Harga Nilam di Kolut Naik


KENDARINEWS.COM — Hingga pekan ketiga Oktober ini, harga minyak tanaman nilam (atsiri) di Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) cukup tinggi. Bagi petani yang sedang melakukan budi daya tanaman itu, tentu menjadi kabar menggembirakan. Meski demikian, sebagian petani juga diliputi rasa cemas. Kepala Seksi Pengendalian Arus Barang dan Jasa Dinas Perdagangan Kolut, Syainal, menjelaskan, harga minyak atsiri dalam beberapa beberapa tahun terakhir memang terus mengalami kenaikan dan kini terpantau senilai Rp 670 ribu dalam takaran per kiloliter. Tanaman nilam potensial di Kecamatan Porehu yang banyak dibudi daya petani saat ini. “Terus naik dan ini (harga) tergolong mahal. Apakah masih akan naik atau mentok pada harga itu, kami juga tidak bisa pastikan,” katanya, Rabu (21/10).

Proses penyulingan nilam untuk menghasilkan minyak atsiri. Kualitas minyak dari Bumi Patowonua itu dianggap memenuhi spesifikasi mutu SNI

Nominal Rp 670 ribu itu menurut Syainal, sudah dalam bentuk jadi. Sementara bahan baku per kilogram rata-rata Rp 12 ribu hingga Rp 13 ribu yang sudah dicacah dan dikarungkan para petani untuk ditimbang. “Kami hanya berjalan dari satu pengumpul ke pungumpul lain mendata hasil panen dan itu pun bertahap, karena situasi pandemi Covid-19. Harga bahan baku itu tergantung kualitas tanamannya,” jelas Syainal.

Kualitas tanaman yang dimaksud, usia panen tanaman antara 6 hingga 8 bulan. Hanya saja untuk data hasil panen, ia mengaku kesulitan mendapatkannya. Karena rata-rata pedagang besarnya berada di luar Kolut. “Yang ada di sini hanya perwakilan yang melakukan pembelian,” argumennya. Soal jasa penyulingan dikatakan banyak di Kolut yang masih eksis hingga saat ini. Beberapa tahun lalu, banyak juga yang meninggalkan penyulingan karena harga atsiri yang anjlok.

Sementara itu Burhan, warga Desa Katoi, mengaku tertarik menanam nilam lagi. Namun ia juga bimbang. Sebab saat tanaman nilam marak dibudidayakan, biasanya kembali diikuti penurunan harga secara perlahan. “Ada sedikit ditanam. Nanti kalau kita tanam lagi banyak-banyak, tiba-tiba tidak ada harga (anjlok) dan dibeli murah sekali,” cemasnya. Untuk diketahui, tanaman nilam pertama kali diperkenalkan di Kolut pada tahun 2010 lalu dan menjadi mata pencarian banyak masyarakat. Harga jual tertinggi dalam bentuk jadi pernah mencapai Rp 750 ribu hingga Rp 900 ribu per kiloliter dan anjlok mulai Mei 2017 senilai Rp 350 ribu dan bahkan lebih rendah.

Di Kolut, nilam diolah melalui proses penyulingan. Kualitas atsiri Bumi Patowonua itu sendiri sesuai hasil penelitian disebutkan telah memenuhi seluruh spesifikasi mutu SNI. (b/rus)

Tinggalkan Balasan