KENDARINEWS.COM — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengganti standar kelulusan dari Ujian Nasional (UN) menjadi Asesmen Nasional (AN). Rencananya hal ini akan diterapkan pada Maret 2021 mendatang.
Mendikbud Nadiem Makarim pun mengungkapkan bahwa AN merupakan perubahan yang besar. Jadi, jika UN yang dinilai adalah peserta didik di setiap mata pelajaran yang diujikan, AN sebaliknya, yang dinilai adalah satuan pendidikan itu sendiri.
“Asesmen Nasional adalah untuk mengukur unit pendidikan, untuk mengevaluasi unit pendidikan, bukan untuk menghakimi anak-anak kita (melalui nilai UN) bisa masuk ke sekolah mana,” ucap dia webinar Cerita di Kemenkeu Mengajar, Senin (26/10).
Dari konsep ini, kata Nadiem, AN tidak akan mengkotak-kotakan anak yang memiliki nilai tinggi dapat masuk ke sekolah negeri atau tidak, begitu juga sebaliknya. Semua orang berhak untuk bisa mendapatkan pendidikan yang baik sebagai warga negara.
“Jadi ini adalah suatu perubahan transformasional, di mana AN digunakan untuk mengevaluasi kinerja sekolah, untuk memperbaiki, memberikan umpan balik kepada guru dan kepala sekolah bagaimana untuk meningkatkan kualitas, bukan untuk menjadi sistem seleksi anak masuk negeri atau masuk swasta,” imbuhnya.
Dia mengaku bahwa konsep tersebut diadaptasi dari berbagai negara dengan pendidikan yang modern. Untuk itu, dengan penyetaraan ini, diharapkan sistem pendidikan Indonesia dapat lebih berkembang ke arah yang lebih baik.
“Ini adalah suatu hal yang kita pelajari dari negara-negara dengan sistem pendidikan yang lebih maju dari kita bahwa ini adalah cara untuk melakukan penyetaraan akses kepada semua orang untuk bisa mendapatkan pendidikan yang baik, dan juga memastikan kita mengukur institusi dan bukan mengukur potensi anak individu,” ujarnya.
Sebelumnya, Nadiem pernah menjelaskan bahwa AN bukan hanya sebagai pengganti daripada UN dan USBN, tetapi juga sebagai penanda perubahan paradigma tentang evaluasi pendidikan. Asesmen Nasional terdiri dari tiga bagian, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.
“Potret layanan dan kinerja setiap sekolah dari hasil asesmen nasional ini kemudian menjadi cermin untuk kita bersama-sama melakukan refleksi mempercepat perbaikan mutu pendidikan Indonesia,” ucap dia dalam keterangan tertulis.
Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah pun mengatakan bahwa tidak melihat kesiapan dari Kemendikbud perihal AN. Pasalnya, hanya ada waktu 5 bulan sebelum AN akan diterapkan.
“Kapan akan disosialisasikan? Ini kan nggak bercanda. Ini membuat kebijakan tapi tidak lengkap dan komprehensif kajiannya,” ujar Ferdiansyah dalam diskusi Asesmen Nasional dan Guru Penggerak secara daring, Senin (26/10).
Dia juga mempertanyakan beberapa hal pada saat melalukan rapat kerja bersama Kemendikbud bulan lalu. Terkait penyusunan konsep, apakah telah dilakukan dan melibatkan pemangku kepentingan atau tidak.
“Apakah konsep AKM ini sudah dipahami pemangku kepentingan? Nah, siapa saja yang dianggap pemangku kepentingan dan berapa lama mereka bisa mensosialisasikan sampai satuan pendidikan paham?” imbuhnya.
Selain itu, dia khawatir bahwa waktu yang singkat ini akan cepat dipahami oleh para stakeholder. Mengingat terdapat buku panduan AN yang memiliki lembar sampai 125 halaman.
Dia juga mempertanyakan apakah AN ini nantinya dapat menjadi media yang tepat untuk mengevaluasi peserta didik, satuan pendidik, dan program pendidik. Begitu juga dengan transparansi dan sistemik yang dapat menilai standar pendidikan nasional. “Lalu siapa pula yang membuat soal AKM ini, siapa yang mengawasi dalam konteks apakah ini cocok karena tidak ada data dan segmentasinya,” imbuh dia.
Pertanyaan yang Ferdiansyah lontarkan pada saat raker itu juga belum mendapat jawaban sempurna dari Kemendikbud. Untuk itu, dia meminta dalam raker berikutnya, AN sudah bisa dijelaskan secara rinci. “Terakhir bagaimana kita mengevaluasi pelaksanaan AKM ini. Ini jadi pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dijawab kemendikbud secara sempurna sampai saat ini,” pungkas Ferdian. (jpg)