Oleh : La Ode Diada Nebansi
Direktur Kendari Pos
Juminah muda, seperti juga Apriyani saat ini. Dalam kompetisi olah raga, Apriyani mempersembahkan emas untuk negaranya. Juminah pun, ya. Juminah juga begitu. Juminah dan Apriyani sama-sama tembus Olimpiade. Apriyani di cabang olahraga (Cabor) bulu tangkis, Juminah di cabor dayung. Juminah-Apriyani sama-sama atlet nasional, sama-sama mengharumkan nama bangsa Indonesia.
Bedanya, saat ini, Apriyani hidup happy, sedangkan Juminah nyaris rekoso. Beberapa menit usai Apriyani dikalungkan medali emas, saya telepon Juminah.Basa basi tanyakan kabar dijawab kabar baik. Ketika saya singgung bahwa atlet Indonesia asal Konawe atas nama Apriyani baru saja mempersembahkan medali emas untuk Indonesia, ia menjawab mantap: saya juga pernah berdiri di podium juara dan dikalungkan emas. Tapi, itu semua tinggal kenangan. Medali emas banyak saya simpan. Piagam juga bertumpuk. Saya sekarang hidup susah dan suamiku juga sudah tua dan sakit-sakitan.
Juminah lalu berkisah. Salah satu yang ia kisahkan ketika tinggal di Rumania selama tiga bulan untuk pemusatan latihan. Saat itu, menghadapi kejuaraan Asia di Korea Selatan. Di benaknya, begitu enaknya hidup. Keliling dunia. Dari negara ke negara. Pokoknya, happy karena ada penghargaan negara terhadap dirinya.
Belakangan ia sadar, ternyata, negara hanya menghargainya ketika ia menyumbang prestasi. Pasca atlet, jangankan negara, jangankan provinsi, kabupaten pun sama sekali tak menaruh perhatian. “Mungkin mereka lupa. Mungkin mereka sibuk. Tapi, saya tetap berharap, mudah-mudahan jasa yang pernah dipersembahkan dengan mengharumkan nama bangsa semoga mendapat apresiasi,” begitu Juminah.
Betul. Di zamannya juga ada pemberian bonus kepada para juara. Tapi, Juminah menghitung, bonus yang ia kumpulkan tak cukup untuk membangun rumah. “Bonus saya kumpul dan hanya cukup untuk naik haji. Saat itu, saya memang masih gadis,” katanya.
Juminah berpesan kepada juniornya, Apriyani untuk “berhitung” benar agar tak berujung seperti dirinya. “Saya sekarang di Bontu-Bontu, Kecamatan Towea, Kabupaten Muna. Hidup susah. Untuk mendapatkan uang belanja hari-hari sangat susah. Dulu saya jualan sembako, tapi sekarang tidak lagi. Banyak saingan. Suami saya juga nganggur. Sebenarnya nelayan, tapi karena sudah tua jadi tak lagi sanggup untuk melaut jauh-jauh. Ketika kita berprestasi memang dielu-elukan. Setelah tua tak adalagi yang perhatikan. Semoga Apriyani tak seperti keadaan saya,” tutur Hj Juminah.
Keadaan Juminah memang sangat memprihatinkan. Rumah yang ia tempati tak akan pernah dianggap bahwa ibu rumah tangga yang tinggal di dalam rumah itu adalah orang yang pernah mengharumkan dan mengangkat nama negara. Tidak. Kenapa? Rumah papan sederhana di desa terpencil, Bontu-Bontu, kurang lebih 15 menit jarak tempuhnya menggunakan perahu bermesin tempel dari Pelabuhan Tampo.
Bagi orang yang tak kenal Juminah, ketika bertandang di rumahnya, tak akan menyangka akan keluar istilah-istilah olah raga dari mulut ibu rumah tangga ini. Tapi jangan salah, begitu membuka komunikasi dengan Juminah, istilah-istilah olah raga begitu jelas terlontar dari mulutnya. Mantap.
“Terakhir saya ikut PON XIII tahun 1993 di Jakarta. Saya pernah Sea Games di Jakarta 2 emas…ASIAN Games di Korea Selatan kita peringkat ke empat karena saya diturunkan di nomor Rowing. Saya pernah tinggal di Rumania 3 bulan menghadapi kejuaraan ASIAN Games di Korea. Di kejuaraan Asia di China saya juga dapat emas. Kalau mau tulis lengkap, nanti saya bukakan tumpukan piagamku. Banyak piagam saya. Medali juga banyak,” tuturnya.
Tapi bahwa, mengapresiasi Juminah jangan menganggap bahwa apresiasi itu semata-mata untuk Juminah. Bukan. Apresiasi itu sesungguhnya untuk menumbuhkan semangat para atlet untuk sungguh-sungguh berlatih meraih prestasi karena ternyata, negara memberi perhatian besar terhadap mereka yang berprestasi di bidang olahraga. Karena itu, mulailah di Juminah.
Kalau ternyata semangat apresiasi sulit dibangkitkan terhadap status prestasi olahraga, maka bangkitkanlah semangat apresiasi itu dari sisi kemanusiaan. Bagaimanapun, dengan prestasi olahraga yang ditorehkan Juminah, negara telah mendapatkan pengakuan dari berbagai negara dan karenanya negara juga diberikan peringkat atas. Artinya, peringkat negaramu menjadi teratas, tapi orang menjadikan kamu teratas, sekarang anda biarkan di dasar yang paling bawah. Juminah, prestasimu telah menjadikan negeri ini diakui dunia. Buktinya, setiap kejuaraan dayung, Indonesia tetap menjadi hitungan. Juminah, prestasimu telah menjadikan provinsi ini diakui provinsi-provinsi lain. Buktinya, setiap kejuaraan dayung, Sulawesi Tenggara diposisikan di papan atas. Juga, karena Juminah, menjadikan atlet-atlet muda dayung Sulawesi Tenggara tetap berkeyakinan diri untuk tampil sebagai juara. ([email protected])