KENDARINEWS.COM — Judul di atas, merupakan tagar yang pada hari ini banyak dipasang oleh berbagai kader Hijau Hitam. Saat saya membuka facebook, berbagai figur di Sultra memasang foto, logo HMI. Di samping itu, ada tulisan lain, ‘Ayo Ber-HMI’. Mengokohkan komitmen keislaman dan kebangsaan’.
Berbagai tagar dimaksud, mengiringi perjalanan HMI, yang dibentuk 5 Februari 1947. Usia 74 tahun sudah cukup panjang untuk suatu organisasi mahasiswa guna mencatat sejumlah pengalaman dalam proses pertumbuhannya.
Dr.Agussalim Sitompul, sejarawan HMI, menulis peringatan Dies Natalis I HMI. Acara dihadiri oleh Achmad Tirtosudiro, lalu juga turut dihadiri oleh Abu Hanifah (PPMI) dan Jenderal Sudirman (Panglima Angkatan Perang RI).
Koran yang memberitakan peringatan Dies Natalis yakni harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta. Yakni, Sabtu, 7 Februari 1948 Tahun III No.99 halaman 2. Begini isi beritanya: ‘HMI semalam merayakan genap 1 tahun berdirinya. Di samping pertunjukan-pertunjukan kesenian, ada lagi yang nyaman rasanya, yakni seni syair ala Pak Dirman. ‘HMI’ hendaknya benar-benar HMI, jangan sampai menyendiri. Apa ada HMI yang tidak benar-benar HMI. Kenapa pak Dirman sampai bersyair begitu. Mula-mula bikin hati tratabatan. Lalu, interpretasi Pak Dirman bukan hanya Himpunan Mahasiswa Islam, tetapi Pak Dirman menyebut HARAPAN MASYARAKAT INDONESIA. Pak Dirman berpesan, agar kegembiraan bukan hanya satu malam saja, sedang lain kegembiraan harus dipelihara seterusnya, tiada habis-habismya, yaitu kegembiraan dalam bekerja’. Itulah berita Harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, 73 tahun silam.
Lafran Pane, pendiri HMI, saat mendirikan HMI, karena keterlibatannya di Studenten Islam Studi Club (SIS). Kelompok ini, senantiasa berdiskusi tentang kebangkitan Islam. Dari kelompok studi ini yang kemudian membawa gerakan Islam ke kampus. Lafran Pane, senantiasa berkumpul di Kauman Yogyakarta, yang kemudian merambah ke Malioboro. Dari Kauman, kemudian diskusi menjalar ke Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, Padang, Medan.
Jadi, nafas asli HMI, adalah tradisi SIS, yakni diskusi mengenai topik-topik utamanya Islam, dan dunia ilmu pengetahuan lain. Jadi, jangan heran, kalau anak HMI hobi berdiskusi. Penulis ingat, saat masih sebagai pengurus cabang, aktif di sekretariat HMI Cabang Kendari, masih berdinding papan. Jika ada ‘abang dari Jakarta’ yang datang ke Kendari, maka yang bersangkutan, ‘digiring’,’diculik’, hanya mau mendengar informasi orang Jakarta.
Maklumlah, saat itu aktivis HMI belum canggih seperti sekarang. Jika ada kawan, usai mengikuti kongres, LK II, advance training, atau luar daerah dihadirkan di sekretariat untuk mendengar informasi apa yang penting untuk didengar bersama.
Cak Nur, sapaan akrab Nurcholis Majid, saat Kongres XIX HMI mengemukakan kader HMI hendaknya menjadi cendekiawan yang mengarah pada problem solver. Lalu, pesannya lagi, jika mau mewujudkan itu hendaknya kader HMI perlu banyak membaca buku.
Tantangan utama sekarang yakni ada beban kesejarahan yang dipikul oleh generasi muda HMI. Yakni prestasi kader HMI dalam pergulatan pemikiran cendekiawan Islam. William Liddle, dengan tanpa menyebut bahwa slogan Islam Yes, Partai Islam No, adalah buah karya dari peran menonjol Cak Nur. Barangkali sudah amat berat untuk menemukan sosok Cak Nur di generasi HMI saat ini.
Tidak perlu silau dengan masa lalu, sebab pada masa yang akan datang membutuhkan kacamata baru yang lebih jernih. Sejarah bukan untuk dimitoskan. Saya kutipkan paragrap pertama puisi dari Firdaus Syam dengan judul Balada Yakusa Garudaku
Kanda. Yunda…
Jalan itu..
Memang tidak selalu datar dan menurun..
Tetapi insan cita tetap ada di puncak pendakian..
Tidak boleh berhenti
Tak ada kata menyerah
Disetiap detak jantung perjuangan kita.
Mau tidak mau, bila menatap masa depan, maka dibutuhkan transformasi. Dalam situasi lingkungan yang sudah berubah, dengan tantangan makin kompleks, saya masih yakin HMI masih menjadi organisasi perjuangan dengan kader-kadernya silih berganti. Dengan fakta itu, maka garis perjuangan tidak bisa luntur, untuk terus menerus tumbuh dan berkembang, mengikuti arus perubahan. Itulah kader yang berkualitas dan karena itu pulalah perlu optimis, yakin usaha sampai. Yakusa. Bahagia HMI. Yakusa. Bahagia HMI.(*)