya mencoba menghabiskan waktu dengan menonton film. Dan inilah moment suprise itu. saya mendapati film si Doel 3 ada dalam daftar menu film yg bisa ditonton.
Buat generasi yang di tahun 90-an sudah biasa nonton TV, yaitu yang lahir di tahun 50, 60, 70 dan 80-an pasti mengenal sinetron fenomenal si Doel anak sekolahan yang tayang di RCTI. Jam tayang sinetron tersebut dapat membuat jalan di kota Kendari yang pada waktu itu tidak terlalu ramai menjadi lebih sepi lagi. Semua stand by di depan telivisi mengikuti kisah cinta Doel, tukang insinyur bersama Zainab dan Sarah dalam situasi keluarga Betawi di tahun 90-an. Para pemainnya juga legenda perfilman Indonesia, Enkong Sabeni alias Benyamin Suaib, Mandra, Basuki, Pak Tile bukan tokoh sembarang di dunia perfilman di masa itu.
Komedi-komedi yang dimunculkan juga masih menghiasi perbincangan kita sampai hari ini. Namun cerita kisah kegalauan si Doel tak pernah tuntas sampai akhirnya di film ke 3. Doel akhirnya memilih Zainab. Anak Betawi yang sederhana. Terakhir di credit title film itu tertulis ucapan terimakasih 27 tahun menjadi penikmat film si Doel.
Terlepas dari kisah si Doel. Apresiasi patut kita berikan pada maskapai JAL yang memasukkan film ini di sistem enterimennya. Ini menunjukkan komitmen merawat konsumennya dengan menghadirkan cita rasa Indonesia. Tentu saja harapannya terjalin emosional yg tinggi bagi konsumen JAL. Di ujung, yang di idaman para marketer di dunia, terjadi pembelian ulang dan konsumen Indonesia dapat menjadi konsumen fanatik dari JAL.
Tokoh ikonik si Doel dalam versi yang berbeda juga hadir di Sulawesi Tenggara. Dengan kriteria yang sangat kuat dan story telling berbasis sejarah yang harus dilestarikan. Pahlawan nasional yang berasal dari Sulawesi Tenggara bernama Oputa Yi Koo. Rencananya Pemrov Sultra akan menyelenggarakan festival berbasis sejarah perjuangan kemerdekaan yang bernama Napak Tilas Oputa Yi Koo pada tanggal 22 sd 28 Mei 2022 di Kota Bau Bau. Undangan kepada Menteri Pariwisata pun sudah tersampaikan secara langsung, kiranya Mas Menteri memiliki keluangan waktu untuk menghadiri acara tersebut. Aamiin.
Pada acara puncak, para peserta akan menyusuri jejak sejarah dengan melakukan long march puluhan kilometer menuju puncak gunung Siotanpina tempat acara dilaksanakan.
Malam sebelum terbang, saya bersama Pak Pahri sempat berdiskusi dengan Pak Gubernur mengenai patung Oputa Yi Koo yang akan dibangun tahun ini di Kota Bau-bau. Ada kemiripan dengan salah satu spot yang akan kami kunjungi di New York yaitu patung Liberty, simbol kebebasan, hadiah dari Prancis kepada Amerika serikat. Bapak gubernur pun bercerita banyak tentang Oputa Yi Koo termasuk kenapa desain patungnya menunjuk ke arah suatu tempat dan apa maksudnya. Saya harap suatu saat nanti Pak Gubernur akan menceritakan hal ini kepada publik sebagai bagian penguatan story’ telling patung dan sejarah Oputa Yi Koo.
Bersama Pak Robert dan Pak Pahri, kami berkomitmen pula untuk mengoptimalkan perjalanan ke luar negeri kali ini. Insya Allah ada misi lain yang kami usung. Seperti pribahasa, sambil menyelam tangkap ikan . Mudah-mudahan agenda yang kami susun bisa terlaksana dengan baik dan berkah buat kita semua dan tentu saja berkah buat Sulawesi Tenggara. Jujur saya punya ambisi gimana produk UMKM Sultra bisa go internasional. Alhamdulillah, dgn bantuan komunitas masyarakat Indonesia yang ada di USA, Insya Allah ada jalan untuk itu. Nanti kita lihat, bagaimana “Tangan Tuhan” yang maha baik itu menggerakkan hati dan tangan manusia untuk membangun daerah kita tercinta. (KN)
(Belli Harli Tombili,
Somewhere di lautan Pasifik antara Tokyo dan New York)
Komentar