KENDARINEWS.COM– Genderang tahapan Pemilu segera dimulai. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mematangkan persiapan menghadapi hajatan demokrasi yang akan melahirkan para nahkoda pelanjut kepemimpinan kasta Presiden, DPR, DPD, DPRD maupun Bupati dan Wali Kota.
Pengamat politik Sultra, Dr. Najib Husain menuturkan, waktu tahapan Pemilu selama 20 bulan, mesti dimanfaatkan secara efektif dan maksimal oleh KPU dalam menata berbagai persiapan. Misalnya, terkait sosialisasi Pemilu jangan dilaksanakan dalam bentuk seremonial belaka tanpa tujuan atau output yang konkrit. Artinya, mesti ada inovasi fundamental dalam memberikan pemahaman kepada pemilih. Seperti memahami dengan baik karakter setiap masyarakat di tiap daerah. Tidak mengandalkan sosialisasi berbasis konvesional atau struktural yang diturunkan dari KPU pusat. Sosialisasi di tengah masyarakat harus melalui pendekatan yang sesuai keadaan karakter masing-masing masyarakat atau daerah yang dituju. Karena berbeda karakter masyarakat pesisir, kepulauan, dan lain sejenis.
“Memahami secara monografi maupun tipikal secara umum kondisi masyarakat, dengan tujuan produktivitas sosialisasi dapat menelurkan hasil yang tepat sasaran. Terjemahannya, para pemilih benar-benar paham secara mendalam dan menyeluruh dan berpotensi besar melaksanakan atau menunaikan aturan menjadi pemilih yang cerdas,” kata Dr. Najib Husain, Minggu (12/6).
Melalui prinsip tersebut, kata dia, maka anggaran yang diperuntukan bagi sosialisasi, tidak berbasis proyek semata. Tetapi termanfaatkan dengan baik sesuai harapan atau cita-cita bersama menuju terciptanya pemilih berkualitas. Karena sejatinya partisipasi pemilih bukan dilihat saat hari H, tetapi saat dimulai tahapan Pemilu. Disatu sisi, pemilih cerdas yang dimaksud yaitu pemilih yang terdorong mempelajari atau menelisik rekam jejak partai atau figur tertentu, sebagai bahan pertimbangan. Output akhirnya saat menjatuhkan pilihan yakni berbasis rasional dan tepat sasaran.
“Dari sini, maka berpotensi besar tercipta pemilihan yang sehat sehingga dapat menelurkan iklim demokrasi yang tumbuh produktif,” beber Najib Husain.
Doktor jebolan Universitas Gajah Mada (UGM) ini menjelaskan, yang tak kalah pentingnya persiapan sumber daya manusia yang berkarakter kuat memahami konsep jalannya Pemilu. Termasuk dalam seleksi badan ad hoc, KPU harus mengalokasikan anggaran khusus untuk tes kesehatan dan tidak membebankan biaya kepada mereka (badan ad hoc). Sangat penting menguji dan memastikan aspek kesehatan bada ad hoc yang merupakan ujung tombak dalam pemilihan. Khawatirnya, tragedi jatuhnya ratusan korban seperti tahun 2019 lalu berpotensi terulang kembali.
“Kita tidak menginginkan tragedi kelam 2019 lalu kembali terjadi. Ini wajib menjadi perhatian penyelenggara. Dalam aspek kesehatan, badan ad hoc tidak bisa hanya berbasis surat pernyataan sehat yang dikeluarkan pihak rumah sakit semata, tetapi mesti ada tes khusus yang benar-benar memastikan mereka sehat. Ini bagian strategi mereduksi jatuhnya korban. Tragedi bobrok Pemilu sebelumnya harus menjadi catatan penting bagi penyelenggara,” beber Najib Husain.
Najib Husain menambahkan, penyelenggara Pemilu dituntut mesti memiliki inovasi dan kreasi produktif yang tinggi dalam mendesain jalannya Pemilu. Salah satu kuncinya mempunyai, perangkat sumber daya manusia dengan kompetensi dan kemampuan manajerial yang berkualitas. (ali).