KENDARINEWS.COM — Satu lagi proyek strategis nasional (PSN) akan dibangun di Kabupaten Konawe. Namanya Bendungan Ameroro di Kecamatan Uepai dan diproyeksi menghabiskan anggaran Rp 1,6 Triliun. Saat ini, pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) IV Kendari sedang melakukan proses pembebasan lahan milik warga pada tiga desa yang terdampak pembangunan bendungan Ameroro.

Kepala BWS IV Kendari, Arsamid Wartadinata, mengatakan, pembebasan lahan pada tiga desa di Kecamatan Uepai yang terdampak pembangunan bendungan Ameroro adalah Tamesandi, Ameroro dan Amaroa. Pihaknya tinggal membayar ganti rugi atas tanah yang diklaim warga, dibuktikan dengan adanya sertifikat lahan. Makanya, pihak BWS IV Kendari juga menggandeng Badan Pertanahan Nasional (BPN) Konawe untuk memastikan keabsahan dokumen sertifikat lahan milik warga tersebut.
Koordinasi lintas sektoral dilakukan BWS IV Kendari, termasuk melibatkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe, serta pihak Pemprov Sulawesi Tenggara.
“Jadi, kami BWS IV Kendari sebagai instansi yang memerlukan tanah. Sementara, pihak BPN Konawe punya kewenangan untuk melakukan pelaksanaan pengadaan tanah. Dasarnya itu di udang-undang (UU) nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Kami bermohon, kalau pihak BPN Konawe katakan oke, maka kita bayar (ganti rugi lahan warga). Tapi kalau belum, kita tidak bayar,” ujar Arsamid Wartadinata, Kamis (10/12), ditemui usai pembayaran ganti rugi lahan warga tiga desa terdampak pembangunan bendungan Ameroro. Hadir dalam kegiatan tersebut, Kepala Bidang Pertanahan Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (PRKPP) Sultra, Ari Tonga, Kepala BPN Konawe, Muhammad Rahman, Camat Uepai, Warni Saleho, serta Kapolsek Lambuya, Iptu Muchsin.
Lanjut Arsamid Wartadinata, pembayaran ganti rugi lahan yang digelar Kamis kemarin (10/12), merupakan pembayaran tahap kedua dilakukan BWS IV Kendari. Sebanyak 87 bidang lahan warga dibebaskan dan diganti rugi dengan anggaran Rp 17,5 miliar. Sebelumnya pada pekan lalu, pihak BWS IV Kendari sudah lebih dulu membayar ganti rugi tahap satu dengan anggaran Rp 23,3 miliar terhadap 59 bidang lahan. “Pembayaran ganti rugi ada tiga tahap. Tahap ketiga, kita akan bayarkan bulan depan. Anggarannya Rp 7,5 miliar untuk 134 bidang. Jadi, total ada 280 bidang lahan yang kita bayar ganti ruginya. Akumulasi anggaran khusus untuk pembebasan lahan Rp 48 miliar,” tambahnya.
Arsamid Wartadinata menjelaskan, mekanisme ganti rugi lahan yang dilakukan BWS IV Kendari, bukan menghitung taksiran harga tanah per meternya. Penghitungan ganti rugi lahan warga itu, dilakukan kantor jasa penilai publik (KJPP) yang menilai taksiran aset dan nilai ekonomis pada lahan milik warga yang akan dibebaskan.
Ia menyebut, Bendungan Ameroro di Kecamatan Uepai dibangun dalam jangka waktu empat tahun hingga ditarget tuntas pada 2024 mendatang. Pembangunan Bendungan Ameroro sudah digolongkan menjadi PSN lewat Peraturan Presiden (Perpres) RI nomor 109 tahun 2020 tentang perubahan ketiga atas Perpres nomor 3 tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional (PSN). Badan bendungan Ameroro yang bakal dibangun itu, sebagian posisinya berada di dalam kawasan hutan lindung pemerintah. Kawasan hutan lindung yang terkena imbas pembangunan bendungan, tidak akan diganti rugi. Melainkan melalui prosedur izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) oleh Kementerian Kehutanan RI.
Lebih jauh Arsamid Wartadinata menuturkan, setelah proses pembayaran ganti rugi lahan selesai, lahan yang dibebaskan tersebut sudah bisa digunakan untuk membangun konstruksi bendungan Ameroro. Jika telah tuntas dikerja, Bendungan Ameroro itu mampu menampung air hingga 45 juta meter kubik. Fungsi lainnya sesuai dokumen perencanaan pembangunan, diproyeksi mampu menggerakkan energi listrik hingga 1 juta watt. Serta jadi sumber pemenuhan air baku warga, sekaligus tempat wisata alternatif baru.
“Perlu diketahui, Bendungan Ameroro ini beda dengan di Wawotobi. Di sana itu namanya bendung, bukan bendungan. Kalau bendung fungsinya hanya menaikkan muka air, bukan menampung air. Kalau bendungan, selain meninggikan air, juga digunakan untuk menampung. Yang akan kita bangun ini mirip dengan bendungan Ladongi di Kolaka Timur,” tandas Arsamid Wartadinata. (b/adi)