–Tersangka LSO Mengaku Sakit, YSM Dinas Luar Daerah
KENDARINREWS.COM — Tersangka dugaan kasus korupsi PNBP IPPKH dan persetujuan RKAB PT.Toshida Indonesia mengabaikan panggilan penyidik Kejati Sultra. Tersangka Direktur Utama PT Toshida Indonesia, LSO dan mantan Kabid Minerba Dinas ESDM Sultra, YSM mangkir dari agenda pemeriksaan, Rabu (23/6) kemarin.
Jika panggilan pertama diabaikan kedua tersangka tanpa alasan yang jelas kepada penyidik, kali ini berbeda. Tersangka LSO dan YSM kompak tidak hadir dan kompak memberi alasan tidak bisa penuhi panggilan kedua penyidik. Kejati Sultra bergegas mengagendakan kembali jadwal pemeriksaan dan akan melayangkan surat panggilan ketiga. Soal kapan tersangka dipanggil lagi, Kejati belum dapat memastikan.
Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sultra, Noer Adi, MH mengatakan pihaknya masih menunggu sikap kooperatif dua tersangka, LSO dan YSM. Selanjutnya Kejati Sultra akan melayangkan surat panggilan ketiga secara patut. Apabila masih mangkir akan ditetapkan sebagai DPO dan akan dilakukan pencarian bahkan dijemput secara paksa.
“Benar, saat ini (kemarin,red) seharusnya jadwal pemeriksaan dua tersangka yang sempat mangkir. Kita masih menunggu sikap kooperatif mereka. Direktur Utama PT.Toshida Indonesia sudah mengonfirmasi, tidak bisa hadir, alasannya sakit dan sudah disertai dengan surat keterangan dari dokter,” ujarnya Asintel Kejati Sultra, Noer Adi, MH saat ditemui Kendari Pos di kantor Kejati Sultra, Rabu (23/6) kemarin.
Sementara tersangka YSM mengajukan surat penundaan kepada penyidik yang disampaikan melalui kuasa hukumnya, Dr.Abdul Rahman, SH,MH. YSM menunda hadir memenuhi panggilan penyidik karena sedang menunaikan tugas luar daerah di Jakarta.
“Selain menunggu dua tersangka memenuhi panggilan, saat ini kami masih menunggu laporan hasil pemeriksaan dari lembaga yang berwenang melakukan audit, dalam hal ini BPKP. Tujuannya agar perhitungan yang dilakukan penyidik Kejati Sultra mendapatkan legitimasi secara akurat terkait kerugian yang dialami negara,” jelas Noer Adi, MH.
Hal senada diungkapkan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sultra, Setyawan Nur Chaliq, MH. Menurutnya, melibatkan BPKP dalam penghitungan kerugian negara dilakukan berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP). Kejati telah bersurat dan mendapatkan respons. “Saat ini kami menunggu hasil pemeriksaan, selanjutnya akan melakukan ekspose. Untuk pemeriksaan dari lembaga yang berwenang masih sementara proses, kita tunggu perkembangannya,” ujarnya.
Lebih jauh Setyawan menerangkan, saat ini tim penyidik sudah memeriksa 37 saksi. Sebelumnya 33 saksi dan dalam prosesnya terdapat empat saksi tambahan yang diminta keterangannya. Ia menegaskan, tim penyidik terus mendalami kasus ini, termasuk beberapa dugaan pelanggaran, salah satunya terkait gratifikasi.
“Penyidikan dugaan tindak pidana korupsi bukan hanya sebatas menyangkakan atau memenjarakan. Lebih jauh lagi untuk mengembalikan aset-aset yang seharusnya menjadi penerimaan negara,” pungkas Setyawan Nur Chaliq, MH.
Terpisah, kuasa hukum tersangka YSM, Dr.Abdul Rahman, SH, MH mengatakan belum bisa berkomentar banyak terkait perkara yang membelit kliennya. “Karena klien menunjuk saya sebagai kuasa hukum baru-baru ini, terhitung 19 Juni kemarin. Beliau sendiri yang mendatangi langsung kantor hukum saya dan mengatakan butuh bantuan pendampingan hukum dalam kasus ini dan saya menyanggupi. Terkait kapan waktu untuk pemeriksaan, kita menyerahkannya ke penyidik,” kata Abdul Rahman saat ditemui usai mengajukan surat penundaan ke penyidik, Rabu kemarin.
Untuk diketahui, PT. Toshida dan oknum mantan pejabat Dinas ESDM Sultra yang menjadi empat tersangka diduga terlibat dugaan korupsi dalam pertambangan PT.Toshida Indonesia, yakni Penerimaan Negara Bukan Pajak Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PNBP IPPKH) dan penerbitan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2020. Tersangka BHR, UMR, YSM dan LSO disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 UU Nomor Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
PT.Toshida Indonesia menambang mineral Kecamatan Tanggetada Kabupaten Kolaka sejak tahun 2010 sesuai Izin Usaha Pertambangan (IUP). Selama menambang, PT. Toshida diduga tidak menunaikan kewajibannya seperti PNBP IPPKH, PNBP PHPL, royalti, , Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Corporate Social Responsibility (CSR) dan dana program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM).
Akibatnya, tahun 2020 IUP PT.Toshida Indonesia dicabut sebab telah merugikan negara. Bukannya berhenti, PT.Toshida malah menambang secara ilegal hingga Maret 2021. Dengan dicabutnya IUP, seharusnya RKAB PT.Toshida tak boleh disetujui oleh Dinas ESDM Sultra. Faktanya, Dinas ESDM Sultra menerbitkan persetujuan RKAB PT.Toshida. Negara pun semakin dirugikan.
Dari hasil pemeriksaan awal penyidik ditemukan kerugian negara sekira Rp207 miliar sejak 2010 hingga Maret 2021. Dugaan kerugian negara itu masih bersifat sementara. Kejati menggandeng lembaga audit untuk menghitung kerugian negara.
Sebelum IUP PT.Toshida Indonesia dicabut, hasil penghitungan kerugian negara sekira Rp168 miliar. Jumlah itu ditambah Rp39 miliar sesuai temuan penyidik Kejati terkait invoice hasil penjualan dan pengapalan pasca Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT.Toshida dicabut. (ndi/b)
Mengembalikan Aset yang Menjadi Penerimaan Negara