KENDARINEWS.COM — Rencana pelaksanaan seleksi kompetensi bidang (SKB) tambahan (psikotes) dalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2019 di Kabupaten Muna, terus mendapat penolakan. Sejumlah masyarakat menggelar unjuk rasa dan berupaya menyegel kantor Badan Kepegawaian dan Peningkatan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) setempat sebagai bentuk protes rencana Panitia Seleksi Daerah (Panselda) menggelar seleksi psikotes tersebut.
Massa yang dimotori Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Kabupaten Muna menggelar aksi longmarch menuju Sekretariat Panselda di kantor BKPSDM, Senin (12/10). Massa juga membawa poster penolakan dan berorasi secara bergantian. Massa menentang adanya tambahan psikotes karena dinilai akan menjadi ruang transaksional dalam penentuan kelulusan. Psikotes juga ditengarai hanya akal-akalan oknum tertentu untuk memungut biaya dalam penerimaan CPNS kali ini. Pasalnya, dalam UU nomor 23 tahun 2019 tentang kriteria penetapan PNS dan pelaksanaan CPNS menyebutkan, jika psikotes tersebut hanya bersifat opsional.
“Artinya psikotes itu tidak wajib. Kami menolak karena berpotensi dimanfaatkan oleh oknum untuk mengambil keuntungan materi dari peserta. Kami jadi bertanya, sebenarnya ada motif apa dan kepada siapa Kepala BKPSDM ini bekerja,” kata Ilham Malik, salah satu orator aksi. Ia menerangkan, Kepala BKPSDM cenderung memaksakan kehendak agar psikotes tetap dilaksanakan. Padahal, Pelaksana Tugas Bupati Muna, Malik Ditu, sudah meminta hal itu dibatalkan untuk menghindari polemik di masyarakat. Menurut Ilham, Panselda patut diduga sudah menerima sejumlah nama titipan yang nantinya akan dibantu kelulusannya melalui psikotes.
“Karena ini seperti dipaksanakan, maka kami juga masyarakat berhak curiga,” tuturnya. Sekretaris Panselda sekaligus Kepala BKPSDM Muna, Sukarman Loke, sempat menemui massa aksi dan menyebut jika psikotes itu legal dilaksanakan. Rencana itu sudah sesuai mekanisme yang berlaku sebagaimana dalam Pemenpan RB nomor 23 tahun 2019. Menurutnya, seleksi CPNS dilakukan dengan dua model yakni SKD dan SKB. Khusus SKB juga dimungkinkan adanya tambahan berupa psikotes sepanjang disetujui oleh Panselnas.
“Nah di Muna, psikotes ini sudah disetujui sejak bulan Maret dulu. Jadi ini legal dan prosedural, meskipun memang tidak wajib,” paparnya. Namun meski sudah diizinkan, Sukarman mengaku sama sekali tidak memaksakan agar psikotes itu tetap digelar. Setelah melihat polemik di masyarakat, aspirasi DRPD Muna dan perintah pembatalan oleh Plt. Bupati Muna, Malik Ditu, dirinya langsung menunda jadwal psikotes yang sedianya digelar mulai 9 Oktober.
Namun terkait permintaan pembatalan, ia mengaku hal itu tidak bisa serta merta dilakukan oleh Panselda. Mekanismenya harus diajukan ke Panselnas sebagai pihak yang memiliki otoritas membatalkan. “Panselda hanya fasilitator, sedangkan regulatornya ada di pusat. Ini tidak bisa langsung dibatalkan kecuali ada perintah Panselnas. Pun permintaan pembatalan ini sudah kami ajukan dalam bentuk surat permohonan pembatalan, hanya saja surat balasannya belum ada,” jelas Sukarman Loke.
Mantan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Muna itu membantah keras tudingan permainan dalam psikotes. Sebab jika pun digelar, seleksi itu juga dilaksanakan secara online dengan pengawasan langsung BKN Makassar. Ia memersilahkan jika ada oknum yang berani menawarkan jaminan kelulusan dengan iming-iming materi agar dilaporkan ke yang berwajib. “Saya apresiasi penolakan ini, tetapi jangan lantas memunculkan fitnah,” katanya. (b/ode)