KENDARINEWS.COM — Tugas penyelenggara Pilkada Serentak 2020 belum rampung. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat, 123 Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020 (PHPKada 2020) yang akan diuji di Mahkamah Konstitusi (MK). Penyelenggara harus memahami materi pokok permohonan agar mampu menjawab dengan baik.
Komisioner KPU RI Hasyim Asy’ari merinci, dari 123 permohonan, ada satu gugatan pemilihan gubernur, 13 pemilihan wali kota, 109 pemilihan bupati. Ada penambahan 36 permohonan perselisihan hasil pemilu yang masuk sehari terakhir. Pada Senin dini hari jumlah gugatan yang diajukan sebanyak 87.
Hasyim mengklaim, jika pihaknya telah mempersiapkan kemungkinan PHPKada 2020 di MK. “KPU telah melakukan serangkaian rapat koordinasi dan bimbingan teknis dalam persiapan menghadapi perselisihan hasil pemiludi MK,” kata Hasyim. Menurut dia KPU telah mengadakan rapat koordinasi secara internal dengan KPU daerah maupun eksternal dengan MK untuk mempersiapkan kemungkinan gugatan perselisihan hasil pemilu tersebut.
Sementara itu, Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar meminta lembaga pengawas di daerah menyiapkan data dengan lengkap. Harapannya, tidak menyulitkan jika nantinya menghadapi persidangan di MK. Ia melanjutkan, Bawaslu harus membaca dan memahami pokok permohonan. Dirinya menegaskan saat ini tidak hanya hasil suara yang dijadikan objek sengketa oleh pemohon, melainkan ada salinan daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak lengkap, saksi tidak bisa mengambil foto daftar hadir hingga pelanggaran protokol kesehatan.
“Hal itu harus bisa dijawab karena terkait kerja pengawasan kita di lapangan. Jawab pertanyaan apa saja yang ditanya. Tidak perlu jawab yang tidak ditanya,” tegasnya. Menurutnya dalam memberikan keterangan dalam PHP di MK, jajaran Bawaslu daerah harus melakukan inventarisasi dokumen pengawasan, penanganan pelanggaran, penyelesaian sengketa, dan dokumen lain yang berkaitan dengan pokok permohonan.
“Tugas ini dapat dilakukan dengan melakukan pembagian beban kerja berdasarkan divisi. Saya harap data dari kabupaten kota hingga provinsi jangan berbeda,” sebutnya.
Sementara itu, Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo membandingkan data tingkat pelanggaran Pilkada 2018 yang dilaksanakan di 171 daerah Pilkada 2020 di 270 daerah. Meski jumlah dugaan pelanggaran menurun, namun menurutnya tingkat penanganan pelanggaran mengalami kenaikan.
Sehingga perlu memberikan perlindungan kepada pelapor yang mungkin mendapatkan ancaman teror dari pihak terlapor. Menurutnya ada kesamaan bentuk pelanggaran seperti pemasangan alat peraga kampanye (APK) tak sesuai prosedur yang masih mendominasi pelanggaran administrasi.
“Lalu keberpihakan penyelenggara ad hoc (sementara) juga masih mendominasi pelanggaran kode etik, keberpihakan kepala desa mendominasi tindak pidana pemilihan, dan ASN memposting keberpihakannya di media sosial yang masih banyak,” katanya. (fin)