KENDARINEWS.COM–Verkhoyansk, Siberia Dunia kembali dihadapkan pada alarm serius dari Bumi. Pada 20 Juni 2020, kota Verkhoyansk di Siberia salah satu tempat dengan suhu paling ekstrem di dunia mencatat suhu udara mencapai 38°C, suhu tertinggi yang pernah tercatat di wilayah Arktik sepanjang sejarah.
Lonjakan suhu ini membuat para ilmuwan semakin khawatir terhadap percepatan pemanasan global, apalagi mengingat rekor sebelumnya di kota tersebut “hanya” 37,2°C. Untuk konteks, Verkhoyansk dikenal sebagai kota dengan musim dingin brutal yang mencapai -49°C.
Lantas, bagaimana mungkin wilayah kutub bisa sepanas Jakarta?
Penyebab Pemanasan Global: Tiga Faktor Utama yang Mengancam Bumi
Berikut adalah beberapa penyebab pemanasan global yang dilansir dari gramedia:
1. Efek Rumah Kaca
Gas seperti karbon dioksida (CO₂), metana (CH₄), dan sulfur dioksida (SO₂) membentuk lapisan “kaca” di atmosfer yang memerangkap radiasi inframerah. Sinar ini memancarkan panas kembali ke permukaan bumi dan menyebabkan suhu meningkat. Ironisnya, efek rumah kaca sebenarnya menjaga bumi tetap hangat, namun kelebihan gas-gas ini menyebabkan pemanasan yang tak terkendali.
2. Efek Umpan Balik (Feedback Effect)
Pemanasan menyebabkan penguapan air meningkat. Uap air ini sendiri adalah gas rumah kaca yang memperparah pemanasan. Ditambah lagi, pencairan es membuat daratan dan air laut terbuka lebih banyak, yang menyerap panas lebih cepat daripada es yang memantulkan cahaya. Efek ini memperkuat siklus pemanasan.
3. Variasi Aktivitas Matahari
Meski sinar matahari juga mengalami fluktuasi, namun kontribusinya terhadap pemanasan global terbukti jauh lebih kecil dibandingkan gas rumah kaca yang dihasilkan manusia. Aktivitas matahari hanya berperan sekitar 25–35% dari peningkatan suhu sejak 1980.
Bagaimana Ilmuwan Mengukur Pemanasan Global?
Pemanasan global sudah diprediksi sejak 1896. Namun baru pada 1957, bukti kuat mulai dikumpulkan lewat pengambilan sampel atmosfer di Mauna Loa, Hawaii. Data menunjukkan kadar CO₂ meningkat signifikan sejak era industri.
Organisasi IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) memperkirakan bahwa jika emisi terus meningkat, suhu global dapat naik antara 1,1°C hingga 6,4°C pada akhir abad ini. Ini akan membawa dampak besar, termasuk mencairnya es kutub, perubahan pola iklim ekstrem, dan kenaikan permukaan laut.
Dampak Langsung bagi Indonesia
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan bahwa pada tahun 2030, suhu udara di Indonesia bisa meningkat 0,5°C. Ini akan berdampak pada:
- Peningkatan kekeringan di Sumatera bagian selatan, Jawa, NTB, dan NTT
- Intensitas hujan ekstrem naik hingga 40%
- Gangguan pada pertanian, penurunan kadar oksigen di laut, hingga terganggunya rantai makanan laut
Bahkan, suhu yang lebih tinggi menyebabkan pasokan oksigen laut turun drastis di wilayah khatulistiwa wilayah yang mencakup Indonesia mengganggu ekosistem laut dan potensi perikanan nasional.
Solusi: Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Meskipun krisis ini terasa besar, masyarakat tetap dapat berkontribusi dengan langkah-langkah berikut:
- Mengurangi penggunaan bahan bakar fosil
- Menanam pohon dan melakukan reboisasi
- Memanfaatkan energi terbarukan (matahari, angin, air)
- Mengurangi konsumsi plastik dan melakukan daur ulang
- Edukasi publik dan kampanye lingkungan berkelanjutan.(*)
