KENDARINEWS.COM — Kehadiran Nur Alam (NA) dalam persidangan menginspirasi catatan ini. Bukan dari materi persidangan, tapi di simbol pada momen tersebut. Pada akhir persidangan, NA menitip cermin dan kopiah. Pada saat membuka amplop, ‘barang’ yang diambil yakni cermin. Saat itu, NA berucap: anda adalah lebih tahu. Apapun yang anda lakukan dalam tanggung jawab jabatan. Itu adalah tanggung jawab anda dan anda sudah sudah buktikan untuk menjalankan seluruh risiko dan tanggung jawab anda. Setelah itu, NA mengeluarkan kopiah/songkok. NA berucap saya ingin bersujud dan tobat. Sekali lagi bahwa kehidupan sudah tidak lama. Pasti akan tiba yang mulia.
Begitulah narasi dari video yang tersebar melalui beberapa WA. Mungkin ada yang salah dari ucapan NA. Mungkin juga ada yang terlupa. NA dengan latar belakang sebagai mantan Gubernur Sultra dan juga politisi, paham untuk memainkan simbol. Setiap politisi, bahkan presiden juga kerap memainkan simbol.
Tengok saja ‘perang simbol’ antara Jokowi dan SBY beberapa tahun silam. Ketika mantan Presiden SBY melakukan kritik proyek infrastukrur Jokowi. Ia kritik saat tour de Jawa untuk meet the people dan meet the kader dengan ungkapan bahwa Jokowi terlalu getol membangun infrastruktur. Kritikan SBY tidak langsung ditanggapi secara verbal oleh Jokowi. Ia “membalasnya” dengan mengunjungi kompleks olahraga Hambalang-proyek yang membuat sejumlah elite Partai Demokrat terjungkal karena skandal korupsi.
Kita juga dapat menangkap simbol-simbol dari para pemimpin yang ada. Sukarno dengan simbol anti pejajajahan, Soeharto simbol pembangunan, Megawati simbol kelembutan, Gus Dur simbol multikultural, SBY simbol berwibawa, Jokowi simbol merakyat. Pada level Gubernur Sultra, juga melekat simbol. Alala, disimbolkan dengan Gerakan Desa Makmur Merata. Kaimoeddin, dengan 4 Sehat 5 Penyempurna. Ali Mazi, saat itu, SMS. NA dengan Bahteramas. Saat ini, Ali Mazi-Lukman Abunawas dengan Garbarata, atau juga AMAN.
Di parpol, pertarungan simbol juga terjadi. Pohon beringin pada Partai Golkar memberi makna yakni perlindungan bagi seluruh rakyat Indonesia. Ka’bah pada PPP adalah simbol pemersatu umat Islam. Nasdem dengan simbol yang sederhana yakni gerakan perubahan. PKS berupa simbol padi di antara sabit di dalam kotak hitam seperti ka’bah. Partai Gerindra dengan kepala burung garuda. PAN berupa matahari memberi simbol yakni pencerahan baru menuju masa depan. Partai Hanura dengan ujung seperti anak panah. Partai Demokrat dengan simbol tiga bintang yakni nasionalis-religius, humanisme, dan pluralisme. Maaf, jika masih ada partai yang tidak disebutkan.
Pada momen pilkada, nomor urut, masing-masing paslon memberi arti dan simbol. Jika memperoleh nomor urut “1”, akan diberi tafsir ‘yang pertama’, ‘yang terdepan’. Jika nomor urut “2” dengan mengadaptasi anggota tubuh manusia yang serba dua, dan sering diidentikkan dengan nomor kemenangan, ‘victory’ (v). Nomor urut “3” diberi makna Persatuan Indonesia, melambangkan keseimbangan, baik itu antara tua dan muda, miskin kaya, dan lain-lain. Jika nomor urut 4, diberi makna bahwa pasangan ini sempurna karena alam dibentuk atas empat unsur yakni tanah, air, api dan, tanah. Nomor urut “5”, biasanya dikaitkan dengan lima sila Pancasila, lima rukun Islam.
Itulah politik penuh dengan simbol. Perang simbol sangat diperlukan. Jangan perang otot. Sebab, jika pertarungan simbol memiliki kekuatan untuk menarik simpati dan daya tarik dari pemilih atau orang lain. Jadi, apa arti cermin dan kopiah/songkok dari NA? Silakan tafsir sendiri. Pasti NA punya maksud dari simbol tersebut. Tanya pada rumput yang bergoyang, ungkap Ali Mazi. Ini juga jawaban simbolik. (*)
Penulis : Guru Besar FISIP UHO & Ketua AIPI Cab.Kendari