Besuk Kakak di RS Bahteramas, Nur Alam Sedih Lihat Rumah Sakit Sunyi dan Menyeramkan

KENDARINEWS.COM –Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, H. Nur Alam, sangat prihatin melihat kondisi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bahteramas. RSl bertaraf internasional itu terlihat “mati”. Sepi. Ruang-ruang perawatan kosong. Hal tersebut diungkapkan Nur Alam saat berkesempatan membesuk kakaknya yang sedang menjalani perawatan medis di RSUD Bahteramas, Minggu (4/10).

Dalam situasi pandemi covid-19 ini, sebagian besar masyarakat lebih memilih menahan diri untuk berobat ke rumah sakit. Tingkat kepercayaan masyarakat cukup menurun karena ada kecemasan akan didiagnosa terpapar covid-19 jika datang berobat ke rumah sakit. Faktanya, banyak kasus pasien terkonfirmasi positif dari masyarakat yang datang berobat ke rumah sakit. Padahal, mereka datang dalam kondisi yang “negatif” corona.

Nur Alam pun mengungkapkan kesedihan melihat kondisi rumah sakit ini terlihat sunyi. “Awalnya, saya berpikir bahwa suasana hening ini merupakan strategi RSUD Bahteramas dalam menciptakan psikologi pasien tenang agar bisa lekas sembuh. Ternyata, memang gedung-gedungnya sedang kosong. Jika tidak ada yang dirawat di sini karena masyarakatnya semua sehat, ya Alhamdulillah. Tapi kalau penyebabnya karena faktor lain baik pelayanan maupun kepercayaan yang menurun karena pandemi covid-19, berarti ada yang salah dalam manajemen rumah sakit ini,” ungkap Nur Alam.

“Rumah sakit jangan menciptakan kondisi menyeramkan (ngeri) yang membuat masyarakat ketakutan berobat. Saran saya, manajemen rumah sakit harus bekerja keras dalam meningkatkan keyakinan masyarakat bahwa berobat ke RSUD Bahteramas itu aman dari covid,” tambahnya.

Setelah mendapatkan informasi terkait penyebab sepinya RSUD Bahteramas, Nur Alam memetakan persoalan yang dihadapi rumah sakit bertaraf internasional itu. Menurutnya kepercayaan masyarakat berobat ke RSUD Bahteramas selama pandemi disebabkan amburadulnya penanganan covid-19. Meskipun ada gedung khusus untuk penanganan covid-19, namun tenaga kesehatan yang terpapar covid-19 menempati ruang isolasi pada gedung tengah. Kebijakan tersebut akan menyebabkan klaster tersendiri di rumah sakit. Tak heran jika ada sekira 30 dokter dan 56 perawat yang terpapar covid-19 di rumah sakit tersebut. Jika dokter dan perawatnya saja banyak yang terpapar, “imun” kepercayaan masyarakat pasti akan anjlok.

“Saran saya, manajemen rumah sakit harus membuat sistem zonasi. Ada zona merah, zona kuning, dan zona hijau di rumah sakit ini. Pemeriksaan dini harus safety di IGD (Instalasi Gawat Darurat). Harus pastikan, pasien yang masuk ke situ, bebas covid-19. Jika ada indikasi, maka penanganannya harus dipisahkan. Kalau semuanya masuk di IGD tanpa pemeriksaan optimal, maka jika ada pasien yang terpapar satu orang, maka akan menyebar ke seluruh nakes dan pasien di ruang tersebut. Apalagi kalau ACnya adalah AC central. Olehnya itu, memang butuh manajemen yang bagus,” jelas mantan Gubernur Sultra itu.

Mantan Ketua DPW PAN Sultra itu menambahkan, jika sistem zonasi berjalan secara maksimal, tak hanya memutus mata rantai covid-19, namun kepercayaan masyarakat berobat ke rumah sakit tetap terjaga. “Rumah sakit pun akan menjalankan fungsinya. Memberikan kenyamanan dan rasa aman pada masyarakat yang hendak berobat ke rumah sakit. Rumah sakit juga bisa mengembantugasnya dalam menghasilkan PAD,” harap Nur Alam. (KN)

Tinggalkan Balasan