Gubernur Teken Surat, Andi Merya Nur Jabat Plt.Bupati Koltim

KENDARINEWS.COM — Bupati Kolaka Timur, Samsul Bahri mangkat Jumat lalu. Nuansa berkabung masih menyelimuti. Publik di Koltim masih seperti tidak percaya kepergian pemimpin mereka. Namun, pada sisi lain, penyelenggaraan pemerintahan tak boleh kosong. Praktis Wakil Bupati Koltim, Andi Merya Nur menjalankan roda pemerintahan. Kapasitasnya sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati. Tugas sehari-hari bupati kini dipuncak Andi Merya

Pemerintah Provinsi sudah memroses penunjukan Andi Merya Nur sebagai Plt Bupati Koltim. Plt.Kepala Biro Pemerintahan Setda Sultra, Basiran mengatakan, karena kepala daerah tidak boleh kosong dalam tata penyelenggaraan pemerintahan. Gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah punya wewenang menunjuk pelaksana tugas bupati.

“Gubernur sudah menandantangani surat telegram yang ditujukan kepada Wakil Bupati untuk melaksanakan tugas sebagai Plt Bupati Koltim. Insya Allah Senin sudah mulai menjalankan amanat itu, ” ujar Basiran kepada Kendari Pos, Minggu (21/3). Dia melanjutkan, mengenai proses pemberhentian Bupati Koltim karena telah meninggal dunia (berhalangan tetap) akan diproses sesuai mekanisme sampai keluarnya SK Mendagri. Mekanisme itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah.

“Ada aturannya soal pemberhentian kepala daerah dan atau wakil kepala daerah. Tidak serta merta langsung diangkat dan diberhentikan begitu saja. Untuk proses pemberhentian tersebut di mulai dari sidang paripurna DPRD. Kemudian hasilnya disampaikan kepada gubernur untuk proses lebih lanjut kepada Kementerian Dalam Negeri,” jelas Basiran. Sementara itu, pengamat politik Sultra, Dr. Najib Husain mengatakan langkah menunjuk Wakil Bupati Koltim Andi Merya Nur sebagai Plt Bupati Koltim sangat tepat untuk menjalankan roda pemerintahan karena pucuk pimpinan daerah berhalangan tetap. Hal itu sesuai amanah Undang-Undang. Namun dari aspek tugas maupun kewenangan Andi Merya Nur sebagai Plt Bupati sangat terbatas.

Plt Bupati tidak dapat mengambil kebijakan strategis. Misalnya melakukan rotasi pada tubuh struktur pemerintahan. “Tidak bisa pula melakukan kegiatan yang bersifat urgen seperti penandatangan kerja sama (MoU) atau hal lain sejenis. Pada prinsipnya hanya menjalankan kegiatan dalam aspek keseharian,” kata Najib Husain kepada Kendari Pos, Minggu (21/3). (rah/ali/kus/b)

Tinggalkan Balasan