KENDARNEWS.COM — Pilkada Serentak 2020 diprediksi masih dipenuhi dengan kecurangan. Alasannya, di tengah pagebluk Covid-19, pengawasan akan mengendur. Tak hanya kecurangan, potensi politik uang juga diprediksi masih mewarnai Pilkada.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha dalam diskusi daring, kemarin (25/10) mengatakan, potensi politik uang masih akan terjadi karena kondisi ekonomi masyarakat yang tengah menurun akibat terdampak Covid-19.
“Ini sudah kami prediksi sehingga sekali lagi kami masih mendorong agar pilkada di tengah pandemi untuk ditunda,” ujarnya. Egi menduga, ketegasan pemerintah untuk tetap menggelar Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi diakibatkan adanya desakan dari orang-orang kuat. Menurutnya, orang-orang kuat tersebut ingin tetap bisa menumpuk kekayaan di daerah.
“Kami sejujurnya curiga bahwa pemaksaan pilkada di tengah pandemi adalah salah satu rangkaian upaya dari orang-orang kuat untuk menumpuk kekayaannya, dalam hal ini kita bicara oligarki yang ingin memastikan pencaplokan sumber daya di daerah,” ucap Egi.
Ia pun menyampaikan, beberapa pihak yang mendorong pemerintah untuk menunda pilkada khawatir akan potensi merebaknya penularan Covid-19 di daerah. Sebab, menurut dia, tingkat kepatuhan masyarakat untuk menjalankan protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah masih minim. “Kalau saya ambil data kemarin kasus positif terus berada di angka yang mengkhawatirkan, tentunya kalau Pilkada tetap dilaksanakan di tengah pandemi yang belum juga mereda, pasti pelaksanaannya akan memperparah kondisi Covid-19 yang ada,” ungkap Egi.
Berdasarkan survei bertajuk ‘Politik, Demokrasi, dan Pilkada di Era Pandemi’ yang dipublikasikan Indikator Politik Indonesia, sebagian besar masyarakat setuju jika Pilkada Serentak 2020 ditunda. Sedikitnya 50,2 persen responden menyatakan setuju, sebaliknya 43,4 persen menolak. Meski demikian, menariknya, mayoritas masyarakat yang setuju justru tinggal di wilayah yang daerahnya tidak melaksanakan Pilkada Serentak 2020.
“Itu lucu, semakin tidak tinggal di wilayah yang enggak ada pilkadanya, semakin minta ditunda,” ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi. Burhanuddin menyampaikan, hasil survei juga menunjukkan sedikitnya 85,3 persen responden setuju Pilkada Serentak 2020 berpotensi menyebarkan Covid-19. Sementara 11,1 persen tidak setuju, 1,3 persen tidak setuju sama sekali, dan sisanya tidak menjawab atau tidak tahu. (riz/khf/fin)