KENDARINEWS.COM — Tim peneliti Kajian Kebijakan Strategi Universitas Halu Oleo (UHO) menggelar Fokus Group Discussion (FGD) dan In-Depth Interview tentang Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) No. 30 Tahun 2021 mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di perguruan tinggi bekerjasama dengan ASWGI (Asosiasi Pusat Studi/ Gender dan Anak Indonesia). Dengan mengusung tema Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Perguruan Tinggi Melalui Kurikulum, Mata Kuliah dan Pembelajaran. FGD dan interview PPKS ini melibatkan dosen, tenaga pendidik dan mahasiswa dari berbagai jurusan, yang dilaksanakan di gedung perkuliahan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UHO.
Ketua Peneliti, Dr. Sartiah Yusran, M.Ed., Ph.D., mengatakan bahwa kajian serupa serupa dilakukan di 36 universitas seluruh Indonesia yang mendapatkan penunjukkan langsung dari Kementrian. Bertujuan untuk mengakomodir konsep dan isu pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dan peluang untuk diintegrasikan ke dalam kurikulum, mata kuliah dan pembelajaran. “Kegiatan ini masih tetap dalam tahap pengumpulan data melalui FGD dan interview PPKS. Sebelumnya, kami sudah melakukan survei dan hari ini dilanjutkan dengan FGD dan interview khusus kelompok mahasiswa dan tenaga pendidik. Sedangkan, FGD dan interview khusus dosen sudah dilakukan kemarin,” ungkap Sartiah yang lebih dikenal dengan sapaan ibu gender, Minggu (21/8).
Alumni S3 Unversitas Melbourne, Australia ini menambahkan, kegiatan FGD dan interview PPKS bertujuan untuk mengakomodir pandangan dan ide peserta mengenai Permendikbudristek No. 30 tahun 2021. “Setelah diminta pandangan- pandangannya tentang Permendikbudristek itu, ternyata masih banyak yang harus diluruskan terutama konsep dasar kekerasan seksual. Beberapa pengakuan bahwa kekerasan seksual memang seharusnya tidak boleh dilakukan. Namun karena terjadi relasi kuasa yang timpang, misalnya antara dosen dan mahasiswa, antara tendik dan mahasiswa bahkan antara mahasiswa-mahasiswa sendiri. Budaya patriarki yang mengakar menyebabkan perempuan kelompok marginal dihubungkan dengan kekerasan seksual. Untuk itu, konsep PPKS harus dipahami oleh semua orang baik laki-laki maupun perempuan,” ujarnya.
Selain itu, dosen senior UHO ini berharap, lima tahun yang akan datang, penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di perguruan tinggi dimulai dengan memasukkan konsep PPKS menjadi bagian dari kurikulum, mata kuliah dan pembejalaran. “Sebenarnya di beberapa jurusan sudah ada topik-topik yang berhubungan dengan isu kespro, gender dan kekerasan seksual. Sehingga penelitian ini mengusung kedepan akan menjadi bagian dari kurikulum. Dengan harapan, menjadi Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU), agar sivitas akademika memahami dan mengetahui penanganan kekerasan seksual dikampus secara komprehensif,” pungkasnya. (deh)