Hingga kemarin, belum ada tindakan terhadap peretas dengan akun anonim tersebut. Kadivhumas Polri Irjen Dedi Prasetyo menuturkan, Direktorat Tindak Pidana (Ditipid) Siber melakukan monitoring terhadap hacker Bjorka sekaligus menunggu laporan dari para korban peretasan.
Pakar keamanan siber Pratama D. Persadha mengatakan, dalam kasus peretasan itu, semua lembaga merasa menjadi korban. Artinya, tidak ada satu pun lembaga yang merasa bertanggung jawab atas peretasan tersebut. ’’Padahal, ancaman peretasan diketahui dengan luas,’’ urainya.
Sebenarnya tugas itu diambil oleh penyelenggara sistem elektronik (PSE). PSE harus melakukan pengamanan maksimal. ’’Menggunakan data terenkripsi untuk data masyarakat, minimal demi nama baik lembaga,’’ terangnya.
Seharusnya, BSSN masuk lebih dalam ke berbagai kasus peretasan di Indonesia. Menjelaskan bagaimana dan apa saja yang telah dilakukan untuk mengamankan data setiap institusi yang terjadi kebocoran. ’’Ini yang seharusnya dilakukan,’’ jelasnya.
Di sisi lain, terkait RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP), Menkominfo Johnny G. Plate menyebutkan bahwa RUU itu telah disetujui dalam rapat tingkat I oleh Panja Komisi I DPR dan pemerintah. ’’Kami sekarang menunggu jadwal untuk pembahasan dan persetujuan tingkat II, yaitu rapat paripurna DPR,’’ tuturnya. Dia berharap, setelah disahkan, regulasi itu bisa menjadi payung hukum untuk menjaga ruang digital.
Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon mengatakan hal senada. ’’Sedang difinalisasi komisi I bersama pemerintah,’’ ujarnya di kompleks parlemen Senayan, kemarin. Namun, dia belum bisa memastikan kapan pengesahan dilakukan.
Politikus Partai Gerindra tersebut melanjutkan, RUU PDP lebih berfungsi pada pencegahan. Seharusnya, tanpa RUU itu, pemerintah bisa melindungi data pribadi. Setiap warga yang diminta menyerahkan data pribadi, pemerintah berkewajiban melindunginya.








































