Gunungan Limbah Kulit Kerang Menjulang di Kalibaru, Picu Bau Menyengat dan Ancaman Kesehatan

KENDARINEWS.COM-Tumpukan limbah kulit kerang kembali menjadi sorotan di pesisir Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara. Selama bertahun-tahun, gunungan limbah ini terus menumpuk karena tidak adanya fasilitas pembuangan khusus. Kini, tingginya mencapai sekitar lima meter dan memanjang hampir 500 meter di sepanjang garis pantai.

Sebagian besar warga Kalibaru bekerja sebagai pencari kerang sekaligus pengolah kerang secara rumahan. Karena yang dijual hanya dagingnya, kulit kerang harus dibuang. Ketiadaan tempat pembuangan membuat ratusan karung limbah dibuang ke pantai setiap hari, menumpuk hingga melebihi tinggi tanggul dan kini menyebar ke berbagai titik pesisir.

Pencemaran Udara dan Ancaman Penyakit

Pakar lingkungan dari salah satu universitas negeri, Mahawan Karuniasa, menegaskan bahwa kondisi ini sudah masuk kategori pencemaran udara.

“Tentu saja menjadi pencemaran udara karena bau. Sisa-sisa kerang mungkin masih menyimpan sedikit daging yang tidak terambil dalam proses produksi, sehingga membusuk dan menimbulkan bau menyengat,” ujar Mahawan, Jumat (14/11/2025) yang dikutip dari Kompas.com.

Aroma yang tercium merupakan campuran bau amis dan busuk yang sering membuat warga baru atau pendatang merasa mual. Selain mengganggu kenyamanan, kondisi tersebut juga berpotensi memicu masalah kesehatan.

“Kemudian, berpotensi tentu saja penyakit, karena ada bau kan pasti ada lalat dan seterusnya,” lanjutnya.

Tumpukan limbah itu kini dipenuhi lalat hijau, sementara anak-anak setempat masih kerap bermain di atas timbunan kulit kerang pada sore hari. Situasi ini membuat risiko kesehatan bagi warga semakin besar.

Ancaman Terhadap Tanggul dan Aliran Air

Mahawan menyebut bahwa penumpukan limbah dalam jumlah besar juga dapat mengancam struktur tanggul yang berdiri di sisi lokasi pembuangan.

“Kalau jumlahnya semakin banyak akan menekan tanggul, artinya menambah beban kepada tanggul itu,” jelasnya.

Material logam yang digunakan pada tanggul dapat mengalami korosi lebih cepat. Selain itu, limbah yang menutupi area sekitar tanggul berisiko menghambat aliran air karena saluran-saluran kecil tersumbat kulit kerang.

Keberadaan limbah juga turut merusak estetika pantai.

“Merusak estetika, enggak enak dilihat. Orang yang berada di sekitar situ terganggu,” tambahnya.

Mengganggu Ekosistem Pesisir dan Kualitas Air

Dampak lainnya adalah kerusakan ekosistem pesisir dan laut. Menurut Mahawan, jumlah limbah yang terlalu banyak dapat mengubah struktur sedimen dan menghalangi kehidupan mikroorganisme.

“Meski secara alami bisa terkikis, tapi kalau jumlahnya banyak, itu mengganggu ekosistem di sekitarnya,” ucapnya.

Sisa organik dari daging kerang membusuk dan menurunkan kualitas air serta memengaruhi kadar oksigen.

“Ekosistem asli itu harusnya ada mikroorganisme di situ, tetapi sedimen dari limbah kulit kerang bisa menutupi area hidup mereka,” tuturnya.

Perlu Fasilitas Pengelolaan Khusus

Mahawan menekankan perlunya pemerintah membangun fasilitas pengelolaan limbah perikanan dan kulit kerang.

“Harus ada tempat atau infrastruktur khusus untuk menangani dan mengelola limbah kulit kerang,” kata Mahawan.

Ia menyarankan agar limbah tidak hanya dipindahkan, tetapi diolah sehingga memiliki nilai ekonomi, misalnya menjadi bahan pupuk, campuran material bangunan, atau bahan kapur. Pelaku usaha kecil dan kelompok masyarakat setempat dapat dilibatkan.

Menjadi Perhatian Serius Pemerinta

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta mengakui bahwa persoalan limbah kulit kerang di Cilincing telah menjadi isu besar.

“Penumpukan sampah cangkang kerang di Cilincing menjadi perhatian serius karena berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan, pendangkalan kawasan pesisir, serta gangguan kesehatan bagi masyarakat,” ujar Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto.

DLH bekerja sama dengan kelompok masyarakat dan sejumlah organisasi untuk mengolah limbah menjadi produk bernilai, seperti material bangunan, pot tanaman, hingga perlengkapan rumah.

“Sampah cangkang kerang kini diolah menjadi berbagai produk daur ulang,” kata Asep.

Pemerintah provinsi juga memberikan pendampingan dan membantu pemasaran agar produk daur ulang tersebut dapat meningkatkan ekonomi warga sekaligus mengurangi penumpukan limbah.

Tinggalkan Balasan