KENDARINEWS.COM–Berdasarkan elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) terhadap 85 persen balita di Buteng pada tahun 2022, tercatat angka stunting di daerah itu sebesar 22,3 persen atau mengalami penurunan 1,1 persen dibandingkan tahun 2021 yang tercatat sebesar 23,4 persen. sementara itu, berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) angka stunting di Buteng mengalami penurunan sebesar 1,10 persen yaitu dari 42,80 persen di tahun 2021 menjadi 41,70 persen di tahun 2022.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Kasman mengatakan, pemerintah daerah saat ini sangat fokus menekan angka stunting. Setiap organisasi perangkat daerah (OPD) didorong melakukan program-program yang tepat sasaran untuk mengurangi jumlah anak yang menderita stunting. Di tahun ini, rencananya akan diadakan program “Bapak Asuh” di mana setiap OPD akan bertanggung jawab terhadap pemenuhan gizi balita di beberapa desa.
“Semua upaya sudah dilakukan namun akan dimaksimalkan lagi di tahun 2023. Kita sudah komunikasikan dengan Pak Sekda. Terobosannya akan ada program bapak asuh. Semua OPD akan dibagi untuk menangani beberapa desa,” ujar Kasman kepada Kendari Pos, kemarin.
Menurut Kasman, menekan jumlah penderita stunting ke angka paling minimal bukan tugas yang mudah. Pasalanya, stunting pada anak terjadi karena banyak faktor. Ada masalah multidimensi yang membentuk generasi stunting di sebuah daerah. Stunting tidak hanya disebabkan oleh kekurangan gizi pada anak setelah lahir. Stunting dimulai jauh sebelumnya, ketika ibu si anak masih remaja, dilanjutkan dengan kondisi kesehatan ibu semasa hamil, hingga keterpenuhan gizi si anak setelah lahir. Dengan komitmen semua pihak, Kasman optimistis generasi Buteng dapat diselamatkan dari penyakit yang mempengaruhi pertumbuhan fisik dan otak anak itu.
“Melalui program bapak asuh, kita canangkan satu balita mengonsumsi minimal satu butir telur setiap hari untuk sumber proteinnya di samping sumber protein yang lain seperti ikan. Harapannya di tahun 2023 penurunan angka stunting akan lebih signifikan. Begitupun dengan hasil SSGI,” imbuhnya.
Kasman menjelaskan, sudah banyak upaya yang dilakukan untuk melawan stunting. Sasaran intervensinya meliputi anak sekolah, calon pengantin, ibu hamil, hingga anak di masa seribu hari pertama kehidupan. Ada porsi-porsi kegiatan yang dilakukan oleh dinas maupun Puskesmas. Oleh puskesmas, ada lebih dari 20 kegiatan yang dilakukan terkait stunting.
Misalnya, sosialisasi minum tablet penambah darah bagi remaja putri di sekolah, pemeriksaan anemia remaja putri, pemberian dan pendampingan minum tablet tambah darah remaja putri, pemberian dan pelaksanaan posyandu, pertemuan koordinasi pelayanan kesehatan reproduksi calon pengantin, pendampingan gizi dan kesehatan reproduksi bagi calon pengantin, pemberian dan pendampingan tablet tambah darah bagi ibu hamil, pendampingan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ibu hamil yang menderita kekurangan energi kronis, konseling gizi seimbang pada ibu hamil, kelas cipta menu PMT bahan lokal, penyuluhan ASI eksklusif dan pemberian makanan pada bayi dan anak di posyandu, pelayanan kesehatan pada daerah terpencil, dan masih banyak kegiatan lainnya.
Kemudian di tingkat dinas dimulai dengan rapat koordinasi analisis stunting, dilanjutkan dengan penyusunan rencana kerja program penurunan stunting tingkat desa, pembinaan kader pembangunan manusia terkait seribu hari pertama kehidupan dan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita, pertemuan validasi dan pemutakhiran data stunting tingkat kabupaten, monitoring dan evaluasi stunting di tingkat desa pada desa-desa lokus, dan lainnya.
“Apa yang kita lakukan hari ini belum tentu hasilnya langsung kelihatan. Karena ini butuh waktu yang cukup lama. Beda dengan penyakit yang lain. Tapi kita tetap berusaha. Mudah-mudahan lewat inovasi-inovasi tadi misalnya bapak asuh, serta pelaksanaan program dengan sungguh-sungguh, kelak hasilnya dapat kelihatan,” pungkasnya. (uli/kn)