Kejati : Penyidik Akan Melakukan Langkah Strategis

KENDARINEWS.COM — Pengadilan Negeri (PN) Kendari menolak permohonan praperadilan YSM (mantan Kabid Minerba Dinas ESDM Sultra) dalam penetapan tersangka dugaan korupsi penerbitan RKAB pertambangan PT.Toshida Indonesia. Di sisi lain, permohonan praperadilan tersangka Dirut PT.Toshida justru diterima. Kuasa hukum YSM, Hidayatullah SH menilai ada disparitas hukum putusan hakim praperadilan antara kliennya, YSM dan tersangka lainnya yakni LSO.

Hidayatullah, SH mengatakan sangkaan yang dilekatkan kepada kliennya tidak memiliki dasar hukum yang jelas. “Kalau Kejati Sultra akan lanjutkan kasus ini, kami akan praperadilan lagi karena kasus ini di paksakan,” kata Hidayatullah, Kamis (29/7) kemarin.

Bertolak dari disparitas putusan hakim praperadilan YSM dan LSO, Hidayatullah menjelaskan tetap menjadi bagian integral untuk penghentian penyidikan perkara dugaan korupsi penyalahgunaan penggunaaan kawasan hutan dan persetujuan RKAB PT. Toshida Indonesia oleh Kejati Sultra. Dalam sidang putusan, praperadilan yang diajukan YSM ditolak, sementara permohonan praperadilan LSO, diterima dengan beberapa pertimbangan putusan hakim tunggal PN Kendari, Klik Trimargo.

Menurut Hidayatullah, PN Kendari mengabulkan permohonan LSO agar termohon Kejati Sultra untuk menghentikan penyidikan terhadap kasus yang menimpa LSO karena tidak prosedural dan melanggar KUHAP. Termasuk menganulir penetapan status DPO, pencekalan, dan penetapan tersangka yang tidak sesuai prosedur sesuai KUHAP.

“Disparitas putusan tersebut dengan penerapan putusan tidak sama oleh hakim yang berbeda. Tetapi terhadap penerapan hukum acara yang tindak pidananya memiliki subyek hukum sama. Delict inti sama pasal 2 ayat (1), pasal 3 UU Tipikor di junctokan dengan turut serta pada Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHAP,” ujar Hidayatullah.

Hidayatullah menjelaskan, disparitas putusan ini menjadikan dasar pertimbangan hakim terhadap praperadilan YSM menjadi tidak jelas. Tetapi di sisi lain posisi semua tersangka menjadi jelas ketika putusan praperadilan LSO diterima oleh hakim, itu adalah bagian mutatis mutandis yang berpengaruh terhadap penyidikan dan penetapan 4 tersangka (YSM, BHR, UMR dan LSO) karena proses penyidikan dan sprindiknya adalah satu.

“Pertimbangan dua hakim tunggal yang berbeda tersebut benar-benar membuka cakrawala dan wawasan hukum publik bahwa begitu sangat dipaksakan dan adanya kriminalisasi kasus tersebut,” ungkap Hidayatullah.

Sementara hakim menerima praperadilan LSO karena tidak adanya kerugian negara yang nyata dan pasti (actual loss) melalui audit BPK. Versi jaksa, tersangka LSO merugikan keuangan negara. Namun dalam sidang permohonan praperadilan YSM, hakim tunggal praperadilan mempertimbangkan bahwa audit kerugian negara adalah materi pokok perkara.

“Karena permohonan praperadilan LSO diterima dalam perkara pidana yang sama, maka delik yang sama dengan keputusan penetapan hakim untuk termohon jaksa dihentikan penyidikan. Berarti otomatis penyidikan kasus ini ditutup atau dihentikan dan kembali seperti semula tanpa ada pelabelan saksi maupun tersangka secara keseluruhan karena penyidikan dan penetapan 4 tersangka dalam satu sprindik menjadi cacat yuridis atau batal demi hukum,” tegas Hidayatullah.

Mantan Ketua KPU Sultra itu menambahkan, disparitas putusan hakim dalam kasus pidana yang sama karena dianggap turut serta dalam juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHAP ini menjadi gugur. Dan potensi kerugian negara sudah tidak ada karena pelaku utama yang ditetapkan sebagai tersangka LSO dengan beban pidana yang dianggap memperkaya diri dan diperkaya oleh mantan Kabid Minerba Dinas ESDM Sultra, YSM dan mantan Plt. Kadis Dinas ESDM Sultra, BHR merugikan negara sudah tidak ada juga.

“Artinya, karena penyidikan Kejati Sultra batal demi hukum maka mutatis mutandis Sprindik kasus tersebut juga batal demi hukum. Sebab, penetapan tersangka cacat yuridis atau batal demi hukum. Maka penetapan 4 tersangka juga batal demi hukum karena cacat prosedural. Karena sejatinya hukum formil (KUHAP) merupakan instrumen untuk menegakkan hukum materil (KUHP) atau materiil dalam lingkup UU Pidana Tipikor. Jika hukum formilnya sudah cacat maka tidak dapat lagi dilanjutkan pokok perkara,” beber Hidayatullah.

Hidayatullah mengaku akan menempuh langkah-langkah konkret memperjuangkan kebenaran bahwa kliennya (YSM) tidak bersalah demi memastikan pihak Kejati Sultra menghentikan penyidikan kasus a quo serta membatalkan penetapan tersangka LSO yang mutatis mutandis sprindik juga menjadi batal demi hukum berdasarkan putusan praperadilan LSO yang diterima PN Kendari. Atas dasar itu, kasus mesti ditutup atau dihentikan (SP3) sehingga semua tersangka dibebaskan demi hukum.

“Dan jika dikemudian hari ternyata jaksa mencabut kembali SP3 dan memulai penyidikan baru lalu menerbitkan Sprindik lagi untuk menetapkan 4 tersangka lagi maka kami akan kembali melakukan praperadilan,” pungkas Hidayatullah.

Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra), Sarjono Turin, SH, MH melalui Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sultra, Noer Adi, SH, MH mengungkapkan penyidik masih terus bekerja mengungkap perkara yang tengah ditangani kendati ada upaya hukum yang dilakukan tersangka yakni praperadilan. Kejati memperkuat alat bukti sembari menanti hasil audit dari auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sultra.

“Terkait permohonan pra peradilan YSM yang ditolak hakim Pengadilan Negeri (PN) Kendari, penanganan tahap penyidikan tetap dilanjutkan dengan melengkapi alat bukti untuk memperkuat pembuktian dan menunggu hasil audit dari auditor untuk menghitung kerugian keuangan negara,” ujar Noer Adi.

Terkait diterimanya permohonan praperadilan tersangka Dirut PT.Toshida Indonesia LSO oleh PN Kendari, Asintel Kejati Sultra, Noer Adi, SH, MH mengatakan pihak Kejati tetap akan melakukan upaya perlawanan atas putusan tersebut dengan mengajukan Verzet (upaya hukum terhadap putusan verstek, putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya tergugat).

“Penyidik akan melakukan langkah strategis untuk menetapkan kembali LSO sebagai tersangka dan menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) lagi, selanjutnya melakukan penyidikan lanjutan,” ujar Noer Adi. (ali/ndi/b)

Tinggalkan Balasan