Fenomena Ketindihan Bukan Ulah Makhluk Halus, Ini Penjelasan Medisnya

KENDARINEWS.COM–Masih banyak masyarakat yang mengaitkan fenomena ketindihan atau sering disebut “rep-repan” dengan hal mistis seperti gangguan makhluk halus. Padahal, kondisi ini dapat dijelaskan secara medis dan dikenal dengan istilah sleep paralysis atau kelumpuhan tidur.

Fenomena ini terjadi ketika seseorang merasa sadar tetapi tidak bisa bergerak, berbicara, atau bahkan bernapas dengan leluasa. Umumnya berlangsung selama beberapa detik hingga menit, kondisi ini sering kali menimbulkan rasa panik dan takut.

“Ketindihan bukanlah kesurupan. Ini adalah fase di mana otak terbangun, tetapi tubuh masih dalam keadaan tidur,” ujar seorang pakar neurologi dari RSUP Nasional.

Apa Penyebab Ketindihan?

Dilansir dari klikdokter.com, dalam dunia medis, penyebab utama ketindihan adalah gangguan sinkronisasi antara otak dan tubuh saat tidur, khususnya dalam transisi dari fase NREM ke REM.

Pada fase REM, tubuh secara alami lumpuh agar kita tidak bertindak sesuai mimpi. Namun jika otak lebih dulu sadar, sementara tubuh masih dalam mode ‘tidur’, maka terjadilah sleep paralysis.

Faktor Risiko yang Meningkatkan Ketindihan:

  • Gangguan mental, seperti kecemasan dan depresi
  • Tidur dalam posisi telentang
  • Narkolepsi atau gangguan tidur kronis
  • Pola tidur tidak teratur (shift kerja malam–pagi)
  • Riwayat keluarga yang pernah mengalami ketindihan
  • Sleep apnea, yaitu gangguan pernapasan saat tidur

Cara Efektif Mencegah Ketindihan:

Meski tidak berbahaya, ketindihan bisa dicegah dengan menerapkan pola tidur sehat, antara lain:

  • Tidur dan bangun di waktu yang sama setiap hari
  • Hindari konsumsi makanan berat sebelum tidur
  • Jangan bekerja atau menonton TV di atas tempat tidur
  • Ciptakan suasana kamar tidur yang tenang dan gelap
  • Lakukan relaksasi, meditasi, atau berdoa sebelum tidur
  • Konsultasikan ke psikiater jika mengalami kecemasan berlebihan

Ketindihan: Haruskah Khawatir?

Dalam kebanyakan kasus, ketindihan tidak memerlukan pengobatan medis. Namun, jika frekuensinya tinggi dan mengganggu aktivitas sehari-hari, konsultasi ke dokter atau psikiater sangat dianjurkan. Pengobatan mungkin melibatkan terapi tidur atau pemberian antidepresan ringan.(*)

Tinggalkan Balasan