Empat Korban Human Trafficking Dipulangkan ke Keluarga

–Waspada, Calo CPMI Ilegal Masih Berkeliaran di Sultra


KENDARINEWS.COM–Empat warga asal Sulawesi Tenggara (Sultra) yang nyaris jadi korban eksploitasi perdagangan manusia (Human Trafficking) akhirnya diserahkan ke keluarga daerah masing-masing.

Hal itu diungkapkan oleh Kepala Balai Pelayanan Perlindungan Pekerjaan Migran Indonesia (BP3MI) Sultra, La Ode Askar, Jum’at (3/2) kemarin.

“Sekarang saya sementara di Konsel menyerahkan korban calon Pekerjaan Migran Indonesia (CPMI) yang inprosedural itu ke keluarganya. Penyerahan di saksikan langsung oleh Pemerintah Kabupaten Konsel, dan Pemerintah Desa, ” ungkapnya.

Askar menjelaskan, dari hasil pengakuan korban bernama Isnawati (38) warga kecamatan Angata tersebut, ternyata ia diiming-imingi sejumlah gaji yang besar. Sehingga ia nekat untuk mengikuti bujukan si pelaku sebagai calo sponsor pengurus CPMI.

“Ibu Isnawati ini mengaku diajak oleh pelaku bernama Rosmawati (calo). Karena diiming-imingi gaji besar akhirnya dia mau terpedaya untuk ikut dan menjadi CPMI di Arab Saudi, ” jelasnya.

Dari informasi yang di peroleh melalui korban Isnawati, ternyata pelaku calo CPMI ini lebih dari satu yang saat ini masih berkeliaran di wilayah Sultra.

“Karena yang empat orang ini saja yang baru dipulangkan, ada dua pengurusnya. Kalau yang dari Konsel itu melalui Rosmawati. Sedangkan dua orang lainnya yang dari Konawe itu ada nama Risna,” imbuhnya.

Olehnya itu, pihaknya berharap seluruh masyarakat Sultra untuk tetap waspada. Manakala ada kejadian serupa yang mengatasnamakan dirinya sebagai pengurus pekerja luar negeri baiknya jangan diladeni.

“Kalau ada tawaran seperti ini, baiknya segera melaporkan ke pihak pemerintah Desa, atau pemerintah Kabupaten melalui Dinas Ketenagakerjaan, atau bisa langsung ke kantor BP3MI Sultra, “pintanya.

Sementara itu, korban CPMI ilegal asal Angata Kabupaten Konsel, Isnawati mengungkapkan, peristiwa yang menimpa dirinya itu berawal dari adanya nomor baru yang menghubunginya menawarkan untuk jadi tenaga pekerja migran Indonesia di Arab Saudi.

“Saya awalnya sama sekali tidak ada niat mau ke luar negeri. Hanya tiba-tiba saya dapat telpon nomor baru, dia mengaku sponsor pekerjaan migran luar negeri. Namanya ibu Rosmawati dari Konawe,”cerita Isnawati.

Kala itu, lanjut Isnawati, ia sempat bertanya darimana calo tersebut mendapatkan nomor handphonenya. Bahkan, tanpa basa basi pelaku menawarkan untuk bisa menjadi CPMI di Arab Saudi. Yang membuat dirinya yakin, pelaku mengaku sebagai sponsor untuk mempekerjakan ke luar negeri.

“Dia bilang, katanya di Arab Saudi terbuka besar-besaran tenaga kerja. Apalagi kalau eks, itu tinggal memilih pekerjaan apa saja. Bisa jadi cleaning service, bisa langsung jadi karyawan perusahaan. Baru saya kan memang pernah ke Arab Saudi, dan saya pulang kembali sejak tahun 2013. Akhirnya saya tergiur, Apalagi dia iming-imingi gaji lumayan, katanya gaji perbulan itu mencapai Rp 9 jutaan. Apalagi biaya sekarang untuk anak sekolah besar, akhirnya saya mau ikut, “ceritranya.
Isnawati mengatakan, sebelumnya sempat ia menanyakan apakah sponsor pekerjaan yang ditawarkan si pelaku itu resmi atau tidak. Dari informasi Rosmawati, ia sebagai perwakilan PT Trisula Panca Warna. Sebagai perusahaan yang resmi pengurusan CPMI.

