‘Purbaya Effect’ Dongkrak Kredit BUMN, Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Tercatat 5,04 Persen

KENDARINEWS.COM — Kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang kerap disebut sebagai ‘Purbaya Effect’, mulai memberikan dampak nyata pada perekonomian nasional. Kepala Ekonom The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip menilai kebijakan tersebut tercermin dari pertumbuhan penyaluran kredit ke badan usaha milik negara (BUMN) yang melonjak signifikan.

“Kenapa saya bilang ini Purbaya efek sudah bekerja? Karena sebagian besar sumber pertumbuhan kredit perbankan itu masih dari kepada debitur BUMN. Dari (pertumbuhan) 1,9 persen (Agustus 2025), menjadi 10,04 persen (September 2025),” ujar Sunarsip dikutip JPNN, Jumat (14/11).

Data Bank Indonesia menunjukkan, penyaluran kredit ke BUMN memang melonjak tajam pada September 2025 dibanding bulan sebelumnya, sementara sektor swasta juga mencatat kenaikan tipis, dari 11,07 persen pada Agustus menjadi 11,12 persen pada September 2025. Secara keseluruhan, pertumbuhan kredit perbankan pada September tercatat 7,7 persen (yoy), naik sedikit dari 7,56 persen pada Agustus 2025.

Langkah ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang menempatkan dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun di bank-bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Tujuannya untuk memperkuat likuiditas perbankan sekaligus menjadi stimulus mendorong pergerakan ekonomi melalui penyaluran kredit.

Sunarsip menekankan, tanpa adanya ‘Purbaya Effect’, pertumbuhan ekonomi kuartal III 2025 kemungkinan tidak akan mencapai 5,04 persen. “Bayangkan, dari 1,9 persen tumbuh menjadi 10,04 persen. Mungkin kalau tanpa ini enggak bisa kita (ekonomi tumbuh) 5,04 persen,” ujarnya.

Meski demikian, ia mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi saat ini masih belum sepenuhnya didukung oleh konsumsi masyarakat yang stagnan di bawah lima persen. Hal ini menurutnya disebabkan belum pulihnya beberapa sektor industri pascapandemi COVID-19.

Karena itu, Sunarsip menyarankan pemerintah mengubah pendekatan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Jika sebelumnya fokus pada peningkatan permintaan (demand), kini perlu diarahkan pada penguatan sisi penawaran (supply) sektoral. “Kalau saya, lebih baik perbaiki sisi supply-nya, bukan demand,” katanya.

Pakar ekonomi itu menambahkan, dampak kebijakan Purbaya akan lebih optimal jika penyaluran kredit juga lebih menyasar sektor swasta, bukan hanya BUMN. Sebab, sebagian besar kredit perbankan ditopang oleh sektor swasta, sehingga menjadi katalis pertumbuhan yang lebih luas bagi ekonomi nasional.

Dengan meningkatnya likuiditas perbankan dan penyaluran kredit yang lebih merata, diharapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa lebih stabil dan berkelanjutan, serta mampu mendorong sektor-sektor yang masih stagnan. (*)