Koster Bantah Alih Fungsi Lahan Jadi Pemicu Banjir, Walhi Bali Sajikan Data Tandingan

KENDARINEWS.COM –Gubernur Bali Wayan Koster membantah anggapan bahwa banjir besar yang melanda Kota Denpasar dipicu oleh masifnya alih fungsi lahan. Menurutnya, alih fungsi lahan hanya terjadi di wilayah Kabupaten Badung (Kuta Utara) dan Kabupaten Gianyar, bukan di Denpasar.

“Enggak juga. Alih fungsi lahan kan di Badung, di Gianyar. Bukan di Denpasar. Ini lintasan sungainya kan di Kuta, hilirnya kan di sini,” ujar Koster saat meninjau pembongkaran bangunan di Jalan Sulawesi, Denpasar, Kamis (11/9) dikutip dari cnn indonesia.

Koster mengatakan pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh dengan menelusuri sungai-sungai besar di Bali, khususnya Tukad Badung, dari hulu hingga hilir, guna mengetahui kondisi ekosistem yang mungkin memicu banjir.

Namun, pernyataan Koster dibantah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali. Direktur Eksekutif Walhi Bali, Made Krisna Dinata alias Bokis, menegaskan bahwa data spasial menunjukkan alih fungsi lahan juga terjadi di Denpasar.

“Berdasarkan data kami, ada 780 hektare lebih lahan di Denpasar yang berubah fungsi dari 2018 hingga 2023. Jadi, kalau bilang tidak ada alih fungsi lahan, apa buktinya? Kami punya data,” tegas Bokis.

Ia menjelaskan, dalam lima tahun terakhir, kawasan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan) mengalami penyusutan sawah hingga ribuan hektare. Denpasar sendiri kehilangan 784,67 hektare sawah atau 6,23 persen dari luas wilayahnya.

Menurut Walhi, degradasi lingkungan akibat alih fungsi lahan menjadi bangunan pariwisata, perumahan, dan proyek infrastruktur besar telah memperburuk kerentanan Bali terhadap bencana, termasuk banjir. Hilangnya sawah juga mengurangi fungsi subak sebagai sistem irigasi tradisional yang mampu menampung ribuan ton air.

“Penerapan tata ruang Bali amat buruk. Banyak pembangunan melabrak sempadan pantai, sungai, bahkan kawasan rawan bencana. Kalau alih fungsi lahan terus dibiarkan, banjir akan semakin parah,” tambah Bokis.

Walhi menyerukan penghentian pembangunan pariwisata masif di Sarbagita, moratorium proyek yang mengorbankan lahan pertanian, serta pemulihan kawasan hulu Bali.(*)

Tinggalkan Balasan