KENDARINEWS.COM – Nomenklatur satu kementerian dalam kabinet pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin berubah. Itu menyusul penggabungan dua kementerian, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek).
Perubahan tersebut diusulkan pemerintah ke DPR. Kemarin (9/4) DPR merestui usul perubahan itu dalam rapat paripurna.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebutkan, badan musyawarah telah melakukan rapat menyusul pengiriman Surat Presiden No R-14/Pres/03/2021. Rapat konsultasi pengganti rapat bamus pada Kamis (8/4) menyepakati dua poin. Salah satunya soal penggabungan kementerian. ’’Menyepakati penggabungan sebagian tugas Kementerian Riset dan Teknologi ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan sehingga menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek),’’ ujar Dasco.
Satu poin berikutnya adalah DPR menyetujui pembentukan Kementerian Investasi untuk meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja.
Meski DPR memberikan persetujuan, Fraksi PKS menilai penggabungan dua kementerian itu sebagai langkah mundur pemerintah yang kurang elok. Sebab, sebelumnya pemerintah sendiri yang berinisiatif memisah dua kementerian tersebut.
Wakil Ketua Fraksi PKS Mulyanto mengatakan, pemisahan dua kementerian itu sebelumnya disebabkan kinerja kementerian yang menangani dua hal sekaligus dinilai kurang efektif. ’’Dan sekarang pemerintah melakukan hal yang sama untuk sesuatu yang telah dikoreksi. Tentu keputusan ini sangat membingungkan,’’ jelas Mulyanto.
Secara terpisah, kemarin Bambang Brodjonegoro berpamitan sebagai Menristek saat berkunjung ke Universitas Hasanuddin (Unhas). ’’Pada saat pelantikan 2019, saya ingat setelahnya ketika menjadi Menristek, kunjungan pertama saya ke Unhas,’’ jelasnya.
Namun, kemarin justru menjadi kunjungan terakhir dia sebagai Menristek. ’’Jadi, nggak ada lagi Kemenristek dan nggak ada lagi kunjungan dari Kemenristek,’’ katanya.
Untuk proses berikutnya, apakah fungsi Kemenristek diganti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang akan dijadikan setingkat kementerian, dia tidak bersedia berkomentar lebih jauh. Bambang meminta masyarakat sebaiknya menunggu pengumuman resmi dari Presiden Joko Widodo. Intinya, saat ini Kemenristek digabung ke Kemendikbud, sedangkan BRIN menjadi badan sendiri. Sebelumnya, BRIN menempel ke Kemenristek.
Bambang berharap, transisi penggabungan Kemenristek ke Kemendikbud dan BRIN menjadi badan tersendiri berjalan mulus. Dengan begitu, tidak mengganggu agenda-agenda riset prioritas nasional.
Dia menegaskan, struktur Kemenristek tidak hilang. Hanya dilebur ke Kemendikbud. Dalam periode sebelumnya, Kemenristek digabung dengan fungsi pendidikan tinggi menjadi Kemenristekdikti.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah menuturkan, penggabungan Kemenristek ke Kemendikbud secara umum tidak masalah. Khususnya bagi kalangan peneliti di perguruan tinggi. Dia mengatakan, selama ini perguruan tinggi seperti berjalan di dua kaki. ’’Selama ini pengabdian masyarakat kampus lapor ke Kemenristek. Untuk pengajaran lapor ke Kemendikbud,’’ tuturnya.
Dia berharap, penggabungan itu bisa membuat kerja lebih efisien. Selain itu, ada kesinambungan kegiatan penelitian dan pendidikan dari level dasar, menengah, hingga tinggi.
Meski begitu, merger kementerian tentu berpotensi menimbulkan masalah birokrasi dan urusan teknis. Misalnya, penentuan pejabat eselon I atau Dirjen dan di bawahnya. Juga urusan teknis seperti nomenklatur lembaga-lembaga atau unit kerja di bawah Kemenristek selama ini.
Selain itu, Lina mengomentari munculnya Kementerian Investasi. Sebagaimana diketahui, selama ini urusan investasi di bawah komando Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Menurut Lina, yang penting bukan bentuk lembaganya kementerian atau badan. ’’Yang lebih penting adalah kebijakan yang diambil,’’ tuturnya. (KN)