11 Poin Penting Pemprov Sulsel Tolak Perpanjangan Kontrak PT.Vale

Kelima, PT Vale juga tidak komit meningkatkan kapasitas produksi. Melihat produksi tahun 2020 hanya 72.237 MT dan pada tahun 2021 justru turun menjadi 55.388 MT. Amandemen kontrak karya mengamanatkan PT Vale wajib meningkatkan kapasitas produksi sebesar 25 persen dan rata rata produksi Tahun 2009-2013 atau setara dengan kurang lebih 87.500MT.

“Artinya, kalau orang mau memproduksi banyak harus Investasi banyak. Ternyata PT Vale tidak cukup modal mengelola Vale,” bebernya.

Keenam, divestasi saham, melakukan divestasi saham 40 persen kepada peserta Indonesia. Kondisi saat ini PT Mining Industry Indonesia (MIND) mengakusisi 20 persen dan publik 20 persen.

Andi Bakti Haruni menyampaikan, di Morowali dan Timika memperoleh golden share, sedangkan Luwu Timur tak dapat apa-apa.

“Bagaimana dengan golden share ke pemerintah daerah sebagaimana di Timika dan Morowali. Bagaimana rencana pengalihan saham 11 persen,” tanyanya.

Ketujuh, kontribusi ke Sulsel sangat kecil. Selama 53 tahun, kontribusi hanya tiga tahun terakhir 1,88 persen rata-rata dari pendapatan sejenis. Kedelapan, isu pencemaran lingkungan tetap menjadi sorotan masyarakat dan pemerintah. Potensi terjadinya pencemaran lingkungan akibat limbah beracun S02 di Balantang dan Cr6 di area penambangan Blok Petea. Perlu rekomendasi stabilitas slag dum.

“Kami berkesimpulan perlu dilakukan audit lingkungan secara menyeluruh sebelum masuk ke meja perundingan,” tuturnya.

Kesembilan, PLTA Larona 171.36 MW yang digunakan sejak tahun 1979 sebesar 131,36 MW seharusnya diserahkan pada tahun 1999. Telah digunakan selama 23 Tahun secara tidak sah, hal ini berpotensi merugikan negara triliunan rupiah. Demikian juga halnya dengan PLTA Balambano 115,08 MW dan PLTA Karebbe 111,38 MW.

Tinggalkan Balasan