Kain Tenun Kamohu Jadi Warisan Budaya Indonesia

KENDARI, KENDARINEWS.COM—Warga Kabupaten Buton Tengah patut berbangga. Kekayaan budaya dari negeri yang dipimpin Bupati Samahuddin itu masuk dalam Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia yakni kain tenun Kamohu. Pengakuan kain tenun Kamohu masuk dalam deretan WBTB Indonesia datang dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Sultra, Asrun Lio, PhD diutus Gubernur Sultra, Ali Mazi untuk menerima sertifikat WBTB Kamohu yang diserahkan Kemendikbud RI di Jakarta, Selasa (15/03/2021).

Kepala Dinas Dikbud Provinsi Sultra, Asrun Lio, PhD (dua kanan) menerima sertifikat Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dari Sekjen Kebudayaan Kemendikbud RI di Jakarta, Senin (15/03/2021). DOK.PRIBADI ASRUN LIO FOR KENDARINEWS.COM

Asrun Lio mengatakan sejak tahun 2019, Pemprov Sultra telah mengusulkan delapan WBTB ke Kemendikbud. Setelah pengkajian dan penelitian, hanya satu yang dinilai layak dipertimbangkan menjadi WBTB. Salah satu penilaian penting sehingga kain tenun Kamohu ditetapkan WBTB karena sebagian besar masyarakat dan kaum ibu merupakan pengrajin tenun tradisional.

“Kemendikbud RI menilai bahwa Kamohu ini tidak hanya berfungsi sebagai sarung tenun saja akan tetapi bisa difungsikan sebagai pakaian adat Desa Watarumbe,” ujar Asrun Lio dalam pertemuan pemangku kepentingan penetapan WBTB Indonesia di Jakarta saat dihubungi kendarinews.com.

Kamohu kata Asrun Lio, memiliki beragam-ragam warna yang terbuat dari kapas dan dibuat secara tradisional. Namun seiring perkembangan zaman dan banyaknya kesibukan masyarakat sehingga sudah banyak yang bahan pembuat tenun menggunakan buatan pabrik, salah satunya pada bahan benangnya. “Kendati begitu, kain tenun Kamohu masih terus diproduksi masyarakat sehingga ditetapkan menjadi WBTB,” ungkapnya.

Asrun Lio menjelaskan Kamohu dapat terlihat seperti pada acara kegiatan adat, pesta akikah, pernikahan, pingitan, hingga acara ritual adat lainnya. Akan tetapi, warna sarung tenun Kamohu yang digunakan pada umumnya berbeda-beda, tergantung status sosial ataupun jabatan dalam struktural adat dan hal ini berbeda dengan sarung tenun pada umumnya.

Penilaian lain sehingga Kamohu ditetapkan sebagai warisan tak benda yakni sudah ada selama 50 tahun. Kain tenun Kamohu ini sudah ada sejak abad 19 lalu. Sehingga kemungkinan Kemendikbud menganggap narasinya lengkap untuk dipertimbangkan menjadi WBTB. “Bahkan Belanda saja dalam tulisannya menyebutkan yang bisa diperdagangkan selain rempah-rempah itu adalah tenun. Berarti sudah ada sejak dulu,” tutur Asrun Lio.

Lulusan S3 The Australian National University Canberra ini mengungkapkan, dengan ditetapkannya kain tenun Kamohu sebagai WBTB Indonesia, maka Sultra telah memiliki 13 warisan budaya yang telah ditetapkan. “Sejak tahun 2013 hingga tahun 2020, Sultra memiliki 13 warisan budaya yang telah ditetapkan, yakni Tari Raigo, Kalosara, Kabanti, Lariangi, Kaghati, Mosehe, Lulo, Karia, Tari Linda, Kantola, Istana Malige Buton, Kaago-ago, dan Kamohu,” sebut Asrun Lio.

Asrun Lio bertekad akan terus berupaya melestarikan dan mengusulkan warisan budaya tak benda Sultra ke Kemendikbud. “Melalui momentum ini saya berharap agar setiap warisan budaya yang ada di setiap penjuru Provinsi Sultra tetap dijaga, dilestarikan, dan diwariskan demi anak cucu kita agar tidak hilang dan tidak menjadi kebudayaan bangsa lain,” tutupnya. (rah/b)

Tinggalkan Balasan