“Tinta Emas” Kesultanan Buton: Sejarah dan Warisan yang Berharga

Oleh: Komjen Pol (P) Dr (HC) Andap Budhi Revianto (Pj Gubernur Sulawesi Tenggara)

KENDARINEWS.COM–Kita semua dapat melihat secara nyata, bahwa para pendahulu di Kesultanan Buton, telah mewariskan “tinta emas” alias catatan sejarah yang memukau dan nilai-nilai luhur positif. Sejarah mencatat, Kesultanan Buton telah memiliki sistem pemerintahan yang berbeda dari kerajaan nusantara lainnya.

Sejak dulu, Kesultanan Buton sudah menanamkan Sistem Monarki yang Konstitusional (bukan Monarki Absolut) dalam pemerintahan. Sehingga, terlihat bahwa Kesultanan Buton mengajarkan kita semua tentang arti sebenarnya dari sebuah demokrasi.

Selain itu, Kesultanan Buton juga memiliki Undang-undang sendiri. Lengkap dengan Badan- badan yang bertindak sebagai Badan Eksekutif yakni Sara Pangka, Legislatif dengan sebutan Sara Gau, dan Yudikatif dengan istilah Sara Bitara.

Selanjutnya, berbicara mengenai hukum itu sendiri, di Kesultanan Buton, penegakan hukum berlaku bagi semua pihak, tidak hanya rakyat jelata saja. Bahkan, terhadap pejabat sekalipun apabila melanggar dilakukan penegakan hukum. Semua sama di mata hukum.

Dari sini, kita dapat melihat bahwa, sejak zaman dahulu, Kesultanan Buton telah menggariskan bahwa hukum adalah sebagai panglima yang mengawal jalannya pemerintahan.

Dalam menjalani dinamika hidup, Kesultanan Buton juga telah memegang falsafah hidup yang meliputi: Agama (Islam), Sara (Pemerintah), Lipu (Negara), Karo (Diri Pribadi/Rakyat), dan Arataa (Harta Benda).

Satu hal penting lainnya, Kesultanan Buton diketahui telah memiliki alat pertukaran atau mata uang yang disebut Kampua. Mereka juga telah mengembangkan sistem perpajakan yang sangat baik. Dimana pajaknya akan ditagih oleh seorang Tunggu Weti.

Banyak hal sebenarnya dapat kita gali. Dapat kita pelajari dari Kesultanan Buton ini. Terpenting dari semua itu, sejarahpun mencatat dengan tinta emasnya, bahwa Kesultanan Buton berhasil mempertahankan kerajaannya dari gempuran VOC. Bahkan, sampai akhir hayatpun, Belanda tidak mampu menguasai Kesultanan Buton. (*/KN)

Tinggalkan Balasan