“Kala itu dia bahkan bersumpah demi Allah, katanya ini resmi. Karena dia sebagai perwakilan di daerah, kantor pusatnya katanya di Jakarta. Sehingga itu, saya janjian untuk mengurus paspor di Kendari, ” kisahnya.

Selanjutnya, keluh Isnawati, pada saat mereka diberangkatkan, semua transportasi ditanggung oleh perusahaan tersebut. Bahkan semua kebutuhan juga akan ditanggung oleh perusahaan.

“Nah saat itu saya berangkat bersama teman yang dari Konawe juga. Tapi mereka pengurusnya lewat ibu Risna. Kalau saya dan teman satu dari Konsel itu melalui Rosmawati, tapi tetap satu perusahaan katanya. Katanya mereka sebagai sponsor daerah perusahaan itu. Mereka tugasnya hanya merekrut. Nah, pas kita tiba di Jakarta kita langsung ke kantor PT Trisula Panca Warna itu, “kenang Isnawati.

Setelah tiba di kantor PT Trisula Panca warna di Jakarta tersebut, kata Isnawati, keesokan harinya ada insiden. Yakni ada penggrebekan yang dilakukan oleh polisi.

“Saat itu saya mulai tambah curiga, karena biasanya seperti pengalaman sebelumnya tidak singgah-singgah kalau berangkat, tapi langsung melalui Bandara. Akhirnya kita dipindahkan disalah satu tempat daerah Munggang  di Jakarta. Dua minggu kemudian, kita tiba-tiba datang di absen, katanya mau siap-berangkat pagi hari jam 6 menuju Bandara Sukarno-Hatta. Tapi ternyata kita bukan ke bandara tapi kita naik bus diberangkatkan menuju Surabaya. Saya sempat bertanya kenapa lewat Surabaya, katanya di bandara Sukarno-Hatta ditutup, karena ada jamaah umroh, “cerita Isnawati.

Saat itu, Isnawati bersama rekan CPMI lainnya menempuh perjalanan dari Jakarta Surabaya selama 15 jam lamanya. Saat tiba di Surabaya, ia makin heran, kenapa tidak diantar menuju Bandara Juanda. Malah mereka diinapkan disebuah rumah warga di Surabaya.

“Saat itu saya bertanya yang antar kita namanya pak Koni, kenapa bukan di bandara. Dia bilang pesawatnya delay, akhirnya saya mulai protes, bahwa PT ini ilegal. Tidak lama kemudian mereka datang sita semua alat komunikasi dan kami. Saat itu saya sempat melawan, saya bilang ini sudah pelanggan HAM, akhirnya mereka langsung bawa kami di rumah kos disana kami disekap. Semua pintu keluar di tutup, “katanya.

Setelah disekap disebuah indekos di Surabaya, dirinya berusaha menghubungi suaminya di Sultra dengan meminjam handphone penjaga rumah kos. ” Disitulah saya sampaikan semua perjalanan yang kami alami, kami di rumah kos itu berjumlah 29 orang, “terangnya.

Isnawati menambahkan, saat perjalanan menuju Jakarta hingga ke Surabaya itu di antar oleh orang berbeda-beda.

“saat kita dipindah-pindah ini istilahnya dari tangan ke tangan. Jadi dengan orang berbeda. Yang jelas ada nama pak Hasri, Bambang, Koni, dan ada nama ibu Jihan. Ibu Jihan itu yang di Surabaya, itulah yang sita HP kami semua, “tambah Isnawati. (Kam/KN)

Tinggalkan Balasan