Harga Batu Bara Menguat di Tengah Berita Negatif

KENDARINEWS.COM — Harga batu bara kembali mengalami kenaikan meski dihujani kabar negatif dari berbagai negara. Merujuk Refinitiv, pada perdagangan Senin (17/11/2025), harga batu bara ditutup di level US$ 113,5 per ton, naik 0,62%. Kenaikan ini memperpanjang tren positif harga batu bara menjadi 1,7% selama dua hari berturut-turut.

Kenaikan harga terjadi meski Korea Selatan pada hari yang sama mengumumkan komitmen untuk menutup 40 pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) pada 2040. Keputusan ini diambil setelah Seoul bergabung dengan Powering Past Coal Alliance (PPCA) yang diumumkan pada KTT Iklim COP30 di Brasil, menjadikan Korea Selatan negara kedua di Asia, setelah Singapura, yang bergabung dengan koalisi tersebut.

PPCA, yang diluncurkan pada COP23 di Jerman pada 2017, bertujuan menghentikan pembangunan dan penggunaan PLTU berbahan bakar batu bara tanpa teknologi penangkap emisi (unabated coal). Korea berjanji tidak membangun PLTU baru tanpa teknologi pengurangan emisi dan akan menutup 40 unit PLTU yang ada saat ini pada 2040. Pemerintah Seoul juga menyatakan akan menentukan nasib sekitar 20 unit PLTU lainnya setelah konsultasi publik, mempertimbangkan kelayakan ekonomi dan lingkungan. Rencana rinci diperkirakan diumumkan tahun depan.

Menteri Iklim Korea Selatan, Kim Sung-hwan, menekankan bahwa penghentian penggunaan batu bara tidak hanya penting bagi iklim, tetapi juga menguntungkan bagi keamanan energi, daya saing perusahaan, dan penciptaan lapangan kerja, bukan hanya di Korea Selatan tetapi juga bagi negara lain, dikutip dari CNBC Indonesia.

Selain Korea, Bahrain juga bergabung dengan PPCA pada hari yang sama. Meskipun negara tersebut tidak pernah mengoperasikan PLTU batu bara, Bahrain berkomitmen untuk tidak membangun PLTU di masa depan, selaras dengan pergeseran global menjauh dari batu bara.

Di sisi lain, pasar batu bara termal di pelabuhan China memasuki pekan ini dalam kondisi “mati” atau stagnan, dengan harga yang tetap tinggi namun pembelian ditunda karena para pembeli berhati-hati. Penjual tetap menawarkan harga tinggi karena ekspektasi permintaan musim dingin serta rebound harga di tambang. Stok di pelabuhan utama menurun; pada 31 Oktober tercatat stok di pelabuhan Qinhuangdao, Caofeidian, Jingtang, dan Huanghua mencapai 23,17 juta ton, level terendah sejak awal bulan dan turun 10,54% dibanding tahun sebelumnya.

Meski stok menurun, pembeli, termasuk pembangkit listrik, tetap berhati-hati dan menunda pembelian spot sambil menunggu kondisi pasar lebih jelas. Data dari National Bureau of Statistics of China (NBS) menunjukkan produksi batu bara mentah di China pada Oktober mencapai 406,75 juta ton, turun 2,3% secara tahunan dan 1,2% dibanding September. Penurunan ini merupakan lanjutan tren perlambatan beberapa bulan terakhir akibat pembatasan dan pemeriksaan keselamatan.

Penurunan produksi domestik di China dapat menimbulkan kendala pasokan, yang berpotensi memengaruhi harga dan perdagangan batu bara global, termasuk bagi eksportir seperti Indonesia. Kondisi ini sekaligus menciptakan peluang karena China mungkin mencari pasokan substitusi, namun juga menimbulkan risiko jika konsumsi China menurun karena oversupply sebelumnya.

Tinggalkan Balasan